Melafalkan Niat Shalat menurut 4 Madzab

Penjelasan di bawah tentang melafalkan niat sholat saya kira cukup jelas. Ini merupakan kelanjutan (catatan lain) dari dua buah artikel tentang niat sholat terdahulu.

Melafalkan Niat dalam Shalat

Sebenarnya tentang melafalkan atau mengucapkan niat, misalnya membaca “Ushalli fardla dzuhri arba’a raka’atin mustaqbilal kiblati ada’an lillahi ta’ala” (Saya berniat melakukan shalat fardlu dzuhur empat rakaat dengan menghadap kiblat dan tepat pada waktunya semata-mata karena Allah SWT) pada menjelang takbiratul ihram dalam shalat dzuhur adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan di kalangan warga NU (nahdliyin). Tetapi sepertinya menjadi asing dan sesuatu yang disoal oleh sebagian kalangan yang tidak sepemahaman dengan warga nahdliyin.

Adapun hukum melafalkan niat shalat pada saat menjelang takbiratul ihram menurut kesepakatan para pengikut mazhab Imam Syafi’iy (Syafi’iyah) dan pengikut mazhab Imam Ahmad bin Hambal (Hanabilah) adalah sunnah, karena melafalkan niat sebelum takbir dapat membantu untuk mengingatkan hati sehingga membuat seseorang lebih khusyu’ dalam melaksanakan shalatnya.

Jika seseorang salah dalam melafalkan niat sehingga tidak sesuai dengan niatnya, seperti melafalkan niat shalat ‘Ashar tetapi niatnya shalat Dzuhur, maka yang dianggap adalah niatnya bukan lafal niatnya. Sebab apa yang diucapkan oleh mulut itu (shalat ‘Ashar) bukanlah niat, ia hanya membantu mengingatkan hati. Salah ucap tidak mempengaruhi niat dalam hati sepanjang niatnya itu masih benar.

Menurut pengikut mazhab Imam Malik (Malikiyah) dan pengikut Imam Abu Hanifah (Hanafiyah) bahwa melafalkan niat shalat sebelum takbiratul ihram tidak disyari’atkan kecuali bagi orang yang terkena penyakit was-was (peragu terhadap niatnya sendiri). Menurut penjelasan Malikiyah, bahwa melafalkan niat shalat sebelum takbir menyalahi keutamaan (khilaful aula), tetapi bagi orang yang terkena penyakit was-was hukum melafalkan niat sebelum shalat adalah sunnah. Sedangkan penjelasan al Hanafiyah bahwa melafalkan niat shalat sebelum takbir adalah bid’ah, namun dianggap baik (istihsan) melafalkan niat bagi orang yang terkena penyakit was-was.

Sebenarnya tentang melafalkan niat dalam suatu ibadah wajib pernah dilakukan oleh Rasulullah saw pada saat melaksanakan ibadah haji.

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلّّمَ يَقُوْلُ لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّاً

“Dari Anas r.a. berkata: Saya mendengar Rasullah saw mengucapkan, “Labbaika, aku sengaja mengerjakan umrah dan haji”.” (HR. Muslim).

Memang ketika Nabi Muhammad SAW melafalkan niat itu dalam menjalankan ibadah haji, bukan shalat, wudlu’ atau ibadah puasa, tetapi tidak berarti selain haji tidak bisa diqiyaskan atau dianalogikan sama sekali atau ditutup sama sekali untuk melafalkan niat.

Memang tempatnya niat ada di hati, tetapi untuk sahnya niat dalam ibadah itu disyaratkan empat hal, yaitu Islam, berakal sehat (tamyiz), mengetahui sesuatu yang diniatkan dan tidak ada sesuatu yang merusak niat. Syarat yang nomor tiga (mengetahui sesuatu yang diniatkan) menjadi tolok ukur tentang diwajibkannya niat. Menurut ulama fiqh, niat diwajibkan dalam dua hal. Pertama, untuk membedakan antara ibadah dengan kebiasaan (adat), seperti membedakan orang yang beri’tikaf di masjid dengan orang yang beristirah di masjid. Kedua, untuk membedakan antara suatu ibadah dengan ibadah lainnya, seperti membedakan antara shalat Dzuhur dan shalat ‘Ashar.

Karena melafalkan niat sebelum shalat tidak termasuk dalam dua kategori tersebut tetapi pernah dilakukan Nabi Muhammad dalam ibadah hajinya, maka hukum melafalkan niat adalah sunnah. Imam Ramli mengatakan:

وَيُنْدَبُ النُّطْقُ بِالمَنْوِيْ قُبَيْلَ التَّكْبِيْرِ لِيُسَاعِدَ اللِّسَانُ القَلْبَ وَلِأَنَّهُ أَبْعَدُ عَنِ الوِسْوَاسِ وَلِلْخُرُوْجِ مِنْ خِلاَفِ مَنْ أَوْجَبَهُ

“Disunnahkan melafalkan niat menjelang takbir (shalat) agar mulut dapat membantu (kekhusyu’-an) hati, agar terhindar dari gangguan hati dank arena menghindar dari perbedaan pendapat yang mewajibkan melafalkan niat”. (Nihayatul Muhtaj, juz I,: 437)

Jadi, fungsi melafalkan niat adalah untuk mengingatkan hati agar lebih siap dalam melaksanakan shalat sehingga dapat mendorong pada kekhusyu’an. Karena melafalkan niat sebelum shalat hukumnya sunnah, maka jika dikerjakan dapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Adapun memfitnah, bertentangan dan perpecahan antar umat Islam karena masalah hukum sunnah adalah menyalahi syri’at Allah SWT. Wallahu a’lam bish-shawab.

H.M.Cholil Nafis, MA.
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU
.

Sumber: http://www.nu.or.id/

.

Fatwa-fatwa para ulama Syafi’iyah yang berkaitan dengan talaffudh bin niyyah ini:
− Imam Nawawi dalam kitab Al-Minhaj menyebutkan: “Niat itu tempatnya didalam hati dan disunnatkan melafazkannya sesaat sebelum takbir”.
− Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj II/12 : “Dan disunnatkan melafazkan apa yang diniatkan sesaat menjelang takbir agar supaya lisan dapat menolong hati dan juga untuk keluar dari khilaf orang yang mewajibkannya walaupun (pendapat yang mewajibkan ini) adalah syaz yakni menyimpang. Kesunnatan ini juga karena qiyas terhadap adanya pelafazan dalam niat haji”.

−  Imam Ramli dalam Nihayatul Muhtaj jilid 1/437 : “Dan disunnatkan melafazkan apa yang diniatkan sesaat menjelang takbir agar supaya lisan menolong hati dan karena pelafazan itu dapat menjauhkan dari was-was dan juga untuk keluar dari khilaf orang yang mewajibkan”.

………………………….

Pendapat para ulama madzhab yang empat dalam masalah talaffudh bin niyyah.
− Dr.Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Al-Fighul Islami jilid 1/767 menyebutkan:“Disunnatkan melafazkan niat menurutjumhur ulama selain madzhab Maliki”.
Dalam kitab yang sama jilid 1/214, menurut madzhab Maliki diterangkan bahwa: “Yang utama adalah tidak melafazkan niat kecuali bagi orang yang was-was, maka disunatkanlah baginya melafazkan agar hilang daripadanya keragu-raguan”.
Dengan keterangan diatas dapat kita simpulkan:  Sunnat melafazkan niat shalat atau membaca ushalli sesaat menjelang takbiratul ihram dengan tujuan agar lidah menolong hati atau agar terhindar dari was-was (kebimbangan dan keragu-raguan).

Fatwa semacam ini adalah fatwa dalam madzhab Hanafi, Syafi’i dan madzhab Hambali. Adapun madzhab Maliki, maka disunnatkan bagi yang berpenyakit was-was saja.

Sumber: http://sanggarislamik.blogspot.com/2011/04/bab-7imembaca-ushalli-sebelum.html

 

129 thoughts on “Melafalkan Niat Shalat menurut 4 Madzab

  1. Ia adalah diqiyaskan dari lafaz niat haji.

    Di dalam hadith ertinya :

    Dari saidina umar r.a, beliau berkata : Saya dengan RasuluLLah s.a.w berkata di Wadi Aqiq : datang tadi malam pesuruh dari Tuhanku, ia memerintahkan supaya kita solat di lembah yang diberi berkah ini, dan ucapkanlah “Ini Umrah dalam Haji” (Hadith Sahih riwayat Imam-Bukhari, Sahih BUkhari I hal. 189 – Fathul Bari Juz IV hal 135)

    Imam Ibnu Hajar mengatakan dalam Tuhfah, bahawa Usolli ini diqiyaskan kepada haji. Qiyas adalah salah satu sumber hukum agama.

    Di dalam hadith Muslim :

    Dari Anas bin Malik, beliau berkata : Saya dengar RasuluLLah s.a.w mengucapkan “Labbaika, Aku sengaja mengerjakan umrah dan Haji (Hadith riwayat Muslim – Syarah Muslim Juz VIII, hal 216)

    Diriwayatkan Abu Musa Al-Ashari:
    Saya mendatangi Nabi pada tempat yang disebut AlBatha’. Nabi berkata, “Apakah engkau melaksanakan Ihram untuk Haji ?” Aku katakan,”Ya” Beliau berkata,”Bagaimana engkau mengungkapkan niyatmu?” Saya berkata,”Labbaik untuk melaksanakan Ihram dengan niyat yang sama sebagaimana Rasulullah.” Nabi berkata,”Laksanakan Tawaf keliling Ka’bah antara Safa dan Marwa, dan kemudian menyelesaikan Ihrammu.” Maka aku melaksanakan Thawaf berkeliling Ka’bah dan antara Safa dan Marwa kemudian datang ke wanita dari suku bani Qais yang menghilangkan kutu di rambutku.
    (Sahih Bukhari /5/680)

    Di dalam “Minhaj” satu kitab fiqih induk dalam Madhzhab Syafi’ie. Beliau (Imam Nawawi) menyebutkan : “Dan niat itu adalah di dalam hati. Sunnat pula mengucapkannya sebelum Takbir” (Minhaj pada bab sifat sembahyang)

    “Dan sunnat mengucapkan sesuatu yang diniatkan sebelum takbir, gunanya supaya bacaan dapat menolong hati, dan supaya jangan terlalu jauh dari fatwa orang yang memfatwakan wajib” (Fathul Mu’in bab Sifatthussholah, Zainuddin al Malibary)

    • Saudara saudaraku terlepas dari benar dan salah itu semua adalah hak dari ALLAH SWT. kita adalah bersaudara dan saudara muslim lebih kuat dari saudara kandung, janganlah saling menuding dan menghakimi orang lain serta menganggap diri kita (atau kelompok kita) yg paling benar mari kita jalani saja segala amal ibadah dengan tujuan untuk menyembah, mengabdi dan bertakwa kepada Rabb semesta alam yg maha pemurah dan penyayang dan berbuat amal saleh sebanyak mungkin, semua yg kalian bicarakan disini tidak akan dibahas dihadapan Rabb kelak kecuali amal ibadah kita sendiri Wass wbr. mohon maaf atas segala kelancangan saya

      –> maaf mas.. saya berkeberatan kalau dikatakan saling menuding, saling menyalahkan. Artikel kami adalah menampilkan dalil landasan amal kami, bukan menyalahkan yg lain atau merasa kami paling benar.

