Sayyid Muhammad ibn Alwi al-Maliki Tentang Maulid (2)

Pendapat Syaikh Ibnu Taimiyah Mengenai Maulid

Syaikh Ibnu Taymiyyah telah berkata: Kadangkala diberikan pahala kepada sebahagian manusia ketika melakukan maulid. Begitulah seperti mana yang dilakukan oleh masyarakat samada sebagai menyerupai orang Nasrani pada kelahiran Nabi Isa عليه السلام, atau karena kecintaan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم dan membesarkan baginda صلى الله عليه وسلم . Dan Allah mungkin memberi pahala di atas kasihsayang dan kesungguhan ini, tidak karena bid’ahnya amalan ini.

Kemudian Ibnu Taimiyah berkata lagi: Ketahuilah, bahawa diantara amalan-amalan itu ada yang mengandungi kebaikan karena itu ianya disyariatkan. Ada juga amalan yang berupa bid’ah sayyiah atau seumpamanya, maka amalan ini salah dan satu penyelewengan daripada agama, seperti hal dan keadaan orang munafiq dan fasiq.

Hal ini telah dilakukan oleh ramai orang pada akhir-akhir ini. Disini saya bentangkan dua cara dari segi adab untuk mengatasinya:-

Pertama: Hendaklah kamu berpegang teguh pada sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم zahir dan bathin pada diri kamu dan mereka yang taat kepada kamu. Juga hendaklah kamu taat kepada yang ma’ruf dan ingkar kepada yang mungkar.

Kedua: Hendaklah kamu menyeru manusia supaya melakukan sunnah seberapa terdaya. Dan jika terdapat orang yang melakukan demikian hendaklah kamu terus galakkan, kecuali jika ianya mendatangkan tidak baik. Jangan menyeru kepada meninggalkan yang mungkar dengan melakukan yang lebih mungkar. Jangan meninggalkan perbuatan yang wajib atau sunnah, karena dengan meninggalkannya kamu telah melakukan sesuatu yang lebih mudharat daripada melakukan yang makhruh.

Sekiranya ada bid’ah yang berunsur kebajikan, seberapa daya gantikan dengan kebajikan yang disyariatkan, karena memang tabiat manusia tidak mahu meninggalkan sesuatu kecuali ada gantinya. Hendaklah jangan kita lakukan amalan yang baik kecuali kita lakukan amalan yang sama baiknya atau yang lebih baik lagi.

Memuliakan peringatan maulid, dan sewaktu-waktu menjadikannya sebagai amalan yang adakalanya dilakukan oleh setengah orang, mendapat pahala yang besar, karena mereka mempunyai niat yang baik dan mengandungi unsur-unsur memuliakan Nabi صلى الله عليه وسلم, sebagaimana yang saya sebutkan tadi. Tetapi adakalanya amalan yang baik bagi sesetengah mu’min, dipandang buruk oleh mu’min yang lain.

Imam Ahmad pernah diberitahu bahawa seorang putera raja telah membelanjakan lebih kurang 1,000 dinar untuk sebuah al-Quran. Maka jawabnya, walaupun mahu dibelanjakan dengan emas sekalipun biarkanlah. Padahal menurut mazhab Imam Ahmad menghiasi al-Quran itu adalah makhruh.

Ada juga yang berpendapat bahawa perbelanjaan 1,000 dinar itu adalah untuk memperbaharui kertas dan tulisan. Tetapi maksud Imam ahmad masalah ini ada bercampur kebaikan dan keburukannya. Maka itu tidak digemarinya.(9)

Pendapat saya (Sayyid Muhammad ibn Alwi al-Maliki) mengenai maulid

Pendapat kita, sesungguhnya sambutan kelahiran Nabi صلى الله عليه وسلم yang mulia tidak mempunyai kaifiat yang tertentu yang perlu diikuti oleh semua orang atau cara yang kita wajibkan atas semua. Bahkan, bahawa apa sahaja yang boleh menyeru umat manusia ke arah kebaikan, mengumpulkan mereka atas petunjuk Allah, serta mendidik mereka kepada apa juga yang boleh memberi manfaat kepada agama mereka, boleh merealisasikan tujuan maulid nabi ini.

Oleh yang demikian, jika kita berkumpul dalam majlis puji-pujian ke atas Nabi صلى الله عليه وسلم yang mana padanya ada ingatan terhadap kekasih kita صلى الله عليه وسلم, keutamaan baginda, jihad baginda serta khususiat baginda, (walaupun kita tidak membaca kitab maulid yang dikenali ramai, – seperti maulid ad-daibaie dan al-barzanji – karena ada sebahagian yang menyangka bahawa majlis maulid itu tidak akan sempurna melainkan dengan membaca kitab-kitab tersebut), kemudian kita mendengar pula apa yang diperkatakan oleh para pendakwah dalam memberi peringatan dan petunjuk, serta apa yang dibacakan oleh qari’ daripada ayat-ayat Al-Qur’an.

Saya (as-Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki) ada mengatakan: Jika kita melakukan demikian, sesungguhnya ia telah termasuk dalam lingkungan makna maulid Nabi yang mulia, dan tercapailah maksud sambutan ini, dan saya melihat ia tidak diperselisihkan oleh sesiapa jua.
.
____________________________________________________________

Catatan kaki:-

(9) Begitulah pendapat Ibnu Taymiyah yang jelas tidak mengingkari sambutan ini, walaupun beliau mengingkari apa-apa perbuatan mungkar yang ada pada sambutan ini (sama seperti fahaman kita yang telah diterangkan sebelum ini). Malah Ibnu Taymiyah menyamakan hukum sambutan ini dengan jawapan Imam Ahmad pada perbelanjaan besar untuk menghiasi mushaf. Namun demikian mereka yang mengingkari sambutan ini, akan menggunakan pendapat Ibnu Taymiyah secara umum dalam memerangi bid’ah (yang sesat – pada pandangan mereka) sambutan maulid Nabi صلى الله عليه وسلم, sambil meninggalkan apa yang dikatakan sendiri oleh Ibnu Taymiyah dalam perkara ini secara khusus. Semoga Allah memberi hidayah kepada semua.

16 thoughts on “Sayyid Muhammad ibn Alwi al-Maliki Tentang Maulid (2)

  1. Nasehat Sayyid Muhammad Al-Maliki tentang Peringatan Maulid
    Oleh admin • Wednesday, 19 March 2008 – 9:19 am • 12 Rabiul Awal 1429 H • infokito.net • dilihat 450 kali
    Nasehat Sayyid Muhammad Al-Maliki tentang Peringatan Maulid
    Sayyid Muhammad Al-Maliki , menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan peringatan Maulid.
    Pertama, kita memperingati Maulid Nabi SAW bukan hanya tepat pada hari kelahirannya, melainkan selalu dan selamanya, di setiap waktu dan setiap kesempatan ketika kita mendapatkan kegembiraan, terlebih lagi pada bulan kelahiran beliau, yaitu Rabi’ul Awwal, dan pada hari kelahiran beliau, hari Senin.
    Tidak layak seorang yang berakal bertanya, “Mengapa kalian memperingatinya?” Karena, seolah-olah is bertanya, “Mengapa kalian bergembira dengan adanya Nabi SAW?”
    Apakah sah bila pertanyaan ini timbul dari seorang muslim yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah?
    Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang bodoh dan tidak membutuhkan jawaban. Seandainya pun saya, misalnya, harus menjawab, cukuplah saya menjawabnya demikian, “Saya memperingatinya karena saya gembira dan bahagia dengan beliau, saya gembira dengan beliau karena saya mencintainya, dan saya mencintainya karena saya seorang mukmin.”
    Kedua, yang kita maksud dengan peringatan Maulid adalah berkumpul untuk mendengarkan sirah beliau dan mendengarkan pujian-pujian tentang diri beliau, juga memberi makan orang-orang yang hadir, memuliakan orang-orang fakir dan orang-orang yang membutuhkan, serta menggembirakan hati orang-orang yang mencintai beliau.
    Ketiga, kita tidak mengatakan bahwa peringatan Maulid itu dilakukan pada malam tertentu dan dengan cara tertentu yang dinyatakan oleh nash-nash syariat secara jelas, sebagaimana halnya shalat, puasa, dan ibadah yang lain. Tidak demikian.
    Peringatan Maulid tidak seperti shalat, puasa, dan ibadah. Tetapi juga tidak ada dalil yang melarang peringatan ini, karena berkumpul untuk mengingat Allah dan Rasul-Nya serta hal-hal lain yang baik adalah sesuatu yang harus diberi perhatian semampu kita, terutama pada bulan Maulid.
    Keempat, berkumpulnya orang untuk memperingati acara ini adalah sarana terbesar untuk dakwah, dan merupakan kesempatan yang sangat berharga yang tak boleh dilewatkan. Bahkan, para dai dan ulama wajib mengingatkan umat tentang Nabi, baik akhlaqnya, hal ihwalnya, sirahnya, muamalahnya, maupun ibadahnya, di samping menasihati mereka menuju kebaikan dan kebahagiaan serta memperingatkan mereka dari bala, bid’ah, keburukan, dan fitnah.
    Yang pertama merayakan Maulid Nabi SAW adalah shahibul Maulid sendiri, yaitu Nabi SAW, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan Muslim bahwa, ketika ditanya mengapa berpuasa di hari Senin, beliau menjawab, “Itu adalah hari kelahiranku.” Ini nash yang paling nyata yang menunjukkan bahwa memperingati Maulid Nabi adalah sesuatu yang dibolehkan syara’. [infokito]
    Wallahu a’lam
    GLOSSARY:
    Sayyid Prof. Dr. Muhammad ibn Sayyid ‘Alawi ibn Sayyid ‘Abbas ibn Sayyid ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy’ari asy-Syadzili lahir di Makkah pada tahun 1365 H. Ayah beliau, Sayyid Alwi bin Abbas Almaliki (kelahiran Makkah th 1328H), seorang alim ulama terkenal dan ternama di kota Makkah. Disamping aktif dalam berdawah baik di Masjidil Haram atau di kota kota lainnya yang berdekatan dengan kota Makkah seperti Thoif, Jeddah.
    Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya, semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak sedikit dari kitab-kitab beliau yang beredar telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu, Indonesia dan lain-lain.
    Beliau wafat hari jumat tanggal 15 Ramadhan 1425 H (2004 M) dan dimakamkan di pemakaman Al-Ma’la disamping makam istri Rasulullah SAW. Khadijah binti Khuailid Ra. dengan meninggalkan 6 putra, Ahmad, Abdullah, Alawi, Ali, al-Hasan dan al-Husen dan beberapa putri-putri.

  2. Assalamu Alaikum Wr.Wb.
    Ana Setuju dengan pendapat Sayyid Muhammad Al-Maliki, karena orang yang tidak senang dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. sama saja dia tidak senang dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW. lalu tinggal kita bertanya apa bedanya dengan Yahudi dan Nashrani yang mana mereka pun tidak senang dengan kelahiran Beliau SAW.? jawabannya ada di hati sanubari antum semua masing-masing.
    Wallahu A’lam
    Wassalamu Alaikum Wr.Wb.

    • Logika yang ngga nyambung, bos. kok tidak melakukan maulid berarti tidak senang kelahiran Nabi Muhammad Sholallhu alaiohi wasallam (sebagai wujud cinta kami, doa sholawat pada beliau kami tulis lengkap, beda ya sama antum, hehe. kenapa ya ?)

      kami ingin melakukan ibadah, amalan jika diperintahkan oleh beliau, dicontohkan, dan para sahabat pula melakukannya, tabiin, tabiit tabaiin.