      Alangkah baiknya jika anjuran anda ini disampaikan kepada orang-orang yg suka menuding atau menyalahkan atau mem-vonis sesat.

      Terima kasih. maaf kl tak berkenan.

      • Allahuakbar……… yang mengetahui apah yang kita tidak ketahui, yang kelihatan ataupun yang tidak kelihatan….alhamdullah.

    • jangan berdasar pada mahzab mas, dari 4 mahzab itu aja berkata seandainya apa yang saya tulis tidak pada hadist/tidak pernah dicontohkan oleh nabi maka apa yang saya tulis jangan dipakai, buang saja pakailah yang lebih shohih…
      pertanyaan yang muncul adalah hadist yang seperti apa yang jadi pedoman??? yang pasti hadisny harus ada isnad,matan tidak boleh lemah, nasabnya harus sampai pada rasullullah…praktek cara sholat bisa ditemukan pada hadist kutubussitah.

      –> mas firman atau mukmin, penjelasan sudah jelas baik di artikel ataupun di komentar. Dan perkara mengucapkan niat shalat ini bukan wajib, jadi tak ada yang mengharuskan.

      • alamaak…
        macam ada ulama saat ini yg ilmu nya ngelebihi imam syafii sm imam ahmad aja…sebutkan….
        yg ada mungkin setapak kakinya kali yaa…
        alamaak…
        emang nya ikutin imam 4 mazhab,nggak ikutin rasul apa…

      • iya tuh mas prass,
        Dikiranya para Imam itu ga berdasarkan Nabi kali..
        Cuma Syeikh Albani&Syeik Baz aja tuh yg berkiblatkan ke Nabi kayaknya..
        Saya aja trsenyum geli mmbaca komennya..
        Ketauan betapa dangkalnya pemahaman tentang sejarah..
        Gitu kok ngaku2 pendukung Tauhid&Sunnah sejati..
        lucu ya..

        Walah..walah..
        Jadi orang buta tapi kok ga sadar dirinya buta..

      • mas Firman,
        Kutubus Sitah trjemahan yg udah diedit&dipalsu ya mas..
        Hehehe..
        kitab editan kok dibikin pegangan mas..

      • sudaaaah, jangan sok pandai, betapa hebat kalian…? bahas masalah agama dgn ilmu yg masih dangkal, malah jadi bid’ah, tanya ajalah sama alim ‘ulama. sudah pada sholat belum kalian…? sana sholat duluuu…

      • Tidak usah diperdebatkan. ingatlah segala yang diungkapkan harus bisa dipertanggung jawabkan. Yang penting masing-masing mengetahui dalilnya. Bila yang berpendapat niat shalat itu bisa atau bahkan “sunnah” bila dilafalkan, monggo di kaji dalil2nya biar kalo ada yang nanya bisa jelasin. Bila ada yang berpendapat Niat Shalat itu hanya didalam hati tanpa perlu di lafalkan, silahkan saja, toh niat itu adalah pekerjaan hati.

      • mas….itu bagusx ulama2 dl..hanis ngarang kitab,mereka mengoreksi kmudian beristighfar

        tdk sama ulama’2 antum

  2. NIAT

    Rasulullah b menerangkan bahwa segala perbuatan tergantung kepada niatnya, dan seseorang akan mendapatkan balasan menurut apa yang diniatkannya.

    عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ a قَالَ قَالَ النَّبِيُّ b ‏”‏ الْعَمَلُ بِالنِّيَّةِ، وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ b وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ‏‏. ”

    Dari Umar bin al-Khattab a,,,,,,,,, , ia berkata,” Rasulullah b bersabda,” Suatu perbuatan itu tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Maka siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan RasulNya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya kembali kepada apa yang dia niatkan.” (Shahih Bukhari dalam Kitab an-Nikah no. 5126, Kitab al-Iman no. 54, & Kitab al-Iman wa an-Nudzur no. 6771; Shahih Muslim dalam Kitab al-Imarah no.1907; Sunan at-Tirmidzi dalam Kitab Fadhail al-Jihad no.1748; Sunan Abu Dawud dalam Kitab ath-Thalaq no.2203).

    Niat itu di dalam hati dan tidak dilafazhkan karena memang tidak ada hadits yang menyebutkan shighat lafazh niat tersebut kecuali seperti hadits perintah Rasulullah b untuk melafazhkan basmalah ketika akan berwudhu. Berkata Imam Asy-Syafi’i v di dalam kitab Al-Umm :

    وَلاَ يُجْزِئُ الْوُضُوءُ إلاَّ بِنِيَّةٍ وَيَكْفِيهِ مِنْ النِّيَّةِ فِيهِ أَنْ يَتَوَضَّأَ يَنْوِي طَهَارَةً مِنْ حَدَثٍ أَوْ طَهَارَةً لِصَلاَةِ فَرِيضَةٍ أَوْ نَافِلَةٍ أَوْ لِقِرَاءَةِ مُصْحَفٍ أَوْ صَلاَةٍ عَلَى جِنَازَةٍ أَوْ مِمَّا أَشْبَهَ هَذَا مِمَّا لاَ يَفْعَلُهُ إلا طَاهِرٌ . – (كتاب الطهارة باب قدر الماء الذي يتوضأ به )
    “Tidak sah seseorang berwudhu tanpa niat dan seseorang cukup dikatakan berniat bila ia melakukan wudhu’. Ia berniat bersuci dari hadats atau bersuci untuk shalat fardhu,atau nafilah, atau membaca al-Qur’an, atau shalat jenazah atau semisalnya yang tidak bisa dilakukan kecuali oleh orang yang bersih.” (Al-Umm : Kitab Thaharah : Bab Kadar Air untuk Berwudhu’)

    Maksud perkataan ini adalah ketika seseorang akan mengerjakan sesuatu, ia harus tanamkan niat di dalam dirinya dengan kesungguhan bersamaan dengan pelaksanaan pekerjaan itu. Hal serupa juga dikatakan Imam asy-Syafi’i v ketika membahas perkara niat shalat, juga di kitab Al-Umm :

    )قال الشافعي (وَالنِّيَّةُ لاَ تَقُومُ مَقَامَ التَّكْبِيرِ وَلاَ تَجْزِيهِ النِّيَّةُ إلاَّ أَنْ تَكُونَ مَعَ التَّكْبِيرِ لاَ تَتَقَدَّمُ التَّكْبِيرَ وَلاَ تَكُونُ بَعْدَهُ – ( باب النية في الصلاة الأم كتاب الصلاة)
    ”Dan niat itu tidak bisa menggantikan takbir dan tidak sah niat itu kecuali dilakukan bersamaan dengan takbir. Tidak mendahului takbir dan tidak pula setelah takbir.” (Al-Umm : Kitab Shalat : Bab Niat di dalam Shalat )

    Maka dari itu dapat dipahami dari ucapan Imam asy-Syafi’i v ini bahwa niat itu adanya di dalam hati dan tidak dilafazhkan. Karena tidaklah mungkin melafazhkan niat tersebut jika harus bersamaan dengan ucapan takbir. Apalagi menurut beliau v niat itu juga tidak boleh mendahului takbir dan tidak pula setelah takbir.
    Al-Imam Taqiyudin Abubakar bin Muhammad al-Husaini al-Hisni asy-Syafi’i v, seorang ulama besar madzhab Syafi’i, di dalam Kifayatul Akhyar berkata,”
    (وَفَرَائِضُ الصَّوْمِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ: النِّيَةُ وَالإِمْسَاكُ عَنِ الأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالجِْمَاعِ) لا يصح الصوم إلا بالنية للخبر، ومحلها القلب، ولا يشترط النطق بها بلا خلاف
    “Dan kewajiban-kewajiban orang yang akan berpuasa ada lima: niat, menahan diri dari makan, minum, dan bersetubuh. Dan tidak sah puasa kecuali dengan disertai niat, berdasarkan hadits-hadits yang shahih. Niat letaknya di dalam hati dan tidak disyaratkan untuk dilafazhkan dengan lisan, tanpa ada khilaf di kalangan para ulama.” ( Kifayatul Akhyar : Kitab Shiyam)
    Al-Imam Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim asy-Syafii v, penulis Fathul Qarib berkata,”

    (وَاَرْكَانُ الصَّلاَةِ ثَمَانِيَةَ عَشْرَ رَكْنًا) أَحَدُهَا (النِّيَةُ) وَ هِيَ قَصْدُ الشَّيْءِ مُقْتَرَناً بِفِعْلِهِ وَ مُحَلُّهَا اْلقَلْبُ
    “Rukun-rukun shalat itu ada 18 (delapan belas), yaitu : Niat, yaitu memaksudkan sesuatu bersamaan dengan perbuatannya. Sedangkan tempat niat itu berada di dalam hati.” (Fathul Qarib : Kitab Ahkamus Shalat)
    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah v berkata, “Menurut kesepakatan para imam kaum muslimin, tempat niat itu di hati bukan lisan di dalam semua masalah ibadah, baik bersuci, shalat, zakat, puasa, haji, memerdekakan budak, berjihad dan lainnya. Karena niat adalah kesengajaan dan kesungguhan di dalam hati.” (Majmu’atu ar-Rasaaili al-Kubra, I/243)
    Demikianlah para ulama ahlussunnah yang masyhur tidak ada yang mengajarkan bentuk lafazh niat itu dan sekiranya lafazh niat itu ada dari Rasulullah b pastilah telah ada pada kitab-kitab mereka. Hal ini karena masalah niat adalah perkara yang penting dan menjadi syarat keabsahan suatu ibadah, jadi niscaya mereka tidak akan meluputkannya. Wallahu’alam.

    Abu Hazazi Sandhi Kusuma

    –> Mas .. diskusilah dengan baik. Saya tak tahu, apa motivasi anda mengirim naskah copy paste ini sampai dua kali. Lihat d sini. Jawaban saya masih sama seperti yg kemarin di link depan itu.

    Alhamdulillah dalil-dalil anda memperkuat pula pendapat kami. Setuju bahwa niat itu letaknya berada di hati, bukan lesan. Ucapan niat dilakukan untuk membantu menetapkan niat di hati. Demikianlah pendapat-pendapat para ulama yang saya ketahui.

    Ucapan lafadz niat dilakukan sebelum takbir, tidak bersama-sama takbir. Itu artinya sebelum sholat.. bukankah kita bebas melakukan apapun sebelum (yg berarti di luar) sholat. Lalu .. apa salahnya jika melafadzkan niat ketika akan sholat. Dgn demikian bersamaan dengan takbiratul ikhram, niat di hati telah menetap mantab sesuai dgn lafadz niat yg baru saja diucapkan.

    Sedangkan komentar-komentar anda itu adalah tafsiran anda sendiri. Penafsiran ngawur dari sebuah kitab yg agung. Dari mana referensi anda. Apakah berdasar kitab2 syafiiyah juga? Jika anda berguru kitab al-Umm kepada ulama yang bermadzab Syafii (kitab Al Umm adalah karya Imam Syafii), niscaya anda tak kan mengatakan misal spt ini ,

    Maka dari itu dapat dipahami dari ucapan Imam asy-Syafi’i v ini bahwa niat itu adanya di dalam hati dan tidak dilafalkan. ………………

    Demikianlah para ulama ahlussunnah yang masyhur tidak ada yang mengajarkan bentuk lafadz niat itu …………….

    Pada kenyataannya dalam madzab syafii lafadz niat itu disunnahkan, karena membantu menetapkan hati. Simaklah kembali kata2 gus Mus ini, (beliau adalah salah seorang ulama bermadzab Syafii, sesepuh NU, yang tinggal di Rembang, Jawa Tengah)

    Niat itu memang tempatnya di hati. Kalau hanya ucapan Usholli fardlo dzuhri dan seterusnya saja itu namanya bukan niat.

    Kalau demikian, lalu apa gunanya baca Usholli?

    Gunanya untuk menolong agar hati kita itu ingat mensahajakan, sebab manusia itu tempatnya lupa. Apalagi di dalam niat itu, kita harus Ta’ridh dan Ta’yin. Untuk ingat mensahajakan sholat berikut ta’ridh dan Ta’yin adalah tidak mudah.

    • saya orang bodoh yg gak ngerti isi kitab-kitab yg masyhur. tapi kalau dicerna betul-betul, lebih masuk akal paparan orgawam dibanding sandhi

    • betul mas Okta, makanya belajar.. (haha, kaya saya udah belajar aja..)

      tapi nyari kitabnya yg original ya, jangan yg udah diedit/ dipalsu Wahabi..
      terus kalo bisa satu mazhab dulu aja, misalnya Syafii, jangan kaya Wahabi yg bukan Syafii tapi membahas2 mazhab syafii, pake kaca mata minus buat baca koran (ya terang aja ngga nyambung..
      sibuk ngurusin mazhab orang, sedangkan mazhabnya sendiri yg nyebutin Allah duduk di Arsy, Allah duduk di Kursi, Allah naik turun langit bumi, malah ga diurusi..

    • Assalamu’alaikum..
      maaf mas, tp bukannya Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam tidak pernah mencontohkan untuk membaca kalimat Ushalli fardla,dst.. sebelum sholat, trus logikanya kalo kita melakukannya berarti kita mengada-ada/menambah-nambahi..

      –> wangalaikumsalam wrwb. tidak menam bah-, karena di luar shalat. Tidal Ada contoh (di luar shalat) bukan berarti dilarang.

      • anda membaca niat sholat “ushalli” itu pasti untuk niat ibadah ‘kan?!!
        nahh…untuk masalah IBADAH MAHDOH JANGAN TUNGGU LARANGAN,,karena pada dasarnya IBADAH MAHDOH itu SEMUA DILARANG KECUALI ADA PERINTAH,,

        wallahu ‘alam..

  3. Ibadah itu mesti melihat Contoh (petunjuk Rasululloh), baik itu ibadah Haji, Sholat maupun Ibadah-ibadah lainnya.

    Kama Ro’aitu Munni Usholly, “Sholatlah kamu sebagaimana aku sholat”

    Adakah Rasululloh mencontohkan Sholat dg melafalkan niat ? dari mana kalimat (dari mana tekstual lafal) yg seperti ini “Ushalli fardla dzuhri arba’a raka’atin mustaqbilal kiblati ada’an lillahi ta’ala” ??? adakah dalilnya bahwa Rasulullah mencontohkan dg kalimat-kalimat seperti itu ketika mau sholat ?

    Jika ada tolong sebutkan dalilnya ?

    Jika tidak ada contoh dari Rasululloh, mengapa juga harus di diambil qias dari niat Rasul ketika Haji ? sedangkan sholat sudah jelas syarat dan rukunnya. (silahkan baca kitab shifatul sholat Nabi yg ditulis oleh Syaich Nasirudin Al-Albani).

    Sekiranya benar melafalkan niat itu bisa membantu menguatkan hati, apakah Antum dalam setiap mau melakukan sesuatu selalu melafalkan niat ? seperti Antum mau buang Hajat, Antum mau Pergi Ke Kantor atau Antum mau naik Bus, adakal antum melafalkan “Ushalli … aku berniat mau Buang Hajat, atau aku berniat mau Naik Bus karena Alloh” ?

    Benarkah ketika Antum mau buang hajat tetapi tidak melafalkan niatnya, lantas Antum tidak berhasil mengeluarkan kotoran, meskipun Antum sudah jongkok diatas closed ?

    Apakah Antum ketika berangkat kekantor tanpa melafalkan niat, kemudian Antum nyasar kemana-mana ?

    Tentu tidak !!! karena hati Antumlah yg yg mengendalikan langkah kaki Antum, sehingga segala yg Antum kerjakan dan lakukan bisa terlaksana, dan Alloh maha tahu apa-apa yg antum niatkan dalam hati antum meskipun tidak diucapkan sekalipun (Alloh maha mendengar dan tidak tuli).

    Wallohua’lam

    –> Ibadah harus selalu dengan contoh Nabi saw?? Yang kalau tak ada contoh Nabi, maka masuk kategori bid’ah (sesat) yg wajib dilempar ke neraka? Bagaimana dengan adzan, baginda Rasul saw tak pernah melakukan adzan selama hidupnya. Bagaimana dengan ibadah2 umum (ghairu mahdah)?

    Dalam madzab Syafi’i, adanya lafadz niat ini adalah Qiyas dari haji. Apakah anda menolak dalil Qiyas? Jika iyaa … maka selesailah diskusi. Karena pijakan berbeda.

    Saya tak pakai madzab albani .. banyak kerancuan dalam pengambilan hukum di sana. Silakan anda pakai madzab albani jika anda mantab. Namun anda tak berhak menuduh2 bid’ah kepada madzab lain, karena kami pun punya hujah yg kuat.

    Ketika ada orang ke mana2 mengucapkan niatnya … biarlah … bagi saya tak masalah. Setiap orang punya argumen-nya sendiri2 dalam tindakannya.

    • Duh Abu Ahmad, antum ini kayaknya cuma belajar di satu tempat, kayaknya antum dan taqlid buta sama ulama antum. Coba antum pikirkan, Sekaliber Imam 4 Mahzab itu ada gak yang lebih canggih setelah kehidupan beliau, termasuk Syekh Albani dan Syek Baz, Antum kira mereka Imam 4 Mahzab menetapkan suatu hukum hanya karena nafsu mereka, kalau begitu antum bodoh banget. Ilmu dan kepahaman mereka lebih tinggi dan pemahaman mereka tentang bid’ah lebih dalam dari seluruh ulama setelah mereka. Yang antum harus perhatikan Solat itu adalah ibadah yang dimulai dari takbir dan diakhiri salam, begitulah yang Nabi SAW contohkan, jadi sebelum takbir apapun yang kita lakukan tanpa melihat contoh Nabi SAW itu Mubah, karena itu diluar Sholat, misalnya melafazkan niat. Yang gak bid’ah itu kalau lafaz niat itu diwajibkan. Gitu aja kok repot.

      • Bida’ah ada dua, bid’ah hasanah dan dholalah.
        yang dilarang adalah bid’ah dholalah.
        seperti ziarah qubur dengan niat meminta rizki pada org yang diziarahi.
        tetapi kalau niat mendoakan si mayit mengapa tidak boleh? itu dianjurkan.

        jadi bidah hasanah dianjurkan.
        jika semua macam bidah tidak boleh, ngapain kamu pake sarung, motor, pesawat, dan sebagainya.
        semua yang ada sekarang ini bidaha dong, padahal juga untuk beribadah.
        niat sholat, imam syafii tidak mewajibkan, tetapi kan hanya sunah. lalu kalau kami melafalkan niat, mengapa anda protes wahai orang?
        kan kami beraharap tambahan pahala dari dengan menjalankan sunah, dengan melafalkan niat.
        kalao ente nggak mau tambahan pahala ya silaahakan.