  3. MAULID
    Tinjauan Sejarah dan Analisa Dampak
    Sejarah lahirnya Maulid
    Syaikh ‘Ali Mahfudzh dalam bukunya menerangkan, “Ada yang mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakannya ialah para Khalifah Bani Fahimiyyah di Kairo pada abad keempat Hijriyah. Mereka merayakan perayaan bid’ah enam maulid, yaitu: Maulid Nabi saw, Maulid Imam ‘Ali ra, Maulid Sayyidah Fathimah Az-Zahra radhiallahu ‘anha, Maulid Al-Hasan dan Al-Husein dan maulid Khalifah yang sedang berkuasa. Perayaan tersebut terus berlangsung dalam berbagai bentuknya sampai dilarang pada zaman pemerintahan Al-Afdhal Amirul Juyusy. Perayaan ini kemudian dihidupkan kembali di zaman pemerintahan Al-Hakim biamrillah pada tahun 524 Hijriyah setelah orang-orang hampir melupakannya. Dan yang pertama kali maulid Nabi dikota Irbil adalah Raja Al-Mudhaffar Abu Said di abad ketujuh dan terus berlangsung sampai di zaman kita ini. Orang-orang memperluas acaranya dan menciptakan bid’ah-bid’ah sesuai dengan selera hawa nafsu mereka yang diilhamkan oleh syaithan , jin dan manusia kepada mereka.” [Al-Ibda’ fi madhiril ibtida’: 126].
    Satu hal yang sangat penting untuk diketahui bahwa Kerajaan Fathimiyyah didirikan oleh ‘Ubaidillah Al-Mahdi tahun 298 H di Maghrib (sekarang wilayah Maroko dan Aljazair) sedangakan di Mesir kerajan ini didirikan pada tahun 362 H oleh Jauhar As-Shaqali. Para pendiri dan raja-raja kerajaan ini beragama Syi’ah Islmailiyah Rafdliyah. Kerajaan ini didirikan sebagai misi dakwah agama tersebut dan merusak Islam dengan berkedok kecintaan terhadap Ahlul Bait (keluarga Nabi saw). Maka jelaslah sudah bagi mereka yang memiliki bashirah bahwa perayaan maulid dipelopori oleh kaum Syi’ah.
    Hari lahir Nabi memang istimewa, akan tetapi…..
    Tentang keistimewaan hari lahir Nabi saw, terdapat hadits shahih dari Abi Qatadah, beliau menceritakan bahwa seorang A’rabi (Badawi) bertanya kepada Rasulullah saw: “Bagaimana penjelasanmu tentang berpuasa di hari Senin? maka Rasulullah saw menjawab, ‘Ia adalah hari aku dilahirkan dan hari diturunkan kepadaku Al-Qur’an” [Syarh Shahih Muslim An-Nawawi 8 / 52]. Hari kelahiran Nabi adalah istimewa berdasarkan hadits tersebut, akan tetapi tidak terdapat dalam hadits tersebut perintah untuk merayakannya. Seandainya kita setuju dengan istilah “merayakan”, maka seharusnya kaum Muslimin merayakannya dengan berpuasa sebagaimana tersurat dalam hadits tersebut. Bukannya merayakan dengan berfoya-foya dan pesta arak-arakan seperti yang kita saksikan saat ini.
    ANALISA DAMPAK PERAYAAN MAULID
    Praktek Kesyirikan yang tidak Disadari
    Kenyataan yang ada, bahwa pada sebagian kaum Muslimin dalam merayakan maulid mereka membacakan Barzanji, sebuah ritual membacakan puji-pujian kepada Nabi saw yang di dalamnya juga terdapat jentik-jentik kesyirikan dan pujian yang melampaui batas Syari’at terhadap Nabi saw (ithra’), namun mereka menganggap itu sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini membuat sebuah praktek kesyirikan menjadi terselubung dalam nuansa yang dianggap ibadah. Lebih jelas lagi tentang hal ini kami cantumkan dalam rubrik “STUDI KRITIS” Tentang pujian yang melampaui batas, Rasulullah saw bersabda : “Janganlah kalian berlebihan memujiku sebagaimana orang-orang Nashrani berlebihan memuji putera Maryam. Aku tidak lain hanyalah seorang hamba, maka Katakanlah hamba Allah dan Rasul-Nya.” [HR. Bukhari dari ‘Umar ra]
    Inilah dampak yang terbesar dan tercantum di urutan pertama dari sekian kerusakan dalam ritual perayaan maulid. Karena perbuatan Syirik menghapus seluruh amal seorang hamba sebagaimana firman-Nya : “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepada kamu (Hai Muhammad) dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, ‘Jika engkau berbuat syirik niscaya akan hapus amalmu dan niscaya engkau termasuk golongan orang-orang yang merugi.” [QS. Az-Zumar : 65]. Kaum Muslimin yang terlibat dalam pembacaan Barzanji tersebut juga meyakini datangnya ruh Muhammad sehingga mereka menyambutnya dengan berdiri. Ini adalah I’tiqad yang keliru dan melampaui batas terhadap Nabi saw . Keyakinan seperti ini bertentangan dengan firman Allah : “Kemudian, sesudah itu sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati, kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” [Al-Mukminun : 15-16]. Bertentangan pula dengan sabda Rasulullah saw : “Aku adalah orang yang pertama kali dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat nanti, Aku adalah orang yang pertama kali memberi Syafa’at dan orang yang pertama kali diterima Syafa’atnya” Berkata Imam Ibnu Baaz setelah membawakan dua dalil tersebut, “Ayat dan Hadits di atas serta nash-nash lain yang semakna bahwa Nabi Muhammad saw dan siapapun yang sudah mati tidak akan bangkit kembali dari kuburnya, kecuali pada hari kiamat. Hal ini merupakan kesepakatan para ‘ulama Muslimin, tidak ada pertentangan diantara mereka”. [At-Tahdziru minal Bida’ oleh Syaikh Abdul ‘Aziz Abdullah bin Baaz].
    Mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam menetapkan Syari’at
    Ini dikarenakan Allah dan Rasul-Nya tidak pernah menetapkan dalam Syari’at untuk beribadah dengan merayakan hari kelahiran Nabi. Perbuatan sebagian kaum Muslimin melakukan ritual dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang tidak ada contohnya dari Rasulullah dan Sahabat jelas merupakan sikap mendahului Allah dan Rasulullah dalam menetapkan Syari’at. Sedangkan Allah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya…”[Al-Hujurat :1]. Maksudnya adalah, orang-orang Mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan Rasul-Nya. Bagaimana pendapat Anda ? Jika Raja alam semesta ini menetapkan suatu aturan bagi kebahagian hambanya, kemudian Sang Raja menyatakan bahwa aturan-Nya itu telah sempurna. Lalu datanglah seorang hamba dengan membawa aturan baru yang dianggapnya baik bagi dirinya dan bagi hamba yang lain. Tidakkah ia (si hamba) tanpa disadari telah lancang menuduh aturan Sang Raja belum sempurna, sehingga perlu ditambahi ? Inilah hakikat Bid’ah, menyaingi bahkan mengambil hak Allah dalam menetapkan Syari’at. Padahal Allah berfirman: “Apakah mereka mempunyai sesembahan-sesembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka (aturan) agama yang tidak diizinkan Allah ?” [Asy-Syuura :21]. Kita tak akan pernah menemukan adanya perayaan hari ulang tahun Nabi oleh para Sahabat terekam dalam lembaran-lembaran kitab hadits yang shahih, karena memang itu tidak pernah terjadi pada masa Sahabat baik tabi’in, tabi’ut tabi’in dan bahkan tidak pernah terjadi pada masa Imam Syafi’ie (150 H – 204 H). Karena bid’ah maulid baru muncul pada abad ke-4 H. Kalau memang peringatan Maulid itu baik maka tentunya para sahabat telah mendahului kita melakukannya sebagaimana kata ulama : “walau kaana khairan lasabaquunaa ilaihi”
    Munculnya wujud rasa cinta yang keliru
    Perayaan maulid oleh sebagian kaum Muslimin dianggap sebagai bentuk ungkapan rasa cinta terhadap Nabi yang paling mulia Muhammad saw. Jika ini benar, siapakah diantara kita di zaman ini yang lebih dalam cintanya kepada Nabi ketimbang Sahabat ?. Tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali menjawab “Sahabatlah yang paling dalam cintanya kepada Nabi”. Jika memang demikian, lalu mengapa para Sahabat tidak mewujudkan rasa cinta kepada Nabi dengan cara merayakan hari kelahiran Nabi sebagaimana sebagian muslim di zaman ini ? Mengapa para Sahabat tidak mengarang bait-bait syair untuk memuji Nabi di hari kelahirannya ? Mengapa pula para Sahabat tidak membentuk “Panitia Lomba Maulid” untuk memeriahkan HUT manusia terbaik di muka bumi ini ?. “Tunjukkanlah bukti kalian, jika kalian orang-orang yang benar” [Al-Baqarah : 111]. Sesungguhnya Ahlussunnah meyakini bahwa yang terpenting adalah bagaimana menjadi mukmin yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Karena ungkapan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya bisa juga diucapkan oleh orang-orang munafik, akan tetapi mereka bukan orang-orang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan mustahil mendapatkan kecintaan Allah kecuali dengan mengikuti Sunnah Nabi yang mulia. Allah berfirman : “Katakanlah ; ‘jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku (Muhamad)! Niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampunkan dosa-dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” [QS.Ali-‘Imran: 31].
    Bukannya kebaikan, justru sebaliknya
    Tidak asing telinga kita mendengar hentakan-hentakan musik yang hingar bingar pada setiap tahunnya di bulan Rabiul Awwal dalam aneka ragam perayaan maulid. Alunan-alunan musik tersebut tidak jarang disertai juga oleh pemuda-pemuda mabuk yang bergoyang bersama mengikuti irama lagu. Bahkan musik-musik tersebut diperdengarkan di rumah Allah yang di dalamnya digunakan untuk bersujud kepada-Nya. (hanya kepada Allah memohon pertolongan dari kerusakan ini). Allah berfirman : “Dan diantara manusia ada yang menggunakan “lahwal hadits” untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azdab yang menghinakan ” [Luqman : 6]. Ibnu Mas’ud ra menafsirkan lahwal hadits dalam ayat tersebut adalah “nyanyian atau lagu”. [lih. Tafsir Ibnu Katsier Surat Luqman].
    Jati diri Islam menjadi luntur, karena mengekor pada Nashrani
    Maulid pada hakikatnya meniru Nashrani dalam hal merayakan hari kelahiran Nabi Isa yang mereka sebut dengan Natal. Kita, ummat Muhammad dilarang keras menyerupai Yahudi dan Nashrani apalagi meniru-niru ritual agama mereka. Allah berfirman : “Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka (Yahudi dan Nashrani) setelah datang kepadamu ilmu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zhalim.” [Al-Baqarah :145]. Yang dimaksud ayat ini menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah adalah “meniru sesuatu yang menjadi ciri khas mereka, atau yang merupakan bagian dari ajaran Agama mereka” [Iqtidha’ shirathal mustaqim T. / 63-64]. Rasulullah juga bersabda : “Barang siapa menyerupai suatu kaum, berarti ia termasuk golongan kaum itu” [Ahmad dan Abu Dawud, shahih].
    Kecenderungan bersikap tabdzir (menghamburkan harta secara mubazzir)
    Bisa dibayangkan dana yang dikeluarkan oleh sebagian kaum muslimin yang merayakan maulid, andaikata dana-dana tersebut disedekahkan kemudian dikorbankan untuk berjihad di jalan Allah niscaya hal itu akan lebih bermanfaat ketimbang menggunakannya sebagai penyokong bid’ah yang tidak bernilai ibadah di sisi Allah. Bahkan diantara mereka ada yang sampai memberatkan diri untuk berhutang kepada saudara muslim lainnya. Ini adalah sikap mubazzir yang dapat menghantarkan kita menjadi saudara-saudara syaitan sebagaimana yang disebut oleh Al-Qur’an “…dan janganlah kamu menghamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar pada Tuhannya” [Al-Isra’ :26-27].
    Membantu penyebaran hadits palsu
    Perlu diketahui bahwa banyak beredar di tengah ummat hadits-hadits tentang keutamaan merayakan hari kelahiran Nabi. Dan semuanya adalah palsu tidak ada keraguan padanya. Kami tidak akan menyebutkannya karena di sini bukanlah tempatnya. Di bulan Rabiul Awwal ini selalu disampaikan hadits-hadits tentang keutamaan maulid di atas-atas mimbar maupun pada saat acara perayaan dilangsungkan, ini tentu saja membantu menyebarkan kedustaan atas nama Rasulullah. Sedangkan Rasul bersabda :“Barang siapa mengatakan sesuatu atas namaku sesuatu yang tidak aku katakan maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya dalam neraka.” [Hadits Hasan riwayat Ahmad].
    Persatuaan Islam yang semu
    Sebagian kaum Muslimin masih berusaha melakukan pembelaan terhadap perayaan maulid dengan berkata : “Ini adalah momen yang istimewa untuk mempererat ukhuwah, silaturahmi dan menyemarakkan sedekah antara saudara Muslim. Jadi tidak ada salahnya kita merayakan maulid dengan kemeriyahannya”. Untuk menjawab ungkapan ini kita kembali kepada kaidah yang sangat kokoh bahwa generasi pertama ummat ini adalah sebaik-baik generasi, berdasarkan hadits “Sebaik-baik manusia adalah pada zamanku (Sahabat), kemudian yang sesudahnya (tabi’in) kemudian yang sesudahnya (tabi’ tabi’in)” [HR. Bukhari]. Berangkat dari kaidah ini kita katakan bahwa para Sahabat adalah orang-orang yang paling kokoh ukhuwah dan silaturahminya terhadap saudara Muslim. Barisan shaf mereka rapat, bersambung dari bahu kebahu dari tumit ke tumit dan kokoh dihadapan Rabbul ‘alamin sewaktu mereka berdiri, ruku’ dan sujud. Jiwa-jiwa mereka bersatu di medan jihad. Begitu pula sedekah mereka tidak berbicara sebagaimana orang-orang di zaman ini. Dan tidaklah itu semua dikarenakan oleh perayaan maulid Nabi, tidak pula oleh aneka lomba dan permainan yang mereka adakan setiap Rabiul Awwal. Giliran kami yang bertanya, jika maulid adalah jembatan menuju persatuan Islam dan ukhuwah Islamiyah yang kokoh, lalu apa gerangan yang mengakibatkan kaum Muslimin sampai saat ini masih terkotak-kotak karena berpecah belah ? Padahal perayaan maulid telah berlangsung lebih dari sepuluh abad. Hanya kepada Allah kita kembali dan hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan dari badai syubhat dan syahwat yang menerpa.
    Sumber Bacaan:
    – Idtidho Shitothol Muataqim
    – Tahdziiru Minal Bida’
    [Al-Hujjah Risalah No: 50 / Thn IV / Rabiul Awal / 1423H ]

    –> Sebenarnya komentar ini melanggar aturan. Tapi ok-lah tak ku hapus. Lihat: Terlalu panjang dan tanpa paragraf, sehingga sulit dipahami. Karena demikian, maka … adakah anda pembaca lain membaca komentar #4 ini semuanya? Ku tak yakin. Maka, singkat saja tanggapan saya.

    Dengan fatwa ini maka akan banyak ulama salafiyah terhukumi musyrik. Imam Nawawi, ibn Katsir, al Qasthalani, As Suyuthi, Ibnu Hajr, dll. Lihat antara lain di sini atau di sini. Para ulama itu bahkan banyak yang mengarang kitab Maulid. Ehm .. ehm .. dan saya lebih mengikut kepada pendapat para ulama manhaj salaf yg sdh teruji kredibilitasnya, dari pada fatwa pembid’ahan dan pemusyrikan ini.

    Perlu diketahui bahwa dampak pengharaman Maulid Nabi ini mau tak mau harus berdampak pada pengharaman ke perayaan2 lain,.. salah satunya adalah Hari Kemerdekaan (17 Agustus). Ada tercatat di blog ini. Dan mereka tak bisa menjelaskan alasannya, kecuali dgn alasan yg sama ketika mengharamkan maulid.