      • ya saya sangat senang sekali penjelasan ABI TAUHID yang sama sekali tdk ada perubahan masalah ibada yg sudah terbiasa di lakukan oleh ummat muslim yg ada di negara kita, sebagai mana yg tlah di ajarkan kpd kita oleh orang2 sebelum kita, tetapi saya sangat kecewa dgn perkataan ABU AHMAD seolah olah dia itu mengangapnya para wali para ulama lebih bodoh dari dia(abu ahmad jadi sok pahlawan kesiangan) sebetulnya klo dia merasah muslim dan merasa yg paling pinter,ko ga memilih kesatuan dan persatuan sesamah muslim, justru malah sebaliknya,malah sepertinya berusaha mati2an untuk bisa memecah belahkan ummat islam ,ABU AHMAD tlong dong klo emang kamu ga sepaham dengan kami .beribadalah sesuai dgn amalan2 yang kamu yakini benarnya,,,jangan merubah bangunan yng sudah kokoh,,intinya,,klo amalan yg kami yakini ini merutmu salah dan berdosa biarkan kami yg menjalani, hentikan sifatmu yg membuat orang menjadi gelap mata

      • “KULLU BID’ATUN DOLAALAH……………..”

        dalam tata bhasa Arab,,, kata “kul” apa dulu mas?? “yang ngaku2 Pengikut Imam Syafi’i”

        “kul” disana adalah yang mengartikan “setiap tanpa kecuali”……
        ada nya paham bid’ah hasanah itu kesesatan yang sangat jauh…………..

        Dan……yang perlu Anda garis bawahi bahwa bid’ah itu kaitannya hanya dengan masalah ibadah mas bro…. bukan masalah yang lain,,,apalagi tentang cara berpakaian kita…..

        klo “bodoh” jangan di pelihara mas!!! domba aja pelihara biar gemuk!!!
        wkwkwkwkwkwkwkwkwk……………………………………..

        –> berpakaian itu ibadah mas.. itu menutup aurat. Sehingga cara berpakaian pun menjadi ibadah. Maka cara berpakaian anda yg dengan batik itu bid’ah.. tidak pernah dicontohkan Nabi saw.

      • siapa bilang tidak dicontohkan rasulullah
        anda saja yang belum sampai riwayatnya
        dizaman rasululllah itu sudah ada desain semacam batik
        tapi rasulullah tidak melarangnya
        tapi ada warna yang dilarang oleh rasulullah
        karna warna itu kesukaan setan
        anda bisa cari riwayatnya sendiri

        betul pakaian itu ibadah makanya rasulullah mencontohkan
        cara berpakaian
        contohnya pakaian laki2 itu diatas mata kaki tidak boleh MUSBIL
        dan pakaian wanita tidak boleh ketat dan harus menutup aurat secara kaffah

        adapun bentuk pakaian dan jenis pakaian rasulullah tidak pernah membatasi
        kecuali warna merah yang menyalah dan polos itu dilarang sama nabi
        selain itu tidak ada larangan

        betul apa yg dikatakan dodo bahwah bid’ah itu tentang ibadah
        karnah nabi diutus untuk itu
        bukan diutus sebagai mekanik atau tukang bangunan

        nabi menyerahkan kepada ummatnya tentang urusan dunia
        ANTUUM ‘ALAMUU BIUMURI DUNIAKUUM
        antum cari riwayatnya dan asbabul wurutnya,

        insa’allaoh anda dapatkan
        adapun ulama yng membagi bid’ah itu beberapa bagaian itu
        hanya secara logowi saja

        bisa dibuktikan karna para imam itu tidak ada yang membikin bid’ah
        kalau ada anda bisa buktikan lalu kita bahas
        bid’ah apa yang dibikin imam safi’i atau imam nawawi dll
        beri contoh satu saja sebagai tolak ukur

        biar kita membahas perkataan imam dengan buktinya
        apa imam safi’i membikin maulut nabi misalnya
        tahlilan dalam kematian dll

        biar kita ngak berebut pepesan kosong
        dan bisa ketemu mana yang mendekati kebenaran
        karna ngak mungkin kita bisa menemukan kebenaran mutlak
        karna para ulama’ saja berbeda pendapat tentang masalah BID’AH

        kalao ulama berbedah pendapat maka dalil kita bukan ulama’ tapi,,,,,
        ithe fanaja’tuum bisyaian faruduhu ilallah werasuluhu kurang lebih begitu
        dan coment disini selamanya tidak akan bisa ada kesepakatan
        karena tidak ada moderator
        semuanya merasa pendapatnya paling benar tapi hati2 semua apa yang kita
        ucapkan nanti diminta pertanggung jawaban di hadapan ALLOH
        tidak ada yang gratis semuanya berisiko
        pastikan dulu apa yang anda katakan harus ada dalil dan bukti
        jadi kalaupun salah kita sudah berusaha mengikuti dalil dan contoh dari nabi

    • ternyata penulis blog ini tidak lebih bodoh dari saya,penulis tidak paham arti kata ” contoh Nabi ” ,bukankah dlm ilmu mustolah hadist kata contoh nabi termasuk perbuatan beliau, ucapan beliau,dan juga persetujuan beliau trhadap perbuatan para sahabatnya,adzan,nabi mgkin tidak mengucapkannya tapi mimpi sahabat trsbut di acc oleh beliau,ini namanya contoh nabi juga loh mas…dan buat Abu Tauhid, bagaimana kalau ucapan anda dibalik arah ke anda? anda sudah mempelajari semua madzhab?sekali lagi saya katakan blog ini isinya orang-orang pinter dlm tanda kutip……

      –> mungkin anda benar.. bahwa pemilik blog tidak lebih pandai dari anda. Saya masih perlu banyak belajar. Terima kasih. Kalau definisi “contoh Nabi” seperti yg anda kemukakan, tentu tuduhan bid’ah sesat tidak akan sebanyak sekarang. Tapi pernah di blog ini juga, penuduh bid’ah tdk berkutik ketika ada hal-hal baru oleh sahabat tanpa contoh Nabi. Maka definisi diubah, harus ada contoh Nabi dan sahabat. Kemudian, terbukti ada hal-hal baru di zaman tabi’in tanpa contoh sahabat dan contoh Nabi. Dst. Apakah definisi-nya perlu diubah lagi?

      Sedang ada pembahasan tentang “contoh Nabi” yang diungkap oleh mas Imam. Silakan simak. Ada di sini, https://orgawam.wordpress.com/2010/12/11/2581/#comment-7727

  4. Lafas-lafas (lafal-lafal) sholat sudah ada contohnya dari Rasululloh, sejak dari Takbirotul ichrom sampai Salam.

    Sedangkan Rasululloh tidak pernah mengajarkan lafal niat sholat seperti yg Antum sebutkan diatas.

    Tidaklah pantas kita membuat-buat atau mengarang-ngarang lafal untuk dimasukkan ke dalam Ibadah, sebab Islam itu sudah sempurna, dan lafal-lafal dalam sholat sudah ditetapkan.

    Wallohua’lam bisawab


    –> Rupanya anda tak membedakan antara niat dan mengucapkan lafadz niat. Lafadz niat (sunnah) diucapkan sebelum takbiratul ikhram. Artinya sebelum shalat. Bukankah kita bebas melakukan apa-pun sebelum shalat.

    Sedangkan niat sendiri bersamaan dengan takbir. Dalam madzab Syafi’i, lafadz niat dihukumi sunnat karena untuk memantabkan hati ketika beniat saat takbiratul ikhram.

    Wallahu a’lam.

    • yah kami hanya berharap tambahan pahala aja dengan mengerjakan sunah, seperti melafalzkan niat.

      kalau ada yang tidak melafalkan niat, mungkin merasa pahalanya udah banyak, jadi nggak perlu mengerjakan yang sunnah.

    • yang disebut sunnah itu bukan kata imam safi’i
      tapi yang di lakukan oleh nabi didiamkan oleh nabi atau diperinthkan oleh nabi
      inilah yg namanya sunnah

      sejuta imam safi’ipun kalau ngak ada dalam setandar diats itu tetap bukan sunnah dalil itu alqur’an dan hadist bukan imam
      ini perkataan yang ngawur

      lalu bagaimana kalo saya katakan imam anu mengangap bid’ah
      lalu mana yang benar padahal ngak mungkin semua benar sebelum kita lihat dalil yang shoheh

  5. Artikel Buletin An-Nur :
    Masalah Niat Dalam Ibadah
    Rabu, 07 April 04

    Dengan memohon petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala , kita akan membahas masalah niat dalam ibadah.

    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    “Sesungguhnya semua amalan itu hanyalah dengan niat, dan bagi setiap orang mendapatkan apa yang telah ia niatkan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

    Dari hadits di atas ada beberapa poin yang perlu dibahas, di antaranya:

    Definisi niat adalah; Kemauan hati untuk melakukan sesuatu.
    Tempatnya adalah dalam hati dan tidak ada hubungannya dengan lidah.

    Kalimat menunjukkan sebab terjadinya amal perbuatan. Bahwasanya segala bentuk perbuatan pasti didorong oleh niat untuk mela-kukannya. Setiap amalan orang berakal yang mempunyai ikhtiar pasti terjadi karena adanya niat. Mustahil ada seorang waras yang berwudhu’, berangkat untuk shalat, bertakbir, dan melaksanakan shalat, tetapi dikatakan bahwa ia tidak atau belum berniat. Sedangkan ia melakukan semua itu dari dorongan keinginan hatinya, itulah yang disebut dengan niat.

    Sehingga sebagian ulama mengata-kan: “Seandainya Allah membebani kita untuk beramal tanpa niat, sungguh itu adalah suatu beban yang tidak akan sanggup dipikul.”

    Sedangkan makna adalah hasil atau balasan yang diperoleh seseorang dari amalnya tergantung pada niat. Apakah amalan tersebut dilakukan secara ikhlas hanya karena Allah, atau karena riya’, sum’ah, atau untuk tujuan dunia lainnya.

    Walaupun seseorang mengucapkan lafadz niat dengan lisannya tetapi hatinya tertuju kepada selain Allah, maka yang akan dihitung adalah yang tersirat dalam hatinya.

    Hadits tersebut di atas adalah dalil yang menunjukkan bahwa niat yang ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya amalan shaleh.
    Bila ada yang mengatakan bahwa niat itu adalah salah satu rukun dari rukun-rukun shalat, maka harus dimulai ketika mulai mengangkat tangan pada takbiratul ihram sampai pada kata akbar , sebab rukun suatu amalan harus berada di dalam amalannya.

    Yang benar, niat adalah syarat semua amalan, bukan rukun dalam setiap amalan.

    Contoh dalam shalat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada seorang lelaki yang rusak shalatnya: “Jika kamu bangkit hendak shalat, maka baguskanlah wudhu’mu, kemudian menghadaplah ke kiblat lalu bertakbirlah, selanjutnya bacalah yang termudah bagimu dari Al-Quran.”(HR. Al-Bukhari).

    Hadits ini sangat jelas menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memulai shalat dengan perintah “bertakbirlah”, bukan dengan “berniatlah” , dan tidak juga “bertakbirlah dan sertakan niat dalam takbirmu”.

    Tidak. Karena, kalimat “Jika kamu bangkit hendak shalat” sudah menunjukkan suatu maksud keinginan untuk shalat. Itulah yang disebut niat.

    Kalaulah memang niat adalah rukun shalat yang membutuhkan lafadz khusus, niscaya Rasulullah n meng-ajarkannya kepada para sahabat. Seperti halnya bacaan tasyahud (tahiyyat). Ibnu Mas’ud radhiyallah ‘anhu berkata: “Rasulullah mengajariku tasyahud dan tanganku berada di antara kedua tangan beliau, sebagaimana beliau mengajariku Surat Al-Qur’an.”

    Contoh dalam puasa: Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa belum berniat untuk berpuasa pada malam hari, maka tidak ada puasa baginya.” (An-Nasa’i 4/196, Al-Baihaqi 4/202, Ibnu Hazm, 6/162, shahih).

    Malam hari adalah sejak matahari terbenam sampai terbit fajar, dalam tenggang waktu sebelum terbit fajar itulah niat di’azamkan. Sedangkan puasa baru dimulai setelah terbit fajar, jelas tidak berkumpul dengan niat.. Jadi niat tersebut bukanlah rukun dari puasa, tetapi syarat puasa. Dalam hadits di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak memerintahkan atau mengerjakan “Nawaitu shouma ghodin…”

    Sungguh sangat disayangkan adanya orang yang dihinggapi rasa was-was. Mereka terlihat sering sekali dalam shalat mengulang-ulang takbiratul ihram, bahkan sampai imam telah ruku’ pun ia belum selesai bertakbiratul ihram. Alasannya, karena niat belum masuk. Astaghfirullaah. Sedemikian sulitkah Islam ini?

    Ada juga orang, pada malam Ramadhan telah bermaksud puasa untuk esok hari. Bahkan ia bangun dan makan sahur. Tetapi esoknya ia membatalkan puasanya, karena ia menganggap puasanya itu tidak sah, karena ia lupa, tidak mengucapkan “Nawaitu shouma ghodin…” pada malam hari tadi. Subhanallah. Ini hanya tipu daya yang datangnya dari bisikan syetan.

    Apakah sudah seperti ini kondisi shalat dan puasa yang dilakukan oleh sebagian Muslimin? Dengan mengidap kadar was-was yang tidak pernah tatacaranya dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallah ‘anhuma.

    Munculnya pendapat bahwa shalat harus melafalkan niat dengan lisan adalah dari kesalahan Abdullah bin Az-Zubairy dalam memahami ucapan Imam As-Syafi’i: “Jika seseorang berniat haji atau umrah maka sudah cukup, walaupun tidak dilafalkan. Berbeda dengan shalat, tidak sah kecuali dengan ucapan.” Abdullah Az-Zubairy mengatakan bahwa Imam As-Syafi’i mewajibkan pelafalan niat dalam shalat.

    Imam An-Nawawi berkata: “Para sahabat kami berkata: “Telah tersalah orang ini (Abdullah Az-Zubairy), bukanlah yang dimaksud Imam As-Syafi’i dengan “ucapan” itu niat, tetapi yang dimaksud adalah takbir.”

    Jadi, menisbatkan “Ushalli” kepada Imam As-Syafi’i itu tidaklah benar. Kalau memang ada ulama yang berpendapat seperti itu, maka seharusnya perkataan (sabda) dan amalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wajib didahulukan, ketimbang qaul ulama.

    Semua nama yang mencakup perbuatan maupun ucapan yang dicintai dan diridhai Allah, baik yang dhahir maupun yang batin, disebut dengan ibadah. Jadi, ibadah itu tidak hanya terbatas pada amalan-amalan fiqhiyyah saja. Tetapi, mengapa orang yang “menyunnahkan” atau bahkan “mewajibkan” untuk melafalkan niat serta mengajarkan lafal-lafal tertentu, ternyata hanya terbatas pada wudhu’, tayam-mum, mandi, shalat, zakat, puasa, dan haji. Sedangkan di sana masih banyak lagi amalan ibadah lainnya, seperti membuang duri di jalan, memberi makan fakir miskin, menghormati tamu dan tetangga dan lain-lain. Namun, mengapa mereka tidak pernah mengajarkan lafal niatnya?

    Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :”Barangsiapa yang membuat-buat suatu perkara dalam urusan kami ini (agama) yang bukan berasal darinya, maka perkara itu tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

    Kita tidak dibebani untuk membuat syari’at, hanya saja kita diperintahkan untuk mengikuti semua yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Itulah yang termudah bagi kita.

    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk shalat sebagaimana beliau shalat. Yang melihat shalat beliau hanyalah para sahabat. Sedangkan kita hanya mengamalkan apa-apa yang telah sampai kepada kita dari hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih.

    Marilah kita tingkatkan amalan perbuatan kita dengan menjalankan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan meng-ikhlaskan niat untuk mengharapkan pertemuan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

    Do’a yang dibaca oleh Umar bin Al-Khatthab radhiyallah ‘anhu :
    “Ya Allah, jadikanlah seluruh amalku sebagai amalan shaleh. Jadikanlah amalanku itu hanya untuk mengharap wajahMu. Dan jangan Engkau palingkan ia kepada selain Engkau.” (Muhammad Yasir).

    Maraji’:

    Al-Qaulul Mubin fi Akhth’ail Mushallin, Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan bin Mahmud Salman.
    Syarh Riyadhus Shalihin, Syaikh Muham-mad bin Shalih Al-’Utsaimin.

    Sifat Shaum Nabi, Syaikh Ali Hasan dan Salim bin ‘Id Al-Hilaly.
    Sifat Shalat Nabi, Syaikh Al-Albany.
    Manhajul Anbiya’ fi Tazkiyatin Nufus, Salim bin ‘Id Al-Hilaly.

    sumber: http://www.alsofwah.or.id

    –> Rupanya anda tak membedakan antara niat dan mengucapkan lafadz niat. Lafadz niat (sunnah) diucapkan sebelum takbiratul ikhram. Dalilnya adalah Qiyas dari niat haji. Sedangkan niat sendiri bersamaan dengan takbir (lihat #2). Dalam madzab Syafi’i, lafadz niat dihukumi sunnat karena untuk memantabkan hati ketika beniat saat takbiratul ikhram.

    Siapa pula yg mengharuskan melafadzkan niat shalat. Anda tahu kan beda antara sunnat dengan wajib.

    Rukun shalat atau syarat sahnya shalat (dll) adalah definisi para ulama, untuk memudahkan umat mempelajari fiqh2 agama ini. Kanjeng Rasul saw sendiri setahu saya tak mendefinisikannya (koreksi jika salah). Ketika anda mengatakan itu salah dan yg benar adalah niat merupakan syarat shalat, referensi apa yg anda pakai? Alasan anda (contoh hadits) itupun tak menunjukkannya.

    Ok .. kutunjukkan kesalahan definisi anda,
    1. Syarat adalah sebelum proses, sedangkan rukun adalah proses (shalat) nya. Jika anda mengatakan niat adalah syarat, berarti itu sdh harus beres sebelum shalat, sebagai syarat (sahnya) melakukan shalat. Ini bertentangan bahwa niat bersamaan dengan takbir (lihat #2, mereka yg anti lafal niat pun memakai kaidah “niat bersamaan dengan takbir”, sebgmn imam syafii). Takbir merupakan rukun, menjadi bagian (awal) dari proses shalat.

    2. Coba anda lihat syarat2 (sahnya) shalat yg lain, semua harus beres sebelum shalat dilakukan. Dalam kitab2 fikih madzab Syafi’i hal syarat2 sahnya shalat jelas disebutkan. Adakah itu disebut pula di dalam madzab albani (misal, di “Sifat Shalat Nabi”-nya)? Jika tidak ada .. ini masalah tersendiri ttg madzab ini.

    3. Inilah yg ganjil. Ketika anda mengatakan niat adalah syarat, yg berarti bukan bagian dari shalat, kenapa pula anda ribut ketika orang mengucapkan lafadz niat?

    4. Atau anda punya definisi sendiri? Tolong referensi-nya.

    Wallahu a’lam.

  6. Assalamu’alaikum Wr.Wb
    Alhamdudillah kita puasa sudah 3 hari, mudah-mudahan amal kita bisa diterima Allah swt. Amiin.
    Ikutan nimbrung Mas.
    Kalau masalah niat sudah tidak usah diperdebatkan lagi, semua Mazhab sudah memasukkan sebagai Rukun dan fardhu sholat.
    Yang perlu mendapat perhatian khusus adalah bacaan usholli ….. dst.
    Kalau artikel Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU sudah lama saya baca,saya juga bingung mengenai pernyataan” Adapun hukum melafalkan niat shalat pada saat menjelang takbiratul ihram menurut kesepakatan para pengikut mazhab Imam Syafi’iy (Syafi’iyah)….” padahal imam Syafi’i tidak mengajarkan seperti itu ( lihat Fiqih Lima Mazhab karya Muhammad Jawad Mughniyah). Bahkan hal itu dikategorikan ke dalam sepuluh perbuatan Bid’ah, karena tidak ada nash shahih yang menceritakan dengan sanad yang shahih, dan tidak pula dengan sanad dha’if (lemah), dan tidak pula dengan sanad hasan, dari salah seorang tabi’in, dan tidak pula dari para imam empat mazhab.Kalau masalah qiyas dari niatnya umrah atau haji yah terserah yang mengqiyas aja.