    Mereka bahkan tak bisa menjawab ketika mereka pun melakukan hal2 yg baru (yg notabene bid’ah) di zaman ini … seperti Kultum Ramadlan, yang mana hal itu sama2 hal baru, sama2 bid’ah, sebagaimana maulid. Maka berlakulah Fatwa double standard. Dan saya tak taqlid ke mereka.

    • Assalamua’alaikum
      Terkadang orang-orang membuka AlQur’an dan hadits hanya untuk mnghujat,membid’ahkan hal-hal yang mulia.Tapi mereka tidak pernah menyadari disekeliling mereka, bahkan di rumah mereka masih ada tanyangan televisi yang sangat jauh dari akhlak Rasululloh SAW. Adakah mereka berfikir dan membuka mata mereka, tiada bisa kita membaca Qur-an, tidak akan tau kita Kepada Allah SWT, tidak akan tau kita akan tatacara sholat, Tak’akan tau kita bagaimana menafsirkan hadits… Semua itu karena lahirnya Nabi SAW. coba kita renungkan saudaraku…kenapa diadakan maulid menjadi sebuah peperangan Faham….Perayaan Maulid tidak perlu kita Buka Hadits….karena ini adalah acara yang mengungkapkan Syukur kita akan kelahiran Belia SAW, karena tanpa beliau tidak pernah kita tau akan Allah yang maha Agung, mengenai isi dari perayaan Maulid…didalamnya terdapat Hal2 yang sangat Mulia seperti Bersedekah, Pengajian AlQur-an dll.Coba buka hati kita…Menikahkan Putra/i kita yg memerlukan Dana Besar, bermewah2an, dengan lantunan musik dangdut/daerah, kita usahakan agar acara meriah bahkan sampai kita mati-matian mencari pinjaman untuk acara itu, atau perayaan 17 Agustusan yang persiapan nya dibutuhkan waktu beberapa bulan sebelumnya….Apakah saudara2ku yg membid’ahkan maulid…pernah membuka Hadits pula untuk membid’ahkan 2 hal tersebut? Buka mata Hati kita Saudaraku….
      Wassalam

    • Tolong Bang Nizar baca secara seksama… Lebih Alim mana Abdulloh bin Baaz dg para ulama salaf yang membolehkan

      Tanggapan Habib Munzir Al Musawa
      mengenai mereka yang mengingkari Maulid:
      “Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw”.

      Ketika kita membaca kalimat disamping maka
      didalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat
      ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian
      kelompok muslimin, saya akan meringkas
      penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika
      dan syariah).
      Si f a t ma n u s i a c e n d e r u n g me r a y a k a n
      sesuatu yang membuat mereka gembira, apakah
      keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya,
      mereka merayakannya dengan pesta, mabuk
      mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau
      bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian
      adat istiadat diseluruh dunia.
      Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana
      kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.
      Allah merayakan hari kelahiran para Nabi-Nya:
      • Firman Allah: “(Isa berkata dari dalam perut
      ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari
      kelahiranku, dan hari aku wafat, dan
      hari aku dibangkitkan” (QS. Maryam:
      33).
      • Firman Allah: “Salam Sejahtera dari kami
      (untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan
      hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan”
      (QS. Maryam: 15).
      • Rasul saw lahir dengan keadaan sudah
      dikhitan (Almustadrak ala shahihain
      hadits No.4177)
      meniti kesempurnaan iman 59
      • Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari
      ibunya yang menjadi pembantunya
      Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda
      Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia
      (ibu Utsman) melihat bintang – bintang
      mendekat hingga ia takut berjatuhan
      diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya
      terang – benderang keluar dari Bunda
      Nabi saw hingga membuat terang
      benderangnya kamar dan rumah (Fathul
      Bari Almasyhur juz 6 hal 583).
      • Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi
      beliau langsung bersujud (Sirah Ibn
      Hisyam).
      • Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim
      bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan
      Nabi saw melihat cahaya yang terang
      – benderang hingga pandangannya
      menembus dan melihat istana – istana
      Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6
      hal 583) .
      • Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh
      singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh
      pula 14 buah jendela besar di Istana
      60 meniti kesempurnaan iman
      Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran
      Persia yang 1000 tahun tak pernah padam
      Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583).
      Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan
      oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul
      menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt
      telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah
      saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula
      membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabinabi
      sebelumnya.
      Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau
      saw.
      Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di
      hari senin, beliau saw menjawab: “Itu adalah hari
      kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih
      Muslim hadits no.1162) dari hadits ini sebagian
      saudara-saudara kita mengatakan boleh merayakan
      maulid Nabi saw asal dengan puasa.
      Rasul saw jelas – jelas memberi pemahaman
      bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau saw
      daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah
      hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak
      meniti kesempurnaan iman 61
      menjawab misalnya: “Oh puasa hari senin itu mulia
      dan boleh – boleh saja..”, namun beliau bersabda:
      “Itu adalah hari kelahiranku” menunjukkan bagi
      beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai
      tambah dari hari-hari lainnya.
      Contoh mudah misalnya Zeyd bertanya pada
      Amir: “Bagaimana kalau kita berangkat umroh
      pada 1 Januari?” maka amir menjawab: “Oh itu
      hari kelahiran saya”.
      Nah.. bukankah jelas – jelas bahwa Zeyd
      memahami bahwa 1 januari adalah hari yang
      berbeda dari hari – hari lainnya bagi Amir? dan
      Amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 Januari
      itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir
      ini termasuk orang yang perhatian pada hari
      kelahirannya, kalau Amir tak acuh dengan hari
      kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut–
      nyebut bahwa 1 Januari adalah hari kelahirannya,
      dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin
      untuk merayakan kelahirannya.
      Pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan
      jawaban beliau saw yang lebih luas dari sekedar
      pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir
      tidak memerintahkan umroh pada 1 januari karena
      62 meniti kesempurnaan iman
      itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yang
      berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya
      dengan puasa saja maka tentunya dari dangkalnya
      pemahaman terhadap ilmu bahasa.
      Orang itu bertanya tentang puasa senin,
      maksudnya boleh atau tidak? Rasul saw menjawab
      hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari
      kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi
      beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa
      dihari itu.
      Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk
      yang perhatian pada hari kelahiran beliau saw,
      karena memang merupakan bermulanya sejarah
      bangkitnya islam.
      Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw.
      Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra:
      “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..”
      maka Rasul saw menjawab: “Silahkan..,maka Allah
      akan membuat bibirmu terjaga” maka Abbas ra
      memuji dengan syair yg panjang, diantaranya:
      “… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari
      kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga
      meniti kesempurnaan iman 63
      terang benderang, dan langit bercahaya dengan
      cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu
      dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami
      terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain
      hadits no.5417).
      Kasih sayang Allah atas kafir yang gembira atas
      kelahiran Nabi saw
      Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib
      melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas
      bertanya padanya:
      “Baga imana ke ada anmu? ” Abu Laha b
      menjawab: “Di neraka, cuma diringankan siksaku
      setiap senin karena aku membebaskan budakku
      Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul
      saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan
      Imam Baihaqi Alkubra hadits No.13701, Syi’bul
      Iman No.281, Fathul Baari Almasyhur juz 11 hal
      431).
      Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam
      barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah
      siksanya atau menguranginya menurut kehendak
      Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari
      64 meniti kesempurnaan iman
      senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul
      saw dengan membebaskan budaknya.
      Walaupun mimpi tidak dapat dijadikan hujjah
      untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi
      dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah
      dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas
      kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu
      dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka
      Imam – imam diatas yang meriwayatkan hal itu
      tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu
      benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan
      mereka tidak mengingkarinya.
      Lebih lagi hal itu teriwayatkan pada Shahih
      Bukhari, dan sebagian para Muhadditsin pun
      mengatakan:
      ”Tidak mudah untuk mengingkari hal ini,
      karena Imam Bukhari meriwayatkan hal itu pada
      shahih nya.
      Karena walaupun hal itu Cuma mimpi
      Abbas ra, tapi sudah berubah menjadi ucapan
      Abbas ra karena ia telah mengucapkannya, dan
      jika hal itu batil maka Sayyidina Abbas ra tak
      akan menceritakannya, dan diperkuat pula Imam
      Bukhari pada Shahih nya meriwayatkan ucapan
      meniti kesempurnaan iman 65
      Abbas ra itu, maka ucapan itu telah menjadi
      hujjah, karena diucapkan oleh Sahabat besar,
      Abbas bin Abdulmuttalib ra paman Nabi saw. Dan
      diriwayatkan pada Shahih Bukhari.
      Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di
      masjid.
      Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid
      Nabawiy yang lalu ditegur oleh Umar ra, lalu
      Hassan berkata
      “Aku sudah baca syair nasyidah disini
      dihadapan orang yang lebih mulia dari engkau
      wahai Umar (yaitu Nabi saw) lalu Hassan berpaling
      pada Abu Hurairah ra dan berkata: “Bukankah
      kau dengar Rasul saw menjawab syairku dengan
      doa: Wahai Allah bantulah ia dengan RuhulQudus?
      maka Abu Hurairah ra berkata: “Betul” (shahih
      Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits
      No.2485).
      Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair
      di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana
      beberapa hadits shahih yang menjelaskan larangan
      syair di masjid, namun jelaslah bahwa yang
      66 meniti kesempurnaan iman
      dilarang adalah syair – syair yang membawa pada
      Ghaflah, pada keduniawian, namun syair – syair
      yang memuji Allah dan Rasul-Nya maka hal itu
      diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan
      didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat
      diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana
      dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar
      khusus untuk Hassan bin Tsabit di masjid agar
      ia berdiri untuk melantunkan syair – syairnya
      (Mustadrak ala Shahihain hadits No.6058, Sunan
      Attirmidzi hadits No.2846) oleh Aisyah ra bahwa
      ketika ada beberapa sahabat yang mengecam
      Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata:
      “Jangan kalian caci Hassan, sungguh ia itu selalu
      membanggakan Rasulullah saw” (Musnad Abu
      Ya’la Juz 8 hal 337).
      Pendapat Para Imam dan Muhaddits
      atas perayaan Maulid
      1. Pendapat Imam Al Hafidh Ibn Hajar AlAsqalaniy
      rahimahullah:
      Telah jelas dan kuat riwayat yang sampai
      padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang
      meniti kesempurnaan iman 67
      ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yang
      berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul
      saw bertanya maka mereka berkata
      “Hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun
      dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami
      berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt,
      maka bersabda Rasul saw:
      “Kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”,
      maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas
      anugerah yang diberikan pada suatu hari tertentu
      setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa
      didapatkan dengan pelbagai cara, seperti sujud
      syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur ’an,
      maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan
      Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “Sungguh
      Allah telah memberikan anugerah pada orangorang
      mu’min ketika dibangkitkannya Rasul dari
      mereka” (QS. Al Imran: 164)
      2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin AsSuyuthi
      rahimahullah:
      Telah jelas padaku bahwa telah muncul
      riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw berakikah
      untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi
      68 meniti kesempurnaan iman
      (Ahaditsulmukhtarah hadis No.1832 dengan sanad
      shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9
      hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah
      ber-aqiqah untuknya kakeknya Abdulmuttalib
      saat usia beliau saw berunur 7 tahun, dan aqiqah
      tak mungkin diperbuat dua kali.
      Maka jelaslah bahwa aqiqah beliau saw
      yang kedua atas dirinya adalah sebagai tanda
      syukur beliau saw kepada Allah swt yang telah
      membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan
      lil’aalamiin dan membawa Syariah untuk
      ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk
      menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau
      saw dengan mengumpulkan teman teman dan
      saudara saudara, menjamu dengan makanan –
      makanan dan yang serupa itu untuk mendekatkan
      diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan
      Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku
      khusus mengenai perayaan maulid dengan nama
      “Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.
      3.Pendapat Imam Al Hafidh AbuSyaamah
      rahimahullah (guru Imam Nawawi):
      Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia di
      meniti kesempurnaan iman 69
      zaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat
      setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan
      banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu
      para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan
      Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada
      beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan
      kelahiran Nabi saw.
      4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin
      Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif
      bitta’rif MaulidisSyariif:
      Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan
      dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu? ia
      menjawab:
      “Di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap
      malam senin, itu semua sebab aku membebaskan
      budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas
      kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah
      menyusuinya (saw)” (shahih Bukhari).
      Maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur’an
      turun mengatakannya di neraka mendapat
      keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran
      Nabi saw, maka bagaimana dengan muslim ummat
      Muhammad saw yang gembira atas kelahiran Nabi
      70 meniti kesempurnaan iman
      saw? maka demi usiaku, sungguh balasan dari
      Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh – sungguh
      ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya
      dengan sebab Anugerah-Nya.
      5. Pendapat Imam Alhafidh Syamsuddin bin
      Nashiruddin Addimasyqiy rahimahullah
      dalam kitabnya Auridusshaadiy fii Maulidul
      Haadiy:
      Serupa dengan ucapan Imamul Qurra’
      Alhafidh Syamsuddin Aljazriy, yaitu menukil
      hadits Abu Lahab.
      6. Pendapat Imam Al Hafidh AsSakhawiy
      rahimahullah dalam kitab Sirah
      Al Halabiyah:
      Berkata ”Tidak dilaksanakan maulid oleh
      salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan
      setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat
      islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah
      pada malamnya dengan berbagai macam sedekah
      dan memperhatikan pembacaan maulid, dan
      berlimpah terhadap mereka keberkahan yang
      sangat besar”.
      meniti kesempurnaan iman 71
      7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah:
      Dalam syarahnya maulid Ibn Hajar berkata:
      ”Ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah
      pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi
      saw”.
      8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah:
      Dengan karangan maulidnya yang terkenal
      ”Al Aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan
      maulid, ”Sesungguhnya membawa keselamatan
      tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai
      semua maksud dan keinginan bagi siapa yang
      membacanya serta merayakannya”.
      9. Imam Al Hafidh AlQasthalani rahimahullah:
      Dalam kitabnya ”Al Mawahibulladunniyyah”
      juz 1 hal 148 cetakan al maktab Al Islami berkata:
      ”Maka Allah akan menurukan rahmat-Nya kepada
      orang yang menjadikan hari kelahiran Nabi saw
      sebagai hari besar”.
      10. Imam Al Hafidh Al Muhaddits AbulKhattab
      Umar bin Ali bin Muhammad rahimahullah
      yang terkenal dengan Ibn Dihyah AlKalbi:
      72 meniti kesempurnaan iman
      Dengan karangan maulidnya yang bernama
      ”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”.
      11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin
      Muhammad bin Abdullah AlJuzri
      rahimahullah:
      Dengan maulidnya ”Urfu at ta’rif bi maulid
      assyarif”.
      12. Imam Al Hafidh Ibn Katsir rahimahullah:
      Yang karangan kitab maulidnya dikenal
      dengan nama ”Maulid Ibn Katsir”.
      13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy rahimahullah:
      Dengan maulidnya ”Maurid al hana fi maulid
      assana”.
      14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy
      rahimahullah:
      Telah mengarang beberapa maulid ”Jaami’
      al astar fi maulid nabi al mukhtar” 3 jilid,
      ”Al lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq”,
      ”Maurud asshadi fi maulid al hadi”.
      meniti kesempurnaan iman 73
      15. Imam AsSyakhawiy rahimahullah:
      Dengan maulidnya ”Al fajr al ulwi fi maulid
      an nabawi”.
      16. Al Allamah Al faqih Ali Zainal Abidin
      AsSyamuhdi:
      Dengan maulidnya ”Al mawarid al haniah
      fi maulid khairil bariyyah”.
      17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman
      bin Ali bin Muhammad AsSyaibaniy yang
      terkenal dengan nama Ibn Diba’:
      Dengan maulidnya ”AdDibai’i”.
      18. Imam Ibn Hajar Alhaitsami:
      Dengan maulidnya ”Itmam anni’mah alal
      alam bi maulid syayidi waladu adam”.
      19. Imam Ibrahim Baajuri:
      Mengarang hasiah atas maulid Ibn hajar
      dengan nama ”Tuhfah al basyar ala maulid Ibn
      hajar”.
      74 meniti kesempurnaan iman
      20. Al Allamah Ali Al Qari’:
      Dengan maulidnya ”Maurud arrowi fi
      maulid nabawi”.
      21. Al Allamah Al Muhaddits Ja’far bin Hasan
      AlBarzanji:
      Dengan maulidnya yang terkenal ”Maulid
      Barzanji”.
      22. Al Imam Al Muhaddist Muhammad bin Jakfar
      Al Kattani:
      Dengan maulid ”Al yaman wal is’ad bi
      maulid khair al ibad”.
      23. Al Allamah Syeikh Yusuf bin Ismail
      AnNabhaniy:
      Dengan maulid ”Al jawahir an nadmu al
      badi fi maulid as syafii’”.
      24. Imam Ibrahim AsSyaibaniy:
      Dengan maulidnya ”Al maulid musthofa
      adnaani”.
      meniti kesempurnaan iman 75
      25. Imam Abdulghaniy Annablisy:
      Dengan maulidnya ”Al alam al ahmadi fi
      maulid muhammadi”.
      26. Syihabuddin Al Halwani:
      Dengan maulid ”Fath al latif fi syarah maulid
      assyarif”.
      27. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati:
      Dengan maulid ”Al kaukab al azhar alal ’iqdu
      al jauhar fi maulid nadi al azhar”.
      28. AsSyeikh Ali Attanthowiy:
      Dengan maulid ”Nur as shofa’ fi maulid al
      musthofa”.
      29. AsSyeikh Muhammad Al Maghribi:
      Dengan maulid ”At tajaliat al khifiah fi maulid
      khoir al bariah”.
      Tiada satupun para Muhadditsin dan para
      Imam yang menentang dan melarang hal ini,
      mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan
      Muhadditsin yang menentang maulid sebagaimana
      76 meniti kesempurnaan iman
      disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka
      mereka ternyata hanya menggunting dan memotong
      ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yang jelas
      – jelas meniru kelicikan para misionaris dalam
      menghancurkan Islam.
      Berdiri saat Mahal Qiyam dalam
      pembacaan Maulid
      Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan
      Qiyas dari menyambut kedatangan Islam dan
      Syariah Rasul saw, dan menunjukkan semangat
      atas kedatangan sang pembawa risalah pada
      kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana
      penghormatan yang dianjurkan oleh Rasul saw
      adalah berdiri, diriwayatkan ketika Sa’ad bin
      Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada
      kaum Anshar
      “Berdirilah untuk tuan kalian” (Shahih
      Bukhari hadits No.2878, Shahih Muslim hadits
      no.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra
      untuk Ka’ab bin Malik ra.
      Memang mengenai berdiri penghormatan ini
      ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yang dijelaskan
      meniti kesempurnaan iman 77
      bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya
      bawahan untuk majikannya, juga berdirinya murid
      untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk
      kedatangan Imam yang adil dan yang semacamnya
      merupakan hal yang baik, dan berkata Imam
      Bukhari bahwa yang dilarang adalah berdiri untuk
      pemimpin yang duduk, dan Imam Nawawi yang
      berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka
      tidak apa-apa, sebagaimana Nabi saw berdiri untuk
      kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang,
      namun ada pula pendapat lain yang melarang
      berdiri untuk penghormatan (Rujuk Fathul Baari
      Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala
      Shahih Muslim juz 12 hal 93).
      Namun dari semua pendapat itu, tentulah
      berdiri saat mahal qiyam dalam membaca maulid
      itu tak ada hubungan apa–apa dengan semua
      perselisihan itu, karena Rasul saw tidak dhohir
      dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan
      ruh Rasul saw hadir saat pembacaan maulid, itu
      bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah
      masalah ghaib yang tak bisa disyarahkan dengan
      hukum dhohir,
      78 meniti kesempurnaan iman
      Semua ucapan diatas adalah perbedaan
      pendapat mengenai berdiri penghormatan yang
      Rasul saw pernah melarang agar sahabat tak berdiri
      untuk memuliakan beliau saw.
      J a u h b e r b e d a b i l a k i t a y a n g b e r d i r i
      penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak
      terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa
      berdiri kita adalah bentuk semangat kita menyambut
      risalah Nabi saw, dan penghormatan kita kepada
      kedatangan Islam, dan kerinduan kita pada nabi
      saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw
      setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau
      saw.
      Di r iwaya tkan bahwa Imam Al ha f idh
      Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang
      Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa
      ia berkumpul bersama para Muhaddits dan Imam
      Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yang
      padanya dibacakan puji – pujian untuk Nabi saw,
      lalu diantara syair – syair itu merekapun seraya
      berdiri termasuk Imam Assubkiy dan seluruh
      Imam–imam yang hadir bersamanya, dan didapatkan
      kesejukan yang luhur dan cukuplah perbuatan
      mereka itu sebagai panutan.
      meniti kesempurnaan iman 79
      Dan berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy
      rahimahullah bahwa “Bid’ah hasanah sudah
      menjadi kesepakatan para imam bahwa itu
      merupakan hal yang sunnah, (berlandaskan hadist
      Shahih Muslim No.1017 yang terncantum pada
      Bab Bid’ah) yaitu bila dilakukan mendapat pahala
      dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan
      mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah
      hasanah”.
      Da n b e r k a t a p u l a Imam As s a k h awi y
      rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah
      mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah
      dan perayaan agung ini diseluruh dunia dan membawa
      keberkahan bagi mereka yg mengadakannya (Sirah
      Al Halabiyah Juz 1 hal 137).
      Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan
      mengumpulkan para muslimin untuk Medan Tablig
      dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan
      ceramah islami yang diselingi bershalawat dan
      salam pada Rasul saw, dan puji – pujian pada Allah
      dan Rasul saw yang sudah diperbolehkan oleh Rasul
      saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka
      pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya
      adalah kebangkitan risalah pada ummat yang
      80 meniti kesempurnaan iman
      dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun
      tak akan ada yang mengingkarinya karena jelas
      – jelas merupakan salah satu cara membangkitkan
      keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas
      dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar’an
      (secara logika dan hukum syariah), karena hal ini
      merupakan hal yang mustahab (yang dicintai).
      Sebagaiman kaidah syariah bahwa “Maa
      Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua
      yang menjadi penyebab kewajiban dengannya
      maka hukumnya wajib.
      Contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui
      bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya wajib,
      dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu
      waktu saat kita akan melakukan shalat kebetulan
      kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus
      membeli dulu, maka membeli baju hukumnya
      berubah menjadi wajib, karena perlu dipakai untuk
      melaksanakan shalat yang wajib.
      Contoh lain misalnya sunnah menggunakan
      siwak, dan membuat kantong baju hukumnya
      mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan
      membawa siwak dan baju kita tidak berkantong,
      maka perlulah bagi kita membuat kantong baju
      meniti kesempurnaan iman 81
      untuk menaruh siwak, maka membuat kantong
      baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya,
      karena diperlukan untuk menaruh siwak yang
      hukumnya sunnah.
      Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan
      untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan dakwah
      merupakan hal yang wajib pada suatu kaum bila
      dalam kemungkaran, dan ummat sudah tidak peduli
      dengan Nabinya saw, tak pula peduli apalagi
      mencintai Sang Nabi saw dan rindu pada sunnah
      beliau saw, dan untuk mencapai tabligh ini adalah
      dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan
      maulid ini menjadi wajib, karena menjadi perantara
      Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang
      Nabi saw serta silaturahmi.
      Sebagaimana penulisan Alqur ’an yang
      merupakan suatu hal yang tidak perlu dizaman Nabi
      saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa
      para sahabat karena sahabat mulai banyak yang
      membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi
      wajib hukumnya setelah banyaknya para sahabat
      yang wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an
      dari ummat, walaupun Allah telah menjelaskan
      bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.
      82 meniti kesempurnaan iman
      Ha l s ema c am ini t e l ah di f ahami da n
      dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat
      radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin,
      para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin
      yang awam, namun hanya sebagian saudara–
      saudara kita muslimin yang masih bersikeras
      untuk menentangnya, semoga Allah memberi
      mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin.
      (Walillahittaufiq).

  4. Tidak heran kalau orang wahhabi menilai maulid pake pendapat ulama2nya sendiri ..di paling akhir saya akan jelaskan .bahwa wahhabi temasuk ijmak dan juga bukan madhab. Lbh pantas di bilang sekte ..MARILAH BERFIKIR JERNIH ..Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw dan memuji nabi
    Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..” maka Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan membuat bibirmu terjaga”, maka Abbas ra memuji dengan syair yang panjang, diantaranya : “.. dan engkau (wahai nabi saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ala shahihain hadits no.5417)
    Rasulullah saw juga memperbolehkan Syair pujian di masjid
    Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yang lalu ditegur oleh Umar ra, lalu Hassan berkata : “aku sudah baca syair nasyidah disini dihadapan orang yang lebih mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw), lalu Hassan berpaling pada Abu Hurairah ra dan berkata : “bukankah kau dengar Rasul saw menjawab syairku dengan doa : wahai Allah bantulah ia dengan ruhulqudus, maka Abu Hurairah ra berkata : “betul” (shahih Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485)
    dan masih banyak riwayat lain sebagaimana dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk hassan bin tsabit di masjid agar ia berdiri untuk melantunkan syair syairnya (Mustadrak ala shahihain hadits no.6058, sunan Attirmidzi hadits no.2846) oleh Aisyah ra bahwa ketika ada beberapa sahabat yang mengecam Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata : “Jangan kalian caci hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah saw”(Musnad Abu Ya la Juz 8 hal 337)