    –> Wa’alaikum salam wrwb. Siapakah yg lebih mengetahui pendapat imam Syafi’i. Tentu saja anak cucu muridnya. Itulah para ulama pengikut madzab-nya. Jika anda serius ingin belajar madzab Sayfi’i, belajarlah ke para ulama Syafiiyah. Dan NU adalah sebuah organisasi yang (hampir) semua ulamanya bermadzab Syafi’i.

    Ketika ada orang yg tidak bermadzab Syafi’i memegang (atau berkomentar ttg) kitab beliau, maka jadinya yaaa … cem-macem menurut tafsir mereka sendiri. Pendapat2 mereka tak bisa dinisbahkan sebagai pendapat imam Syafi’i, betapapun kerasnya klaim mereka.

    • belajar mazdhab Syafii yuk, maka akan jelas semua. belajar aja nggak pernah kok menjelekkan imam syafii.

      belajarlah dari kitab salaf, yang masih murni, jgn belejar dari terjemahan.

      Jika kami pengikut ajaran syafii, melakukan kesunahan dengn melafalkan niat, ngapain anda menyalahkan kami penganut madzhab syafii. kami ingin tambahn pahal. Anda kan nggak mau pahala, makanya nggak melafalkan niat. lagian melafalkan niat tidak memmbatalkan sholat.

      janganlah menyalahkan orang lai, apalagi menuduh sesat.

      Orang yang menuduh kafir atau sesat orang lain, sesungguhnya dia itulah yang kafir atau sesat sendiri.

      Lakum dinukum waliyadin

      Betapa terbukanya hatiku belajar pesantren NU, bisa baca kitab salaf, kitab orang ulama terdahulu yang masih murni dari Rosul.
      jadi bisa tahu mana yang benar mana yang salah. daripada hanya sekedar baca cetakan buku orang sekarang, yang hanya mencari komersialitas, agar heboh.

  7. Assalamu’alaikum Wr.Wb
    Terimakasih atas penjelasannya mas, i don’t know abaout cem macem, cause i want to sharing with you. Setelah tahu alasannya ya cukup bilang Wallahu a’lam.
    Berarti selama ini saya salah mengerti mengenai aturan bermazhab, saya kira kalau Imam Syafi’i menyatakan ” Saya lebih menyukai apabila adzan jumat dikumandangkan ketika imam masjid masuk dan duduk di atas mimbar ……….” (Al Umm I: 172-173) lalu pengikutnya ikut imamnya dengan melaksanakan hanya satu adzan di sholat jumat, atau ketika Imam Syafi’i menyatakan bahwa bacaan Al-Quran itu pahalanya tidak bisa dihadiakan , lalu pengikutnya tidak menghadiahkan. Ternyata pengikut(muridnya) bisa mengubah fatwa Imamnya ya?. Mohon ma’af atas ketidak tahuan saya.
    Wallahu a’lam.

    –> Wa’alaikum salam wrwb. Saya tak tahu kalau ada murid mengubah fatwa imam-nya. Yang saya pahami tidak seperti itu. Dan saya pun masih belajar.

    Ini seperti memasukkan motor Honda ke bengkel Suzuki. Karena yg dikuasai hanyalah mesin suzuki, maka apapun motornya .. yaa di-stel model suzuki. Jalankah motornya? yaa.. (mungkin bisa) jalan, tapi sebenarnya itu motor tak beres. (Mungkin ilustrasi ni tak tepat benar).

    Jika anda pakai al Umm terjemahan, setahuku al Umm diterjemahkan bukan oleh seorang yg bermadzab Syafii. Pengantarnya pun oleh syaikh bin Baz, yg jelas2 tak bermadzab syafi’i. Banyak pendapat syaikh bin Baz ini yg tidak pass (bahkan bertentangan) dengan pendapat ulama2 Syafiiyah. Maka mengenai hal2 yg meragukan/ bertentangan/ stelan yg tak pas (seperti kasus-kasus yg anda sebut di atas), lebih baik anda tanyakan langsung ke ulama-ulama madzab syafi’i. Mungkin di sini bisa membantu.

    Wallahu a’lam.

    • Orang yang tidak mengerti mazhab seperti si Anam dan Abu Ahmad tidak usah bicara soal mazhab. Dalam suatu mazhab itu ada mujtahid. Mujtahid ada beberapa tingkatannya:

      Berikut ini adalah sedikit penjelasan dari kriteria para mujtahid dari beberapa levelnya.

      a. Mujtahid Mutlak Mustaqil

      Mujtahid mutlak atau mujtahid mutlak mustaqil adalah seseorang yang mampu membuat kaidah sendiri dalam membuat kesimpulan-kesimpulan hukum fiqih. Atau ketika berfatwa terhadap suatu masalah, mereka menggunakan kaidah-kaidah yang diciptakan sendiri sebagai hasil dari pemahaman mereka yang mendalam terhadap Al-Quran dan Sunnah.

      Yang termasuk mujtahid mutlak hanyalah 4 imam mazhab yang besar, yaitu Al-Imam Abu Hanifah (80-150 H), Al-Malik bin Anas bin Abi Amir Al-Ashbahi (93 – 179 H), Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (150 – 204 H) dan Al-Imam Ahmad bin Hanbal Asy Syaibani (164 – 241 H).

      Selebihnya adalah para mujtahid yang punya hak untuk berijtihad, namun levelnya ada di bawahnya. Mereka sering disebut dengan istilah mujtahid mazhab atau istilah-istilah lainnya.

      b. Mujtahid Muthlaq Ghairu Mustaqil
      Mereka adalah ulama yang memenuhi kriteria sebagai seorang mujahid mustaqil, akan tetapi ia tidak membuat kaidah-kaidah sendiri dalam menyimpulkan masalah-masalah fiqihnya. Mereka tetap masih menggunakan kaidah-kaidah yang dipakai oleh para imam madzhab masing-masing dalam ijtihadnya.

      Yang termasuk di antara mereka adalah para murid imam madzhab sepertiAbu Yusuf, Muhammad, Zufar dari kalangan madzhab Al-Hanafiyah. Ibnu Al-Qasim, Asyhab, dan Asad Ibnu Furat dari kalangan Madzab Al-Malikiyah. Al-Buwaithi, Al-Muzanni dari kalangan madzhab Asy-Syafi’iyah. Abu Bakar Al-Atsram, Abu Bakar Al-Marwadzi dari kalangan Madzhab Al-Hanabilah.

      Ibnu Abidin menamakan mereka sebagai tingkatan mujtahid madzhab. Mereka mampu mengeluarkan atau membuat kesimpulan hukum dalam masalah fiqih berdasarkan dalil yang merujuk kepada kaidah yang digunakan oleh guru-guru mereka.

      Walau pun kadang suka berbeda dalam beberapa hal dengan gurunya, akan tetapi mereka masih mengikuti gurunya dalam kaidah-kaidah pokoknya saja.

      Dua tingkatan mujtahid di atas sudah tidak ada pada zaman sekarang.

      c. Mujtahid Muqayyad

      Mereka adalah para ulama yang berijtihad dalam masalah-masalah yang tidak ada nashnya (keterangannya) dalam kitab-kitab madzhab, seperti Al-Hashafi, Al-Thahawi, Al- Kurhi, Al-Halwani, Al-Srakhosi, Al-Bazdawi dan Qadli Khan dari kalangan madzhab Al-Hanafiyah. Al-Abhari, Ibnu Abi Zaid Al-Qairawani dari kalangan Madzab Al-Malikiyah. Abi Ishaq Al-Syiraji, Al-Marwadzi, Muhammad bin Jarir, Abi Nashr, Ibnu Khuzaimah dari kalangan Madzhab Al- Syafi’iyah. Al-Qadli Abu Ya’la, Al-Qadli Abi Ali bin Abi Musa dari kalangan Madzhab Al- Hanabilah.

      Mereka semua disebut para imam al-wujuh, karena mereka dapat meyimpulkan suatu hukum yang tidak ada nashnya dalam kitab madzhab mereka, dinamakan wajhan dalam madzhab (satu versi dalam madzhab) atau satu pendapat dalam madzhab. Mereka masih berpegang kepada madzhab bukan kepada imamnya (gurunya), hal ini tersebar dalam dua madzhab yaitu, Al-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah.

      d. Mujtahid Tarjih
      Mereka adalah para ulama yang mampu mentarjih (menguatkan) salah satu pendapat dari satu imam madzhab dari pendapat-pendapat madzhab imam lain, atau dapat mentarjih pendapat salah satu imam madzhab dari pendapat para muridnya atau pendapat imam lainnya. Jadi mereka hanya mengambil satu riwayat dari beberapa riwayat saja.

      Yang termasuk di antara mereka seperti Al-Qaduri, Al-Murghainani (pangarang kitab Al-Hidayah) dari kalangan madzhab Al- Hanafiyah. Imam Al-Kholil dari kalangan Madzhab Al-Malikiyah. Al- Rafi’i, Al-Nawawi dari kalangan Madzhab Al- Syafi’iyah. Al-Qadli Alauddin Al-Mardawi tokohnya madzhab Al- Hanabalah. Abu Al-Khottob Mahfudz bin Ahmad Al-Kalwadzani Al-Bagdadi dari kalangan madzhab Al-Hanabilah.

      e. Mujtahid Fatwa
      Mereka adalah para ulama yang senantiasa mengikuti salah satu madzhab, mengambil dan memahami masalah-masalah yang sulit ataupun yang mudah, dapat membedakan mana pendapat yang kuat dari yang lemah, mana pendapat yang rajih dari yang marjuh.

      Akan tetapi mereka lemah dalam menetapkan dalil dan mengedit dalil-dalil qiyasnya. Seperti para imam pengarang matan-matan yang terkamuka dari kalangan imam mutaakhir (belakangan), seperti pengarang Al-Kanzu (Kanzul Ummal), pengarang Al-Durur Mukhtar, pengarang Majma’ Al-Anhar dari kalangan Al-Hanafiyah, Al-Ramli dan Ibnu Hajar dari kalangan Al-Syafi’iyah.

      f. Muqollid
      Adalah mereka yang tidak mampu melakukan hal-hal di atas, seperti membedakan mana yang kuat mana yang lemah, ia hanya bisa mengikuti pendapat-pendapat ulama yang ada.