    sebenarnya ramai ulama Ahlus Sunnah wal Jama`ah dari 4 mazhab lho, termasuk mazhab Hanbali, yang telah menulis memperjelaskan kesesatan dan kekeliruan Wahhabi pengikut Ibnu ‘Abdul Wahhab an-Najdi. Antaranya ialah:-
    “Misbahul Anam wa Jala`udz Dzalam fi Radd Syubah al-bid`i an-Najdi allati adhalla bihal ‘awam”karangan Habib Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Quthubul Habib Abdullah al-Haddad, beliau merupakan cicit kepada Imam al-Haddad yang masyhur.
    “As-Saiful-Batir li ‘unuqil munkir ‘alal akabir” juga karangan Habib Alwi al-Haddad;
    “As-Sarim al-Hindi fi ‘unuqin-Najdi” karangan Syaikh ‘Atha` al-Makki;
    “As-Sarim al-Hindi fi ibanat tariqat asy-Syaikh an-Najdi”karangan Syaikh ‘Abdullah bin ‘Isa bin Muhammad as-San`ani;
    “Tahakkum al-Muqallidin bi mudda`i tajdid ad-din” karangan Syaikh Muhammad bin ‘Abdur Rahman bin ‘Afaliq al-Hanbali, seorang ulama yang sezaman dengan Ibnu Abdul Wahhab dan telah mencabar keilmuannya sehingga Ibnu ‘Abdul Wahhab membisu seribu bahasa;
    “Sawa`iqul Ilahiyyah fir raddi ‘alal Wahhabiyyah” karangan Syaikh Sulaiman bin ‘Abdul Wahhab al-Hanbali, saudara kandung Muhammad bin ‘Abdul Wahhab;
    “Saiful Jihad li mudda`i al-ijtihad”karangan Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul Lathif asy-Syafi`i;
    “As-Sawa`iq war Ru`ud ‘ala al-Shaqi ‘Abd al-‘Aziz ibn Sa`ud”karangan Syaikh ‘Afifudin ‘Abdulah bin Dawud al-Hanbali;
    “Ad-Durarus Saniyyah fir raddi ‘alal Wahhabiyyah” karangan Syaikhul Islam Sayyidi Ahmad Zaini Dahlan, Mufti Makkah;
    “Fitnatul Wahhabiyyah” karangan Sayyidi Ahmad Zaini Dahlan;
    “Khulasatul Kalam fi bayani ‘umara` al-Balad al-Haram” karangan Sayyidi Ahmad Zaini Dahlan;
    “Faydul Wahhab fi bayan ahl al-haq wa man dhalla ‘an ash-shawab” karangan Syaikh ‘Abdur Rabbih bin Sulaiman asy-Syafi`i;
    “al-Basha`ir li munkiri at-tawassul ka amtsal Muhammad ibn Abdul Wahhab” karangan Syaikh Hamd-Allah ad-Dajwi;
    “Al-Minha al-Wahhabiyyah fi radd al-Wahhabiyyah” karangan Syaikhul Islam Dawud bin Sulaiman al-Baghdadi al-Hanafi;
    “‘Adzab Allah al-Mujdi li jununi al-munkiri an-Najdi” karangan Syaikh Muhammad ‘Asyiqur Rahman al-Habibi;
    “Ghawtsul ‘Ibad bi bayan ar-rasyad” karangan Syaikh Mustafa al-Hamami al-Misri;
    “Jalal al-Haqq fi kasyfi ahwal asyrar al-khalq” karangan Syaikh Ibrahim al-Hilmi al-Qadiri al-Iskandari;
    “Maqalat al-Kawtsari” karangan Syaikh Muhammad Zahid al-Kawtsari al-Hanafi;
    “Fajrul Shadiq fi ar-radd ‘ala munkiri at-tawassul wal khawariq” karangan Syaikh Jamil Effendi Sidqi az-Zahawi al-Baghdadi;
    “Sa`adatud Darain fi al-radd ‘ala al-firqatain al-Wahhabiyyah wa muqallidat az-Zahiriyyah”karangan Syaikh Ibrahim al-Samnudi al-Mansuri.
    Inilah antara kitab-kitab yang ditulis berbagai ulama membahas kesesatan dan penyelewengan ajaran Wahhabi

      • Tanggapan Habib Munzir Al Musawa
        mengenai mereka yang mengingkari Maulid:
        “Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw”.

        Ketika kita membaca kalimat disamping maka
        didalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat
        ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian
        kelompok muslimin, saya akan meringkas
        penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika
        dan syariah).
        Si f a t ma n u s i a c e n d e r u n g me r a y a k a n
        sesuatu yang membuat mereka gembira, apakah
        keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya,
        mereka merayakannya dengan pesta, mabuk
        mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau
        bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian
        adat istiadat diseluruh dunia.
        Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana
        kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.
        Allah merayakan hari kelahiran para Nabi-Nya:
        • Firman Allah: “(Isa berkata dari dalam perut
        ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari
        kelahiranku, dan hari aku wafat, dan
        hari aku dibangkitkan” (QS. Maryam:
        33).
        • Firman Allah: “Salam Sejahtera dari kami
        (untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan
        hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan”
        (QS. Maryam: 15).
        • Rasul saw lahir dengan keadaan sudah
        dikhitan (Almustadrak ala shahihain
        hadits No.4177)
        meniti kesempurnaan iman 59
        • Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari
        ibunya yang menjadi pembantunya
        Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda
        Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia
        (ibu Utsman) melihat bintang – bintang
        mendekat hingga ia takut berjatuhan
        diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya
        terang – benderang keluar dari Bunda
        Nabi saw hingga membuat terang
        benderangnya kamar dan rumah (Fathul
        Bari Almasyhur juz 6 hal 583).
        • Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi
        beliau langsung bersujud (Sirah Ibn
        Hisyam).
        • Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim
        bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan
        Nabi saw melihat cahaya yang terang
        – benderang hingga pandangannya
        menembus dan melihat istana – istana
        Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6
        hal 583) .
        • Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh
        singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh
        pula 14 buah jendela besar di Istana
        60 meniti kesempurnaan iman
        Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran
        Persia yang 1000 tahun tak pernah padam
        Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583).
        Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan
        oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul
        menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt
        telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah
        saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula
        membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabinabi
        sebelumnya.
        Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau
        saw.
        Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di
        hari senin, beliau saw menjawab: “Itu adalah hari
        kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih
        Muslim hadits no.1162) dari hadits ini sebagian
        saudara-saudara kita mengatakan boleh merayakan
        maulid Nabi saw asal dengan puasa.
        Rasul saw jelas – jelas memberi pemahaman
        bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau saw
        daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah
        hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak
        meniti kesempurnaan iman 61
        menjawab misalnya: “Oh puasa hari senin itu mulia
        dan boleh – boleh saja..”, namun beliau bersabda:
        “Itu adalah hari kelahiranku” menunjukkan bagi
        beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai
        tambah dari hari-hari lainnya.
        Contoh mudah misalnya Zeyd bertanya pada
        Amir: “Bagaimana kalau kita berangkat umroh
        pada 1 Januari?” maka amir menjawab: “Oh itu
        hari kelahiran saya”.
        Nah.. bukankah jelas – jelas bahwa Zeyd
        memahami bahwa 1 januari adalah hari yang
        berbeda dari hari – hari lainnya bagi Amir? dan
        Amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 Januari
        itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir
        ini termasuk orang yang perhatian pada hari
        kelahirannya, kalau Amir tak acuh dengan hari
        kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut–
        nyebut bahwa 1 Januari adalah hari kelahirannya,
        dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin
        untuk merayakan kelahirannya.
        Pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan
        jawaban beliau saw yang lebih luas dari sekedar
        pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir
        tidak memerintahkan umroh pada 1 januari karena
        62 meniti kesempurnaan iman
        itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yang
        berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya
        dengan puasa saja maka tentunya dari dangkalnya
        pemahaman terhadap ilmu bahasa.
        Orang itu bertanya tentang puasa senin,
        maksudnya boleh atau tidak? Rasul saw menjawab
        hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari
        kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi
        beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa
        dihari itu.
        Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk
        yang perhatian pada hari kelahiran beliau saw,
        karena memang merupakan bermulanya sejarah
        bangkitnya islam.
        Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw.
        Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra:
        “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..”
        maka Rasul saw menjawab: “Silahkan..,maka Allah
        akan membuat bibirmu terjaga” maka Abbas ra
        memuji dengan syair yg panjang, diantaranya:
        “… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari
        kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga
        meniti kesempurnaan iman 63
        terang benderang, dan langit bercahaya dengan
        cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu
        dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami
        terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain
        hadits no.5417).
        Kasih sayang Allah atas kafir yang gembira atas
        kelahiran Nabi saw
        Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib
        melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas
        bertanya padanya:
        “Baga imana ke ada anmu? ” Abu Laha b
        menjawab: “Di neraka, cuma diringankan siksaku
        setiap senin karena aku membebaskan budakku
        Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul
        saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan
        Imam Baihaqi Alkubra hadits No.13701, Syi’bul
        Iman No.281, Fathul Baari Almasyhur juz 11 hal
        431).
        Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam
        barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah
        siksanya atau menguranginya menurut kehendak
        Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari
        64 meniti kesempurnaan iman
        senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul
        saw dengan membebaskan budaknya.
        Walaupun mimpi tidak dapat dijadikan hujjah
        untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi
        dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah
        dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas
        kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu
        dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka
        Imam – imam diatas yang meriwayatkan hal itu
        tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu
        benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan
        mereka tidak mengingkarinya.
        Lebih lagi hal itu teriwayatkan pada Shahih
        Bukhari, dan sebagian para Muhadditsin pun
        mengatakan:
        ”Tidak mudah untuk mengingkari hal ini,
        karena Imam Bukhari meriwayatkan hal itu pada
        shahih nya.
        Karena walaupun hal itu Cuma mimpi
        Abbas ra, tapi sudah berubah menjadi ucapan
        Abbas ra karena ia telah mengucapkannya, dan
        jika hal itu batil maka Sayyidina Abbas ra tak
        akan menceritakannya, dan diperkuat pula Imam
        Bukhari pada Shahih nya meriwayatkan ucapan
        meniti kesempurnaan iman 65
        Abbas ra itu, maka ucapan itu telah menjadi
        hujjah, karena diucapkan oleh Sahabat besar,
        Abbas bin Abdulmuttalib ra paman Nabi saw. Dan
        diriwayatkan pada Shahih Bukhari.
        Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di
        masjid.
        Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid
        Nabawiy yang lalu ditegur oleh Umar ra, lalu
        Hassan berkata
        “Aku sudah baca syair nasyidah disini
        dihadapan orang yang lebih mulia dari engkau
        wahai Umar (yaitu Nabi saw) lalu Hassan berpaling
        pada Abu Hurairah ra dan berkata: “Bukankah
        kau dengar Rasul saw menjawab syairku dengan
        doa: Wahai Allah bantulah ia dengan RuhulQudus?
        maka Abu Hurairah ra berkata: “Betul” (shahih
        Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits
        No.2485).
        Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair
        di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana
        beberapa hadits shahih yang menjelaskan larangan
        syair di masjid, namun jelaslah bahwa yang
        66 meniti kesempurnaan iman
        dilarang adalah syair – syair yang membawa pada
        Ghaflah, pada keduniawian, namun syair – syair
        yang memuji Allah dan Rasul-Nya maka hal itu
        diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan
        didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat
        diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana
        dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar
        khusus untuk Hassan bin Tsabit di masjid agar
        ia berdiri untuk melantunkan syair – syairnya
        (Mustadrak ala Shahihain hadits No.6058, Sunan
        Attirmidzi hadits No.2846) oleh Aisyah ra bahwa
        ketika ada beberapa sahabat yang mengecam
        Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata:
        “Jangan kalian caci Hassan, sungguh ia itu selalu
        membanggakan Rasulullah saw” (Musnad Abu
        Ya’la Juz 8 hal 337).
        Pendapat Para Imam dan Muhaddits
        atas perayaan Maulid
        1. Pendapat Imam Al Hafidh Ibn Hajar AlAsqalaniy
        rahimahullah:
        Telah jelas dan kuat riwayat yang sampai
        padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang
        meniti kesempurnaan iman 67
        ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yang
        berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul
        saw bertanya maka mereka berkata
        “Hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun
        dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami
        berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt,
        maka bersabda Rasul saw:
        “Kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”,
        maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas
        anugerah yang diberikan pada suatu hari tertentu
        setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa
        didapatkan dengan pelbagai cara, seperti sujud
        syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur ’an,
        maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan
        Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “Sungguh
        Allah telah memberikan anugerah pada orangorang
        mu’min ketika dibangkitkannya Rasul dari
        mereka” (QS. Al Imran: 164)
        2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin AsSuyuthi
        rahimahullah:
        Telah jelas padaku bahwa telah muncul
        riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw berakikah
        untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi
        68 meniti kesempurnaan iman
        (Ahaditsulmukhtarah hadis No.1832 dengan sanad
        shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9
        hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah
        ber-aqiqah untuknya kakeknya Abdulmuttalib
        saat usia beliau saw berunur 7 tahun, dan aqiqah
        tak mungkin diperbuat dua kali.
        Maka jelaslah bahwa aqiqah beliau saw