      Jumhur ulama tidak membedakan anatara mujtahid muqoyyad dan mujtahid takhrij, tetapi Ibnu Abidin menjadikan mujtahid takhrij sebagai tingkatan yang keempat setelah mujtahid muqoyyad, ia memberikan contoh Al-Razi Al-Jashash (wafat th. 370) dan yang semisalnya.

      kepada akhi orgawam lebih baik tidak usah melayani anam dan abu ahmad, dua orang wahabi yang sudah diracuni oleh nashiruddin al-bani ahli hadits yang tidak konsekwen.

      • sangat berkelas, bermutu, berbobot, ini yg namanya ilmu tingkat tinggi. Salut.

  8. Assalamualaikum Wb. Wk.
    Bagus diskusi ini. Ia memperkembangkan ilmu, meluaskan yang sempit dan mendalamkan yang cetek.

    Yang saya lakukan semasa solat berjemaah bersama anak dan isteri:

    selepas Qamat, saya mengucapkan lafadz niat sembahyang (eg. untuk sembahyang asar)jelas didengar oleh anak & isteri, ini untuk mempastikan anak & isteri saya telah menghadirkan hati & mindanya untuk fokus pada sembahyang (asar) itu. MAKLUM SAHAJA MANUSIA ITU MUDAH LALAI & LEKA, JADI KITA INGATKAN AGAR HATI DAN MINDANYA TURUT HADIR BERSAMA-SAMA JASADNYA YANG SUDAH SIAP SEDIA BERDIRI TEGAK DI BELAKANG SAYA.

    Anak akan menyahut (mengulangi bacaan lafaz niat itu dengan betul dan tertib), dan saya mengengar dia sudah siap sedia untuk bersolat (asar) berimam.

    Bila yakin semua mereka telah fokus pada solat, maka saya mulakan solat dengan takbiratul ikhram + niat.

    –> Wa’alaikum salam wrwb. Tips yg bagus. Semoga menjadi keluarga sejahtera bahagia. Semoga ananda menjadi anak sholih sholihah. Amien.

  9. maaf orang awam

    kalo emang yg diwajibkan adalah niatnya (bukan lafalnya), berarti pake bahasa indonesia jg boleh ya? ga perlu harus pake “Ushalli fardla dzuhri arba’a raka’atin mustaqbilal kiblati ada’an lillahi ta’ala?

    terima kasih

    –> silakan

    • kenapa umat islam selalu membesar-besarkan khilafiyah terus menerus. khilafiyah fiqih itu seharusnya menjadi rahmat/ karunia, bukan malah menjadi konflik. HIDUP NKRI… HIDUP BINEKA TUNGGAL IKA… LIHAT KESELURUH DUNIA… ORANG YAHUDI NASRANI SUDAH BERLARI CEPAT SAMPAI LANGIT… ORANG ISLAM MASIH CEK COK SAJA SENDIRI…. MASYA ALLAH…. ASTAGFIRULLAH HAL ADZIIIMMM…

      • buat AnaK Gaul “ga jelas”:

        ini masalah dunia akherat mas,,masalah yang urgen dan sangat mendasar,,, sebab salat adalah ibadah pokok Umat Islam yang menjadi tiang agama…
        jangan sampai salat kita terjerat virus-virus bid’ah yang dapat menjerumuskan kita ke neraka-Nya…
        maka masalah ini harus dituntaskan sampai jelas!! biar nanti terbukti mana yang tukang bid’ah dan mana yang Ahlussunnah waljamaa’ah…
        sebenarnya masalah ini sudah sangat JELAS dipaparkan oleh para Imam yang 4…
        cuma saja orang-orang picik dan bodoh itu belum membuka hati nya untuk menerima hidayatuttaufiq dari Allah….
        terkutuklah wahai tukang-tukang bid’ah………….

        “khilafiyah itu merupakan rahmat”……. ini hadits palsu coYyyyy…. bodoh sangat Anda ini….
        maka mulailah care dengan praktik salat Anda…
        lain hal nya jika Anda salat nya asal-asalan atau ga pernah salat…..

        Allahu a’lam…..

      • hai do do ………..?jaga tu mulut jangan asal ngebacot wae,,,lo ngajinya dimana…udah dapet ijayah langsung dari ahli hadist/ahli fiqih blom?udah ngaji kutubustittah blom?udah mengaji kitab2 salaf blom?dan ngajinya langsung dengan ahlinya blom?apa cuma bisa baca buku cetak !!ingat dalam memahami al quran,al hadist, kitab2salaf harus pakai ilmu alat,mantiq,usul,dll.lo dah berani mengutuk melaknat ulama”2 yg jelas2 udah di akui kemasyhuranya.kalau lo punya hujjah jangan hanya berani ngebacot di dunia maya aja,ayo kita duduk bersama kita selesaikan dengan gentel di wadahnya.kita diskusi secara langsung,

  10. katanya umat Islam akan terpecah jadi 72 golong, mungkin salah satu golongan di sini adalah adanya golongan yang berpaling dari contoh rasulullah dan para sahabat yaitu golongan yang suka membuat aturan dan menjadikannya syariat dalam ibadah padahal tidak dicontohkan oleh rasul dan sahabat. Mungkin juga golongan aneh ini menganggap dirinya lebih pintar dari Rasulullah sehingga menambah-nambahkan dang mengurangkan apa-apa yang dari rasulullah dan sahabat.

    Salam dari pecinta nabi dan sahabat

    • Mungkin juga golongan mereka yang suka membid’ah-bid’ah orang lain, mengkafir-kafirkan muslim lain.
      Wallahualam

      • Makanya Paijo kemana-mana pakai surban karena mencontohi Rasulullah. kemana-mana bawa sugi karena mencontoh Rasulullah, setiap malam shalat witir dan tidur hanya beralas tikar. Paijo sadarlah; bahwa Wahabi adalah khawarij gaya baru yang selalu menolak apa yang tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah, walaupun itu pernah dilakukan pada masa khulafaurrasyidin, seperti shalat tarawih 20 rakaat dan azan jumat sebelum khatib naik mimbar. wahabi berani memanggil nama Sayyidu Waladi Adam dengan namanya secara langsung tanpa mau memulainya dengan kata Sayyidina.

      • hanya wahabi, PKS, dll, yang selalu menyalahkan NU, pengikut Syafii.

        NUpu tak pernah mengusik cara ajaran lain yang berbeda.

        Lalu kenapa yang lain selalu menyalahkan NU.

        Pernah dengar hal berikut?

        Orang yang mengkafirkan islam yang lain, sesunggunhnya dialah yang kafir sendiri.

        Wahabi selelu manyalhkan NU, berarti merekalah yang salah sendiri.

  11. Manusia yang dhaif terkadang lupa untuk beriman bahwa Allah Maha Mengetahui.

    Allah mengetahui manusia yang dhaif ada yang tata cara sholatnya tidak sesuai perintah Allah, misal yang mengucapkan sholawat dengan tambahan Sayyidina.
    Itu atas perintah siapa?

    Allah tidak memerlukan ucapan niat manusia yang dhaif karena Allah mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.

    –> Tentang sayyidina, ada catatan kami tersendiri. Itu adalah ucapan santun kami kepada baginda sayidina Nabi Muhammad saw.

    Benar kata anda bahwa Allah tidak memerlukan ucapan niat manusia. Allah bahkan tak butuh ibadah manusia. Manusia lah yang membutuhkan-Nya. Ucapan niat diperlukan untuk menetapkan hati dalam berniat (shalat). Kalau anda tak butuh itu .. silakan saja.

    Share pengalaman dalam hal lain. Dalam setiap mandi, ada rekan yang membiasakan diri berwudlu. Dulu awalnya selalu dengan niat. Karena bertahun-tahun dilakukan dan telah menjadi kebiasaan, maka otomatis dalam mandi pasti ada gerakan wudlu. Ketika segalanya telah menjadi reflek, maka niat kadang terlupakan. Syah-kah gerakan/basuhan wudlu yang hanya gerakan reflek dari mandi tanpa niat? Tidak saya kira. Maka dalam hal ini mengucapkan niat menjadi penting sebagai pengingat bahwa yang akan dilakukan adalah berwudlu, bukan reflek mandi lagi.

    Semoga anda tak membid’ah-sesatkan contoh wudlu ketika/sesudah mandi ini, hanya karena baginda sayidina Muhammad saw tak memerintahkan/mencontohkannya.

    • yang selalu dipersoalkan oleh Wahabi terhadap sunniy adalah masalah-masalah sunat. contohnya masalah Ushalliy, masalah Qunut, masalah Sayyidina, masalah Jenggot, masalah Tarawih dan sebagainya. Wahabiy kurang kerjaan maka suka membangkitkan persoalan yang sudah lama usang yang tidak akan pernah selesai, dan memang tidak perlu diselesaikan.
      wahabi itu tidak faham dengan defini sunat atau sunnah dalam berbagai ilmu. sehingga berkesimpulan bahwa kalau bukan sunnah berarti bid’ah, kalau sudah bid’ah berarti sesat, kalau sudah sesat berarti neraka. hanya itu kesimpulan wahabi warisan bin baz dan albani.
      wahai wahabi! coba bedakan, apakah khitan bagi laki-laki adalah sunnah? wahai wahabi! apakah melakukan pernikahan atau perkawinan adalah sunnah? jika kedua-duanya adalah sunnah maka apakah khitan dan kawin berada pada hukum yang sama. khitan hukumnya wajib, maka apakah kawin juga wajib?
      wahai Wahabi! berhentilah berlagak sebagai penyelamat sunnah, kalau yang dipersoalkan adalah masalah klasik yang dhanniy. arahkan perhatian kita kepada yang meninggalkan yang wajib dan melakukan yang haram, yang mana keduanya mempunyai dalil yang qath’iy. jangan lagi persoalkan masalah ziarah kubur, karena ziarah kubur adalah haditsnya walau dipandang lembah oleh wahabi, tetapi pikirkan masalah orang mati yang tidak lagi dikuburkan tetapi dijual sebagai sarana praktek kedokteran. jangan persoalkan lagi masalah hadiah pahala kepada orang mati karena masalah itu ada hadits dan ayatnya walaupun tidak sepakat dalam pemahaman dengan anda. tetapi persoalkan masalah umat Islam yang merayakan 1 Januari, Valentin Day, April Mop, Natal dan sebagainya.