        yang kedua atas dirinya adalah sebagai tanda
        syukur beliau saw kepada Allah swt yang telah
        membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan
        lil’aalamiin dan membawa Syariah untuk
        ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk
        menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau
        saw dengan mengumpulkan teman teman dan
        saudara saudara, menjamu dengan makanan –
        makanan dan yang serupa itu untuk mendekatkan
        diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan
        Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku
        khusus mengenai perayaan maulid dengan nama
        “Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.
        3.Pendapat Imam Al Hafidh AbuSyaamah
        rahimahullah (guru Imam Nawawi):
        Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia di
        meniti kesempurnaan iman 69
        zaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat
        setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan
        banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu
        para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan
        Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada
        beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan
        kelahiran Nabi saw.
        4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin
        Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif
        bitta’rif MaulidisSyariif:
        Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan
        dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu? ia
        menjawab:
        “Di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap
        malam senin, itu semua sebab aku membebaskan
        budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas
        kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah
        menyusuinya (saw)” (shahih Bukhari).
        Maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur’an
        turun mengatakannya di neraka mendapat
        keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran
        Nabi saw, maka bagaimana dengan muslim ummat
        Muhammad saw yang gembira atas kelahiran Nabi
        70 meniti kesempurnaan iman
        saw? maka demi usiaku, sungguh balasan dari
        Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh – sungguh
        ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya
        dengan sebab Anugerah-Nya.
        5. Pendapat Imam Alhafidh Syamsuddin bin
        Nashiruddin Addimasyqiy rahimahullah
        dalam kitabnya Auridusshaadiy fii Maulidul
        Haadiy:
        Serupa dengan ucapan Imamul Qurra’
        Alhafidh Syamsuddin Aljazriy, yaitu menukil
        hadits Abu Lahab.
        6. Pendapat Imam Al Hafidh AsSakhawiy
        rahimahullah dalam kitab Sirah
        Al Halabiyah:
        Berkata ”Tidak dilaksanakan maulid oleh
        salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan
        setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat
        islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah
        pada malamnya dengan berbagai macam sedekah
        dan memperhatikan pembacaan maulid, dan
        berlimpah terhadap mereka keberkahan yang
        sangat besar”.
        meniti kesempurnaan iman 71
        7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah:
        Dalam syarahnya maulid Ibn Hajar berkata:
        ”Ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah
        pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi
        saw”.
        8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah:
        Dengan karangan maulidnya yang terkenal
        ”Al Aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan
        maulid, ”Sesungguhnya membawa keselamatan
        tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai
        semua maksud dan keinginan bagi siapa yang
        membacanya serta merayakannya”.
        9. Imam Al Hafidh AlQasthalani rahimahullah:
        Dalam kitabnya ”Al Mawahibulladunniyyah”
        juz 1 hal 148 cetakan al maktab Al Islami berkata:
        ”Maka Allah akan menurukan rahmat-Nya kepada
        orang yang menjadikan hari kelahiran Nabi saw
        sebagai hari besar”.
        10. Imam Al Hafidh Al Muhaddits AbulKhattab
        Umar bin Ali bin Muhammad rahimahullah
        yang terkenal dengan Ibn Dihyah AlKalbi:
        72 meniti kesempurnaan iman
        Dengan karangan maulidnya yang bernama
        ”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”.
        11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin
        Muhammad bin Abdullah AlJuzri
        rahimahullah:
        Dengan maulidnya ”Urfu at ta’rif bi maulid
        assyarif”.
        12. Imam Al Hafidh Ibn Katsir rahimahullah:
        Yang karangan kitab maulidnya dikenal
        dengan nama ”Maulid Ibn Katsir”.
        13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy rahimahullah:
        Dengan maulidnya ”Maurid al hana fi maulid
        assana”.
        14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy
        rahimahullah:
        Telah mengarang beberapa maulid ”Jaami’
        al astar fi maulid nabi al mukhtar” 3 jilid,
        ”Al lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq”,
        ”Maurud asshadi fi maulid al hadi”.
        meniti kesempurnaan iman 73
        15. Imam AsSyakhawiy rahimahullah:
        Dengan maulidnya ”Al fajr al ulwi fi maulid
        an nabawi”.
        16. Al Allamah Al faqih Ali Zainal Abidin
        AsSyamuhdi:
        Dengan maulidnya ”Al mawarid al haniah
        fi maulid khairil bariyyah”.
        17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman
        bin Ali bin Muhammad AsSyaibaniy yang
        terkenal dengan nama Ibn Diba’:
        Dengan maulidnya ”AdDibai’i”.
        18. Imam Ibn Hajar Alhaitsami:
        Dengan maulidnya ”Itmam anni’mah alal
        alam bi maulid syayidi waladu adam”.
        19. Imam Ibrahim Baajuri:
        Mengarang hasiah atas maulid Ibn hajar
        dengan nama ”Tuhfah al basyar ala maulid Ibn
        hajar”.
        74 meniti kesempurnaan iman
        20. Al Allamah Ali Al Qari’:
        Dengan maulidnya ”Maurud arrowi fi
        maulid nabawi”.
        21. Al Allamah Al Muhaddits Ja’far bin Hasan
        AlBarzanji:
        Dengan maulidnya yang terkenal ”Maulid
        Barzanji”.
        22. Al Imam Al Muhaddist Muhammad bin Jakfar
        Al Kattani:
        Dengan maulid ”Al yaman wal is’ad bi
        maulid khair al ibad”.
        23. Al Allamah Syeikh Yusuf bin Ismail
        AnNabhaniy:
        Dengan maulid ”Al jawahir an nadmu al
        badi fi maulid as syafii’”.
        24. Imam Ibrahim AsSyaibaniy:
        Dengan maulidnya ”Al maulid musthofa
        adnaani”.
        meniti kesempurnaan iman 75
        25. Imam Abdulghaniy Annablisy:
        Dengan maulidnya ”Al alam al ahmadi fi
        maulid muhammadi”.
        26. Syihabuddin Al Halwani:
        Dengan maulid ”Fath al latif fi syarah maulid
        assyarif”.
        27. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati:
        Dengan maulid ”Al kaukab al azhar alal ’iqdu
        al jauhar fi maulid nadi al azhar”.
        28. AsSyeikh Ali Attanthowiy:
        Dengan maulid ”Nur as shofa’ fi maulid al
        musthofa”.
        29. AsSyeikh Muhammad Al Maghribi:
        Dengan maulid ”At tajaliat al khifiah fi maulid
        khoir al bariah”.
        Tiada satupun para Muhadditsin dan para
        Imam yang menentang dan melarang hal ini,
        mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan
        Muhadditsin yang menentang maulid sebagaimana
        76 meniti kesempurnaan iman
        disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka
        mereka ternyata hanya menggunting dan memotong
        ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yang jelas
        – jelas meniru kelicikan para misionaris dalam
        menghancurkan Islam.
        Berdiri saat Mahal Qiyam dalam
        pembacaan Maulid
        Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan
        Qiyas dari menyambut kedatangan Islam dan
        Syariah Rasul saw, dan menunjukkan semangat
        atas kedatangan sang pembawa risalah pada
        kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana
        penghormatan yang dianjurkan oleh Rasul saw
        adalah berdiri, diriwayatkan ketika Sa’ad bin
        Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada
        kaum Anshar
        “Berdirilah untuk tuan kalian” (Shahih
        Bukhari hadits No.2878, Shahih Muslim hadits
        no.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra
        untuk Ka’ab bin Malik ra.
        Memang mengenai berdiri penghormatan ini
        ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yang dijelaskan
        meniti kesempurnaan iman 77
        bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya
        bawahan untuk majikannya, juga berdirinya murid
        untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk
        kedatangan Imam yang adil dan yang semacamnya
        merupakan hal yang baik, dan berkata Imam
        Bukhari bahwa yang dilarang adalah berdiri untuk
        pemimpin yang duduk, dan Imam Nawawi yang
        berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka
        tidak apa-apa, sebagaimana Nabi saw berdiri untuk
        kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang,
        namun ada pula pendapat lain yang melarang
        berdiri untuk penghormatan (Rujuk Fathul Baari
        Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala
        Shahih Muslim juz 12 hal 93).
        Namun dari semua pendapat itu, tentulah
        berdiri saat mahal qiyam dalam membaca maulid
        itu tak ada hubungan apa–apa dengan semua
        perselisihan itu, karena Rasul saw tidak dhohir
        dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan
        ruh Rasul saw hadir saat pembacaan maulid, itu
        bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah
        masalah ghaib yang tak bisa disyarahkan dengan
        hukum dhohir,
        78 meniti kesempurnaan iman
        Semua ucapan diatas adalah perbedaan
        pendapat mengenai berdiri penghormatan yang
        Rasul saw pernah melarang agar sahabat tak berdiri
        untuk memuliakan beliau saw.
        J a u h b e r b e d a b i l a k i t a y a n g b e r d i r i
        penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak
        terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa
        berdiri kita adalah bentuk semangat kita menyambut
        risalah Nabi saw, dan penghormatan kita kepada
        kedatangan Islam, dan kerinduan kita pada nabi
        saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw
        setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau
        saw.
        Di r iwaya tkan bahwa Imam Al ha f idh
        Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang
        Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa
        ia berkumpul bersama para Muhaddits dan Imam
        Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yang
        padanya dibacakan puji – pujian untuk Nabi saw,
        lalu diantara syair – syair itu merekapun seraya
        berdiri termasuk Imam Assubkiy dan seluruh
        Imam–imam yang hadir bersamanya, dan didapatkan
        kesejukan yang luhur dan cukuplah perbuatan
        mereka itu sebagai panutan.
        meniti kesempurnaan iman 79
        Dan berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy
        rahimahullah bahwa “Bid’ah hasanah sudah
        menjadi kesepakatan para imam bahwa itu
        merupakan hal yang sunnah, (berlandaskan hadist
        Shahih Muslim No.1017 yang terncantum pada
        Bab Bid’ah) yaitu bila dilakukan mendapat pahala
        dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan
        mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah
        hasanah”.
        Da n b e r k a t a p u l a Imam As s a k h awi y
        rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah
        mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah
        dan perayaan agung ini diseluruh dunia dan membawa
        keberkahan bagi mereka yg mengadakannya (Sirah
        Al Halabiyah Juz 1 hal 137).
        Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan
        mengumpulkan para muslimin untuk Medan Tablig
        dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan
        ceramah islami yang diselingi bershalawat dan
        salam pada Rasul saw, dan puji – pujian pada Allah
        dan Rasul saw yang sudah diperbolehkan oleh Rasul
        saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka
        pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya
        adalah kebangkitan risalah pada ummat yang
        80 meniti kesempurnaan iman
        dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun
        tak akan ada yang mengingkarinya karena jelas
        – jelas merupakan salah satu cara membangkitkan
        keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas
        dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar’an
        (secara logika dan hukum syariah), karena hal ini
        merupakan hal yang mustahab (yang dicintai).
        Sebagaiman kaidah syariah bahwa “Maa
        Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua
        yang menjadi penyebab kewajiban dengannya
        maka hukumnya wajib.
        Contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui
        bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya wajib,
        dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu
        waktu saat kita akan melakukan shalat kebetulan
        kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus
        membeli dulu, maka membeli baju hukumnya
        berubah menjadi wajib, karena perlu dipakai untuk
        melaksanakan shalat yang wajib.
        Contoh lain misalnya sunnah menggunakan
        siwak, dan membuat kantong baju hukumnya
        mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan
        membawa siwak dan baju kita tidak berkantong,
        maka perlulah bagi kita membuat kantong baju
        meniti kesempurnaan iman 81
        untuk menaruh siwak, maka membuat kantong
        baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya,
        karena diperlukan untuk menaruh siwak yang
        hukumnya sunnah.
        Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan
        untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan dakwah
        merupakan hal yang wajib pada suatu kaum bila
        dalam kemungkaran, dan ummat sudah tidak peduli
        dengan Nabinya saw, tak pula peduli apalagi
        mencintai Sang Nabi saw dan rindu pada sunnah
        beliau saw, dan untuk mencapai tabligh ini adalah
        dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan
        maulid ini menjadi wajib, karena menjadi perantara
        Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang
        Nabi saw serta silaturahmi.
        Sebagaimana penulisan Alqur ’an yang
        merupakan suatu hal yang tidak perlu dizaman Nabi
        saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa
        para sahabat karena sahabat mulai banyak yang
        membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi
        wajib hukumnya setelah banyaknya para sahabat
        yang wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an
        dari ummat, walaupun Allah telah menjelaskan
        bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.
        82 meniti kesempurnaan iman
        Ha l s ema c am ini t e l ah di f ahami da n
        dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat
        radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin,
        para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin
        yang awam, namun hanya sebagian saudara–
        saudara kita muslimin yang masih bersikeras
        untuk menentangnya, semoga Allah memberi
        mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin.
        (Walillahittaufiq).

    • Tanggapan Habib Munzir Al Musawa
      mengenai mereka yang mengingkari Maulid:
      “Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw”.

      Ketika kita membaca kalimat disamping maka
      didalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat
      ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian
      kelompok muslimin, saya akan meringkas
      penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika
      dan syariah).
      Si f a t ma n u s i a c e n d e r u n g me r a y a k a n
      sesuatu yang membuat mereka gembira, apakah
      keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya,
      mereka merayakannya dengan pesta, mabuk
      mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau
      bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian
      adat istiadat diseluruh dunia.
      Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana
      kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.
      Allah merayakan hari kelahiran para Nabi-Nya:
      • Firman Allah: “(Isa berkata dari dalam perut
      ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari
      kelahiranku, dan hari aku wafat, dan
      hari aku dibangkitkan” (QS. Maryam:
      33).
      • Firman Allah: “Salam Sejahtera dari kami
      (untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan
      hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan”
      (QS. Maryam: 15).
      • Rasul saw lahir dengan keadaan sudah
      dikhitan (Almustadrak ala shahihain
      hadits No.4177)
      meniti kesempurnaan iman 59
      • Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari
      ibunya yang menjadi pembantunya
      Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda
      Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia
      (ibu Utsman) melihat bintang – bintang
      mendekat hingga ia takut berjatuhan
      diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya
      terang – benderang keluar dari Bunda
      Nabi saw hingga membuat terang
      benderangnya kamar dan rumah (Fathul
      Bari Almasyhur juz 6 hal 583).
      • Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi
      beliau langsung bersujud (Sirah Ibn
      Hisyam).
      • Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim
      bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan
      Nabi saw melihat cahaya yang terang
      – benderang hingga pandangannya
      menembus dan melihat istana – istana
      Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6
      hal 583) .
      • Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh
      singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh
      pula 14 buah jendela besar di Istana
      60 meniti kesempurnaan iman
      Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran
      Persia yang 1000 tahun tak pernah padam
      Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583).
      Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan
      oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul
      menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt
      telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah
      saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula
      membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabinabi
      sebelumnya.
      Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau
      saw.
      Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di
      hari senin, beliau saw menjawab: “Itu adalah hari
      kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih
      Muslim hadits no.1162) dari hadits ini sebagian
      saudara-saudara kita mengatakan boleh merayakan
      maulid Nabi saw asal dengan puasa.
      Rasul saw jelas – jelas memberi pemahaman
      bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau saw
      daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah
      hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak
      meniti kesempurnaan iman 61
      menjawab misalnya: “Oh puasa hari senin itu mulia
      dan boleh – boleh saja..”, namun beliau bersabda:
      “Itu adalah hari kelahiranku” menunjukkan bagi
      beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai
      tambah dari hari-hari lainnya.
      Contoh mudah misalnya Zeyd bertanya pada
      Amir: “Bagaimana kalau kita berangkat umroh
      pada 1 Januari?” maka amir menjawab: “Oh itu
      hari kelahiran saya”.
      Nah.. bukankah jelas – jelas bahwa Zeyd
      memahami bahwa 1 januari adalah hari yang
      berbeda dari hari – hari lainnya bagi Amir? dan
      Amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 Januari
      itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir
      ini termasuk orang yang perhatian pada hari
      kelahirannya, kalau Amir tak acuh dengan hari
      kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut–
      nyebut bahwa 1 Januari adalah hari kelahirannya,
      dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin
      untuk merayakan kelahirannya.
      Pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan
      jawaban beliau saw yang lebih luas dari sekedar
      pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir
      tidak memerintahkan umroh pada 1 januari karena
      62 meniti kesempurnaan iman
      itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yang
      berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya
      dengan puasa saja maka tentunya dari dangkalnya
      pemahaman terhadap ilmu bahasa.
      Orang itu bertanya tentang puasa senin,
      maksudnya boleh atau tidak? Rasul saw menjawab
      hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari
      kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi
      beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa
      dihari itu.
      Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk
      yang perhatian pada hari kelahiran beliau saw,
      karena memang merupakan bermulanya sejarah
      bangkitnya islam.
      Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw.
      Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra:
      “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..”
      maka Rasul saw menjawab: “Silahkan..,maka Allah
      akan membuat bibirmu terjaga” maka Abbas ra
      memuji dengan syair yg panjang, diantaranya:
      “… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari
      kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga
      meniti kesempurnaan iman 63
      terang benderang, dan langit bercahaya dengan
      cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu
      dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami
      terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain
      hadits no.5417).
      Kasih sayang Allah atas kafir yang gembira atas
      kelahiran Nabi saw
      Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib
      melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas
      bertanya padanya:
      “Baga imana ke ada anmu? ” Abu Laha b
      menjawab: “Di neraka, cuma diringankan siksaku
      setiap senin karena aku membebaskan budakku
      Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul
      saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan
      Imam Baihaqi Alkubra hadits No.13701, Syi’bul
      Iman No.281, Fathul Baari Almasyhur juz 11 hal
      431).
      Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam
      barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah
      siksanya atau menguranginya menurut kehendak
      Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari
      64 meniti kesempurnaan iman
      senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul
      saw dengan membebaskan budaknya.
      Walaupun mimpi tidak dapat dijadikan hujjah
      untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi
      dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah
      dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas
      kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu
      dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka
      Imam – imam diatas yang meriwayatkan hal itu
      tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu
      benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan
      mereka tidak mengingkarinya.
      Lebih lagi hal itu teriwayatkan pada Shahih
      Bukhari, dan sebagian para Muhadditsin pun
      mengatakan:
      ”Tidak mudah untuk mengingkari hal ini,
      karena Imam Bukhari meriwayatkan hal itu pada
      shahih nya.
      Karena walaupun hal itu Cuma mimpi
      Abbas ra, tapi sudah berubah menjadi ucapan
      Abbas ra karena ia telah mengucapkannya, dan
      jika hal itu batil maka Sayyidina Abbas ra tak
      akan menceritakannya, dan diperkuat pula Imam
      Bukhari pada Shahih nya meriwayatkan ucapan
      meniti kesempurnaan iman 65
      Abbas ra itu, maka ucapan itu telah menjadi
      hujjah, karena diucapkan oleh Sahabat besar,
      Abbas bin Abdulmuttalib ra paman Nabi saw. Dan
      diriwayatkan pada Shahih Bukhari.
      Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di
      masjid.
      Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid
      Nabawiy yang lalu ditegur oleh Umar ra, lalu
      Hassan berkata
      “Aku sudah baca syair nasyidah disini
      dihadapan orang yang lebih mulia dari engkau
      wahai Umar (yaitu Nabi saw) lalu Hassan berpaling
      pada Abu Hurairah ra dan berkata: “Bukankah
      kau dengar Rasul saw menjawab syairku dengan
      doa: Wahai Allah bantulah ia dengan RuhulQudus?
      maka Abu Hurairah ra berkata: “Betul” (shahih
      Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits
      No.2485).
      Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair
      di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana
      beberapa hadits shahih yang menjelaskan larangan
      syair di masjid, namun jelaslah bahwa yang
      66 meniti kesempurnaan iman
      dilarang adalah syair – syair yang membawa pada
      Ghaflah, pada keduniawian, namun syair – syair
      yang memuji Allah dan Rasul-Nya maka hal itu
      diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan
      didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat
      diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana
      dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar
      khusus untuk Hassan bin Tsabit di masjid agar
      ia berdiri untuk melantunkan syair – syairnya
      (Mustadrak ala Shahihain hadits No.6058, Sunan
      Attirmidzi hadits No.2846) oleh Aisyah ra bahwa
      ketika ada beberapa sahabat yang mengecam
      Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata:
      “Jangan kalian caci Hassan, sungguh ia itu selalu
      membanggakan Rasulullah saw” (Musnad Abu
      Ya’la Juz 8 hal 337).
      Pendapat Para Imam dan Muhaddits
      atas perayaan Maulid
      1. Pendapat Imam Al Hafidh Ibn Hajar AlAsqalaniy
      rahimahullah:
      Telah jelas dan kuat riwayat yang sampai
      padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang
      meniti kesempurnaan iman 67
      ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yang
      berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul
      saw bertanya maka mereka berkata
      “Hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun
      dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami
      berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt,
      maka bersabda Rasul saw:
      “Kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”,
      maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas
      anugerah yang diberikan pada suatu hari tertentu
      setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa
      didapatkan dengan pelbagai cara, seperti sujud
      syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur ’an,
      maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan
      Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “Sungguh
      Allah telah memberikan anugerah pada orangorang
      mu’min ketika dibangkitkannya Rasul dari
      mereka” (QS. Al Imran: 164)
      2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin AsSuyuthi
      rahimahullah:
      Telah jelas padaku bahwa telah muncul
      riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw berakikah
      untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi
      68 meniti kesempurnaan iman
      (Ahaditsulmukhtarah hadis No.1832 dengan sanad
      shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9
      hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah
      ber-aqiqah untuknya kakeknya Abdulmuttalib
      saat usia beliau saw berunur 7 tahun, dan aqiqah
      tak mungkin diperbuat dua kali.
      Maka jelaslah bahwa aqiqah beliau saw
      yang kedua atas dirinya adalah sebagai tanda
      syukur beliau saw kepada Allah swt yang telah
      membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan
      lil’aalamiin dan membawa Syariah untuk
      ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk
      menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau
      saw dengan mengumpulkan teman teman dan
      saudara saudara, menjamu dengan makanan –
      makanan dan yang serupa itu untuk mendekatkan
      diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan
      Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku
      khusus mengenai perayaan maulid dengan nama
      “Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.
      3.Pendapat Imam Al Hafidh AbuSyaamah
      rahimahullah (guru Imam Nawawi):
      Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia di
      meniti kesempurnaan iman 69
      zaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat
      setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan
      banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu
      para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan
      Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada
      beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan
      kelahiran Nabi saw.
      4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin
      Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif
      bitta’rif MaulidisSyariif:
      Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan
      dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu? ia
      menjawab:
      “Di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap
      malam senin, itu semua sebab aku membebaskan
      budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas
      kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah
      menyusuinya (saw)” (shahih Bukhari).
      Maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur’an
      turun mengatakannya di neraka mendapat
      keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran
      Nabi saw, maka bagaimana dengan muslim ummat
      Muhammad saw yang gembira atas kelahiran Nabi
      70 meniti kesempurnaan iman
      saw? maka demi usiaku, sungguh balasan dari
      Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh – sungguh
      ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya
      dengan sebab Anugerah-Nya.
      5. Pendapat Imam Alhafidh Syamsuddin bin
      Nashiruddin Addimasyqiy rahimahullah
      dalam kitabnya Auridusshaadiy fii Maulidul
      Haadiy:
      Serupa dengan ucapan Imamul Qurra’
      Alhafidh Syamsuddin Aljazriy, yaitu menukil
      hadits Abu Lahab.
      6. Pendapat Imam Al Hafidh AsSakhawiy
      rahimahullah dalam kitab Sirah
      Al Halabiyah:
      Berkata ”Tidak dilaksanakan maulid oleh
      salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan
      setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat
      islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah
      pada malamnya dengan berbagai macam sedekah
      dan memperhatikan pembacaan maulid, dan
      berlimpah terhadap mereka keberkahan yang
      sangat besar”.
      meniti kesempurnaan iman 71
      7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah:
      Dalam syarahnya maulid Ibn Hajar berkata:
      ”Ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah
      pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi
      saw”.
      8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah:
      Dengan karangan maulidnya yang terkenal
      ”Al Aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan
      maulid, ”Sesungguhnya membawa keselamatan
      tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai
      semua maksud dan keinginan bagi siapa yang
      membacanya serta merayakannya”.
      9. Imam Al Hafidh AlQasthalani rahimahullah:
      Dalam kitabnya ”Al Mawahibulladunniyyah”
      juz 1 hal 148 cetakan al maktab Al Islami berkata:
      ”Maka Allah akan menurukan rahmat-Nya kepada
      orang yang menjadikan hari kelahiran Nabi saw
      sebagai hari besar”.
      10. Imam Al Hafidh Al Muhaddits AbulKhattab
      Umar bin Ali bin Muhammad rahimahullah
      yang terkenal dengan Ibn Dihyah AlKalbi:
      72 meniti kesempurnaan iman
      Dengan karangan maulidnya yang bernama
      ”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”.
      11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin
      Muhammad bin Abdullah AlJuzri
      rahimahullah:
      Dengan maulidnya ”Urfu at ta’rif bi maulid
      assyarif”.
      12. Imam Al Hafidh Ibn Katsir rahimahullah:
      Yang karangan kitab maulidnya dikenal
      dengan nama ”Maulid Ibn Katsir”.
      13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy rahimahullah:
      Dengan maulidnya ”Maurid al hana fi maulid
      assana”.
      14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy
      rahimahullah:
      Telah mengarang beberapa maulid ”Jaami’
      al astar fi maulid nabi al mukhtar” 3 jilid,
      ”Al lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq”,
      ”Maurud asshadi fi maulid al hadi”.
      meniti kesempurnaan iman 73
      15. Imam AsSyakhawiy rahimahullah:
      Dengan maulidnya ”Al fajr al ulwi fi maulid
      an nabawi”.
      16. Al Allamah Al faqih Ali Zainal Abidin
      AsSyamuhdi:
      Dengan maulidnya ”Al mawarid al haniah
      fi maulid khairil bariyyah”.
      17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman
      bin Ali bin Muhammad AsSyaibaniy yang
      terkenal dengan nama Ibn Diba’:
      Dengan maulidnya ”AdDibai’i”.
      18. Imam Ibn Hajar Alhaitsami:
      Dengan maulidnya ”Itmam anni’mah alal
      alam bi maulid syayidi waladu adam”.
      19. Imam Ibrahim Baajuri:
      Mengarang hasiah atas maulid Ibn hajar
      dengan nama ”Tuhfah al basyar ala maulid Ibn
      hajar”.
      74 meniti kesempurnaan iman
      20. Al Allamah Ali Al Qari’:
      Dengan maulidnya ”Maurud arrowi fi
      maulid nabawi”.
      21. Al Allamah Al Muhaddits Ja’far bin Hasan
      AlBarzanji:
      Dengan maulidnya yang terkenal ”Maulid
      Barzanji”.
      22. Al Imam Al Muhaddist Muhammad bin Jakfar
      Al Kattani:
      Dengan maulid ”Al yaman wal is’ad bi
      maulid khair al ibad”.
      23. Al Allamah Syeikh Yusuf bin Ismail
      AnNabhaniy:
      Dengan maulid ”Al jawahir an nadmu al
      badi fi maulid as syafii’”.
      24. Imam Ibrahim AsSyaibaniy:
      Dengan maulidnya ”Al maulid musthofa
      adnaani”.
      meniti kesempurnaan iman 75
      25. Imam Abdulghaniy Annablisy:
      Dengan maulidnya ”Al alam al ahmadi fi
      maulid muhammadi”.
      26. Syihabuddin Al Halwani:
      Dengan maulid ”Fath al latif fi syarah maulid
      assyarif”.
      27. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati:
      Dengan maulid ”Al kaukab al azhar alal ’iqdu
      al jauhar fi maulid nadi al azhar”.
      28. AsSyeikh Ali Attanthowiy:
      Dengan maulid ”Nur as shofa’ fi maulid al
      musthofa”.
      29. AsSyeikh Muhammad Al Maghribi:
      Dengan maulid ”At tajaliat al khifiah fi maulid
      khoir al bariah”.
      Tiada satupun para Muhadditsin dan para
      Imam yang menentang dan melarang hal ini,
      mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan
      Muhadditsin yang menentang maulid sebagaimana
      76 meniti kesempurnaan iman
      disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka
      mereka ternyata hanya menggunting dan memotong
      ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yang jelas
      – jelas meniru kelicikan para misionaris dalam
      menghancurkan Islam.
      Berdiri saat Mahal Qiyam dalam
      pembacaan Maulid
      Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan
      Qiyas dari menyambut kedatangan Islam dan
      Syariah Rasul saw, dan menunjukkan semangat
      atas kedatangan sang pembawa risalah pada
      kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana
      penghormatan yang dianjurkan oleh Rasul saw
      adalah berdiri, diriwayatkan ketika Sa’ad bin
      Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada
      kaum Anshar
      “Berdirilah untuk tuan kalian” (Shahih
      Bukhari hadits No.2878, Shahih Muslim hadits
      no.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra
      untuk Ka’ab bin Malik ra.
      Memang mengenai berdiri penghormatan ini
      ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yang dijelaskan
      meniti kesempurnaan iman 77
      bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya
      bawahan untuk majikannya, juga berdirinya murid
      untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk
      kedatangan Imam yang adil dan yang semacamnya
      merupakan hal yang baik, dan berkata Imam
      Bukhari bahwa yang dilarang adalah berdiri untuk
      pemimpin yang duduk, dan Imam Nawawi yang
      berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka
      tidak apa-apa, sebagaimana Nabi saw berdiri untuk
      kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang,
      namun ada pula pendapat lain yang melarang
      berdiri untuk penghormatan (Rujuk Fathul Baari
      Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala
      Shahih Muslim juz 12 hal 93).
      Namun dari semua pendapat itu, tentulah
      berdiri saat mahal qiyam dalam membaca maulid
      itu tak ada hubungan apa–apa dengan semua
      perselisihan itu, karena Rasul saw tidak dhohir
      dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan
      ruh Rasul saw hadir saat pembacaan maulid, itu
      bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah
      masalah ghaib yang tak bisa disyarahkan dengan
      hukum dhohir,
      78 meniti kesempurnaan iman
      Semua ucapan diatas adalah perbedaan
      pendapat mengenai berdiri penghormatan yang
      Rasul saw pernah melarang agar sahabat tak berdiri
      untuk memuliakan beliau saw.
      J a u h b e r b e d a b i l a k i t a y a n g b e r d i r i
      penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak
      terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa
      berdiri kita adalah bentuk semangat kita menyambut
      risalah Nabi saw, dan penghormatan kita kepada
      kedatangan Islam, dan kerinduan kita pada nabi
      saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw
      setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau
      saw.
      Di r iwaya tkan bahwa Imam Al ha f idh
      Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang
      Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa
      ia berkumpul bersama para Muhaddits dan Imam
      Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yang
      padanya dibacakan puji – pujian untuk Nabi saw,
      lalu diantara syair – syair itu merekapun seraya
      berdiri termasuk Imam Assubkiy dan seluruh
      Imam–imam yang hadir bersamanya, dan didapatkan
      kesejukan yang luhur dan cukuplah perbuatan
      mereka itu sebagai panutan.
      meniti kesempurnaan iman 79
      Dan berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy
      rahimahullah bahwa “Bid’ah hasanah sudah
      menjadi kesepakatan para imam bahwa itu
      merupakan hal yang sunnah, (berlandaskan hadist
      Shahih Muslim No.1017 yang terncantum pada
      Bab Bid’ah) yaitu bila dilakukan mendapat pahala
      dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan
      mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah
      hasanah”.
      Da n b e r k a t a p u l a Imam As s a k h awi y
      rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah
      mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah
      dan perayaan agung ini diseluruh dunia dan membawa
      keberkahan bagi mereka yg mengadakannya (Sirah
      Al Halabiyah Juz 1 hal 137).
      Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan
      mengumpulkan para muslimin untuk Medan Tablig
      dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan
      ceramah islami yang diselingi bershalawat dan
      salam pada Rasul saw, dan puji – pujian pada Allah
      dan Rasul saw yang sudah diperbolehkan oleh Rasul
      saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka
      pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya
      adalah kebangkitan risalah pada ummat yang
      80 meniti kesempurnaan iman
      dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun
      tak akan ada yang mengingkarinya karena jelas
      – jelas merupakan salah satu cara membangkitkan
      keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas
      dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar’an
      (secara logika dan hukum syariah), karena hal ini
      merupakan hal yang mustahab (yang dicintai).
      Sebagaiman kaidah syariah bahwa “Maa
      Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua
      yang menjadi penyebab kewajiban dengannya
      maka hukumnya wajib.
      Contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui
      bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya wajib,
      dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu
      waktu saat kita akan melakukan shalat kebetulan
      kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus
      membeli dulu, maka membeli baju hukumnya
      berubah menjadi wajib, karena perlu dipakai untuk
      melaksanakan shalat yang wajib.
      Contoh lain misalnya sunnah menggunakan
      siwak, dan membuat kantong baju hukumnya
      mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan
      membawa siwak dan baju kita tidak berkantong,
      maka perlulah bagi kita membuat kantong baju
      meniti kesempurnaan iman 81
      untuk menaruh siwak, maka membuat kantong
      baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya,
      karena diperlukan untuk menaruh siwak yang
      hukumnya sunnah.
      Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan
      untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan dakwah
      merupakan hal yang wajib pada suatu kaum bila
      dalam kemungkaran, dan ummat sudah tidak peduli
      dengan Nabinya saw, tak pula peduli apalagi
      mencintai Sang Nabi saw dan rindu pada sunnah
      beliau saw, dan untuk mencapai tabligh ini adalah
      dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan
      maulid ini menjadi wajib, karena menjadi perantara
      Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang
      Nabi saw serta silaturahmi.
      Sebagaimana penulisan Alqur ’an yang
      merupakan suatu hal yang tidak perlu dizaman Nabi
      saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa
      para sahabat karena sahabat mulai banyak yang
      membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi
      wajib hukumnya setelah banyaknya para sahabat
      yang wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an
      dari ummat, walaupun Allah telah menjelaskan
      bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.
      Ha l s ema c am ini t e l ah di f ahami da n
      dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat
      radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin,
      para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin
      yang awam, namun hanya sebagian saudara–
      saudara kita muslimin yang masih bersikeras
      untuk menentangnya, semoga Allah memberi
      mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin.
      (Walillahittaufiq).

  5. Biss, AWW Semoga kita bertambah ilmu dari diskusi yang ilmiayah ini,, semoga pa ustad dan pak kiyai yang nimbrung di blok ini bertambah aktif dalam berdakwah lewat internet.. mungkin ini yang di sebut rahmat dari ikhtilaf.. dari diskusi ini banyak pihak yang bertambah pengetahuannya,, khususnya masalah maulid Nabi SAW..Saya juga merasa selama 29 tahun di tanah air setiap tahun selalu merayakan muludan. kemudian saya bandingkan dengan keberadaan saya selama 9 tahun di saudi tidak mernah merayakan maulid Nabi SAW.. ada perbedaan dalam diri saya yang sy rasakan.. perasaan ini kemungkinan tidak sama dengan apa yang di rasakan orang lain.. namanya juga perasaan,, sy pikir beda dikit atau banyak bagaimana yang marasakannya.. tidak jd amsalah.. dan seandainya tidak cocok dengan pengalaman orang2 lain pun tidak apa2 semaoga kita di beri kelapangan dada dlm menerima perbedaan dan beda cara pandang.. tahun pertama di arab dan tatkala datang musim muludan, sebagaimana di tanah air, sy bertanya pd teman2, kenapa tdk ada acara muludan? teman2 bilang kl di arab tidak boleh di rayakan muludan,, berat memang meninggalkan kebiasaan baik tersebut,, tapi apa boleh buat, krn sy berada di negeri orang saya harus menghormati mazhab tempatan. waktu terus bergulir…. selama di arab saya dan teman2 setiap hari jum’at jam 13 sampai beres sering mengikuti kajian ilmu2 hadis dan diskusi2 masalah agama.. di arab yang tidak mengadakan muludan tapi perhatiannya baik perorangan maupun pihak islamic center sangat menginginkan memperkenalkan islam secara kaffah ke pd setiap orang, terbukti , pihak islamic center sering mengadakan kunjungan dan membagikan buku2 gratis ke daerah pelosok2 di arab saudi sesuai dengan bahasa2 masing2.. kita sadar begutu banyak ulama2 yang di cetak oleh ulama2 yang mukim di saudi,, dan selanjutnya ulama tersebut pulang ke tanah air menjadi orang penting dalam mencerdaskan bangsa kita, seperti KH Agus Salim, Buya HAMKA, Dr Quraisi hab, Habib Rizik, DR Hudayat NW, dan Ratusan Ulama2 yang mengharumkan bangsa indonesia, kita sebagai warga indonesia ikut bangga, sekarang ratusan mahasiswa indonesia sedang mencari ilmu di saudi (mahasiswa) dan ratusan yang berangan2 agar bisa kuliyah di ksa.. dan sekitar 2 juta TKW yang kerja di arab, belum yang TKL dan yang di luar hitunganitu, dan masih banyak kebaikan saudi yang lain nya yang kita tau atau tidak tau,, sdh sepantasnya kita menahan diri dari umpatan dan caci maki,, apalagi masalah khilapiyah bahkan wahabi di bawa2, sebaiknya kita menahandiri padanya, kecuali para Masaikh yang sudah pantas untuk memberikan penjelasan yang sipatnya sangat ilmiayah, sedang yang masih belum bisa adil, saya harapkan membaca saja,, dari pada nambah2 dosa..
    Ada anggapan kl orang yang tidak merayakan muludan katanya tidak sayang dan tidak cinta pd Nabi SAW.. apakah benar ungkapan tersebut? di atas sudah di ungkapkan hadis dan ayat2 juga qoul ulama.. semuanya sudah jelas dan tinggal kita yang harus menahan diri dari saling mencela,, silakan diskusi dengan memaparkan se ilmia mungkin.. bagi saya kurang setuju kl di katakan bahwa orang yang tidak merayakan muludan tdk sayang dn tdk cinta pada Nabi SAW.. nyatanya banyak mereka yang tidak merayakan muludan dalam melaksanakan sunah nabi SAW, mereka lebih banyak dan lebih Sungguh2 dengan hadits Nabi SAW.. Imam Syafi’i. ra. pernah di tuduh rafidhoh, dan beliau bilang: kl orang2 rfidhoh itu yang paling cinta dan paling banyak mengamalkan hadis,, maka aku golongan mereka.. (mohon maaf apabila kt2 kurang pas dgn teks asli) mari kita jeli dalam merenungkan dan pintar dalam berpikir, tapi kita harus sadara akan setatus kita sebagai muslim/islam yang artinya Berserah.. mari kita renungkan apakah kita sudah sepenuhnya berserah diri kpd Allah SWT? kita sering merayakn muludan ,, mari kita renungkan,, sudah sejauh mana sunah nabi SAW yang kita laksanakan.. (Sesungguhnya pd Diri nabi SAW terdapat suri tauladan yang baik ,,,,,,,,,,,ila ahir ayat) mari kita renungkan sunah apa yang kita laksanakan? kita mengaku cinta pd nabi kita, tapi terkadang tidak satu pun sunah yg kita kerjakan..saya sebutkan beberapa sunah di antaranya,, dan untuk hadits dan arti lengkapnya silakan buka kitab Riyadussolihin.. sebagai contoh apakah kt sell mementingkan sholat ber jamaah? apakah kita berjenggot(laki) ? apakah kita lebih suka baju warna putih? apakah kita sll minum degn tangan kanan dan menyuruh orang2 di sekeliling kita juga? apakah kita sll memperhatikan kebersihan mulut, bau badan, menggunting kuku, apakah anak kita sudah benar bacaan Al quran nya? apakah saya.anak saya, istrisaya, orang sekitar saya, sudah benar toharohnya, bacaan sholatnya, dan masih banyak yang harus kita perhatikan di sekeliling kita karena kita bakal di tanya tentang tanggungjawab kita di hari penghisaban nanti.. itulah saya, terkadang gajah di depan mata luput dari penglihatan, tapi semut di sumedang kelihatan.. (meureun we da semutna di poto terus di save di coputer) tulisan ini semata2 pengalaman dan tdk ada maksud menggurui, hanya memberika masukan . siapa tau bermanfaat,, toh seandainya tidak bermanfaat di hapus juga nda apa2.. jangan takut HAM.. sewaktu ana menulis ini, di TV Al Fajr sedang di adakan musabaqoh Al Mizmar di kohiro mesir,, dan di tampilkan juga anak2 umur SD yang sudah hapal 10 sampe 15 juz,, dengan suara bagus dan makhrojul hurup yang pasih,, maksud sy menceritakan ini adalah mari kita lebih perhatian lagi dengan anak2 kita tentang hapalan2nya,, Dinginkan hatikita dengan tilawah2 ayat suci,, apalagi yang mengaji itu istri kita,anak kita, masyaAllah Ya Allah Ampunilah dosa2 kami dan janganlah Engkau biarkan hati kami benci/ hasad terhadap saudara2 kami ya Allah..Ya Allah berilah kami kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di Akherat dan jauhkan kami dari siksa neraka , Ya Robbal ‘alamin..

    –> cuma ada yang kurang mbak/mas .. kurang paragraf.

    Ketika seorang suami setiap hari/bulan/tahun menyatakan I love you pada istrinya, maka itulah cara ungkapan rasa cintanya. Ketika orang-orang merasa cocok dan kemudian menirunya .. maka biarkan, atau jika baik untuk anda, tirulah sekalian. Jika itu mendekatkan hubungan keluarga dan diniatkan semoga rumah tangganya sakinah, maka itu menjadi hal yang baik, bernilai ibadah, dan berpahala.

    Jika ada orang yang tak suka mengungkapkan rasa cintanya dengan cara di atas .. biarkanlah. Mungkin dia mengungkapkannya dengan cara lain.

    Namun ketika dua hal di atas kemudian dipertentangkan dengan tuduhan2 keji .. inilah yang tak baik.

    Wallahu a’lam.

    • tanpa banyak basa basi…… menurut alfaqir : mengingat Alloh dan mengingat Rosul itu mrpk perbuatan yg terpuji bagaimana dan kapanpun caranya.

      • Tapi kalau cara pelaksanaannya diada adakan, berarti ikut hawa nafsu dong bos.

        Memuji beliau itu diperintahkan oleh Allah Subhanahu wata’ala dan Rosul Sholallhu alaihi wasallam, ngga ada pertentangan, setuju. begitu juga membaca siroh, syair, atau yang lainnya.

        sayang caranya itu lho, kok ngga disunnahkan ya. kan perayaan itu muncul dari kalangan orang syiah di mesir dulu.

        aku sih ngga ada urusan dengan wahabi kek, aswaja kek, buat apa.

        aku ingin mengamalkan islam ini dengan benar, sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah dan Rosulnya, juga generasi pertama ummat ini, sahabat, tabiin, tabiit tabiin melakukannya.

Leave a comment