      –> mas .. setahuku .. bagi wahabi, merayakan 1 Januari, Valentin Day dll dengan berbagai acara pesta-nya itu bukan bid’ah, karena itu bukan ibadah .. katanya itu kegiatan duniawi.

      Kalau melewatkan tahun baru dll dengan dzikir .. Allah Allah Allah dst .. baru dikatakan oleh mereka sebagai bid’ah sesat, karena katanya itu ibadah dan Nabi saw tak mencontohkannya.

  12. begini lah pny ilmu tnpa d dasari keimanan yg kuat, mslh ny cukup simple kl suatu ibadah tdk ad cnth dr rosulullah yaa jgn d tiru mski itu baik.. jgn d otak-atik kyk bani israel aj/yahudi

  13. Bismillahirrahmanirrahiem..

    tiada habisnya kita berdebat masalah Ushalli & Nawaitu,padahal Jawabannya sangat-Sangat simple,saran aku datang aja ke Arab Saudi lalu tanyakan perkara tersebut kepada Syaikh yang berwewenang.

    kutipan aku : “Banyak pendapat syaikh bin Baz ini yg tidak pass (bahkan bertentangan) dengan pendapat ulama2 Syafiiyah.

    bantahan :
    Syaikh Abdul bin Abdullah bin Baaz…
    ** tahu gak kalau Beliau itu adalah Kepala Direktorat Jenderal Fatwa, Riset, Da’wah, Bimbingan Islam, dan MUFTI besar kerajaan Saudi Arabia….???
    ** tahu gak…kalau Beliau itu Jauuuh lebih Paham daripada anda….bahkan jauuuuh lebih paham daripada ulama-ulama madzab syafi’i….???

    kalaupun Ilmunya Kontroversi,tohh kenapa Beliau diangkat sebagai MUFTI besar kerajaan Saudi Arabia…!!!???

    maaf sebelumnya..

    –> maaf .. tampak anda ta’asub dan bertaqlid buta pada syaikh Ibn Baz.

    Munkin anda perlu menyimak sejarah Arab (Saudi). Duluu .. abad yang lalu sebelum era wahabi, ulama-ulama di tanah hijaz (Makkah dan Madinah) bebas hidup dan mengajarkan ilmunya, termasuk ulama-ulama madzab syaifi’iyah. Zaini Dahlan, syaikh Nawawi al Bantani, syaikh Ahmad Khatib .. mereka adalah contoh ulama syafiiyah yang hidup di era menjelang kedatangan kedatangan wahabi. Setelah kaum wahabi menguasai tanah hijaz, banyak ulama dibunuh dan/atau menyingkir dari sana. Silakan simak sejarah.

    Dan .. ulama itu tidak hanya dari Arab Saudi saja. Ulama-ulama syafiiyah pun banyak, dan ilmunya tak berada di bawah syaikh ibn baz (misalnya)

    maaf kl tak berkenan

  14. Bismillahirrahmanirrahiem..

    Ashhaabus-Sunan dari ‘Irbadl bin Sariyyah, dari Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam, bahwasannya beliau bersabda : “Sesungguhnya siapa saja di antara kalian yang hidup setelahku, maka kelak ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu hendaklah kalian berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah para khulafaur-rasyidin yang mendapatkan hidayah. Maka berpegang teguhlah kalian kepadanya dan gigitlah ia dengan gigi geraham. Jauhilah segala perkara yangbaru, karena setiap perkara yang baru itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”.

    apakah Fatwa Madhzab boleh di Amalkan sekalipun gak ada Dalilnya….?????

    Masalah Ibadah gak boleh Di Qias-Qias Pak…!! karna Ibadah itu tidak ada tambahannya dan tidak aa kurangnya (kurasa bapak pun tahu….!!! ) yang boleh di Qias-Qiaskan hanya urusa Dunia,karna urusan dunia selalu berubah-ubah dan selalu muncul yang baru ( kurasa bapak pun tahu….!!! )

    maaf sebelumnya..
    taffadal..

    –> mohon maaf juga … fatwa madzab boleh diamalkan karena pasti ada dalilnya. Dan Qiyas termasuk dalil yang sah. Uraian ada di-blog ini juga.

    Maaf.. anda nggak pakai Qiyas, anda nanti zakat fitrah pakai apa mas? Beras/jagung .. itu berarti anda beribadah dengan dalil Qiyas.

    wallahu a’lam.

    • buat admin
      untuk zakat itu bukan kiyas
      tapi melihat makanan pokok penduduk setempat
      kenapa kalo dikiyas ukuranya berbedah

      sedangkan
      onta,sapi,dikiyas dengan kerbau kok ukuranya sama walaupun harganya berbeda
      karna kerbau bukan makanan pokok suatu suku atau negara
      tapi kerbau adalah sejenis dengan sapi ini namanya kiyas
      jadi kiyas anda tentang zakat adalah kiyas yang tanpa ilmu alias ngawur
      tamer dan beras adalah dua tanaman yng sangat berdedah
      karna kurma adalah jenis tanaman buah
      dan beras adalah jenis tanaman yang bukan buah

      akan tetapi kurmah pada zaman nabi itu merupakan makanan pokok
      tapi di zaman sekarang kurmah sudah bukan lagi sebagai makanan pokok
      di jazirah arab
      sehingga anda sudah tidak akan menemukan orang berzakat dengan kurma/tamer melaikan dengan gandum/beras

      kalo suatu negara /suku makanan pokoknya mangga walaupun di penduduk itu ada kurma maka yg harus di pakai zakat adalah mangga bukan kurma
      seperti disaudi dimasa sekarang yaitu zakat dgan beras dan gandum
      ini bukan kiyas
      karna yg wajib itu zakatnya sedangkan makananya itu disesuaikan kebutuhan masyarakatnya

      lalu kalo ibadah yg sifatnya ubudiyah itu perlu dalil untuk mengiayaskanya
      sebab seperti hajji dan sholat misalnya ini ibadah yang berbedah ngak mungkin bisa dikiyas
      contonya
      dalam hajji dan umroh
      niatnya labaikallah hajjan auh umrotan ini yg di ajrkan oleh nabi
      lalu kalo niat sholat dikiyas
      maka bunyi niatnya adalah labaikalloh sholatan maqrib ……….
      lalu dari mana anda dapat NAWAITU USHOLI padahal anda berdalil dengan kiyas
      makanya oleh orang bodoh dikalangan anda niat HAJJI DAN UMROHNYA DI ganti menjadi NAWAITU HAJJI DAN UMROH
      lihat dibuku panduan golongan anda

  15. subhanallah
    seandainy saudarakita, sahabat kita, imam kita, kesayangan jg Rasul kita sayidina Muhammad SAW. Masih hidup tentu ia akan menangis menangapi tingkah laku kita sebagai umatnya yang saling berselisih. sesuatu masalah yg kita belum jelas penyelesaiany kita serahkan kembali ke yang maha tahu Allah SWT. apakah yg orang lain kerjakan itu sunah, makruh, bid’ah itu bukanlah urusan kita. Yang terpenting adalah bahwa yg kita lakukan sudah benar boleh kita ikuti orang lain yg jauh lebih paham, tapi jangan terlalu mengekor. Lebih jika memang penyelesaiannya tidak jelas biar Allah yg selesaikan apa yg kita lakukan baik atau tidak. Dari Allah lah semua brasal, dan kepada Allah lah kita kembali.
    Cuma saran saya kalaulah ada perbuatan yg meragukan antara BID’AH dan WAJIB kerjakanlah tetapi berhati-hati dan berlindunglah kepada Allah dari ke khilafan dan kesalahan.
    Tetapi kalau ada perbuatan antara SUNAH dan BID’AH alangkah lebih baiknya kita tinggalkan, karena sunah tidak wajib di kejakan, sementara bid’ah wajib di tinggalkan.
    Wahai muslim bersatulah

    Nb; jika ada kesalahan dari komentar saya tolong di komplain dan di maafkan. Saya juga manusia biasa.
    syukran

  16. kutipan…………………!!!!!!1
    “maaf .. tampak anda ta’asub dan bertaqlid buta pada syaikh Ibn Baz”.
    ******************************************************************
    berarti Kami Sesat dong….????

    hay bung…sombong banget sih Lo….??????????
    hay bung…anda nyebut nama “Syaikh Abdul bin Abdullah bin Baaz”,,
    apa anda kenal “Syaikh Abdul bin Abdullah bin Baaz…”??
    apa anda yakin beliau orang yang sesat…??

    hay bung…anda orang hebat kenapa anda tinggal diam aja di Indonesia,,terbang aja ke ARAB SAUDI dan sampaikan Aspirasi anda bahwa “Syaikh Abdul bin Abdullah bin Baaz” adalah orang sesat,,& sampaikan apakah berUSHALLI & NAWAITU adalah Syariat…???

    okelah,, kita gak Usah Lihat Figurnya,tp kita lihat Hadits yg beliau bawakan gitu Lo,…semuanya SHAHIH….???

    hay bung…yang TAQLID buta tuh siapa…ANDAkah yang pengguna MADHZAB atau KAMIkah yang pengguna HADITS SHAHIH…?????

    –> duh-duh … kami tak mengatakan sesat mas. Anda taklid itu boleh, silakan saja .. kami pun taklid kepada orang-orang/ulama-ulama yang lebih alim, yang lebih menguasai ilmu di bidangnya, yang kami tak mengetahui atau kurang ilmunya. Namun hendaknya janganlah memuja-muja secara berlebihan. Maaf .. komentar di atas adalah indikasi demikian.

    Dalam berargumen, pakailah dalil-dalil dari ulama/syaikh yang anda taklid-i, bukannya malah memuja-muja syaikh tsb. Kami pun merasakan masih dangkal ilmu dan bertaklid kepada ulama yg lebih alim. Namun dalam berhujah .. kami gunakan dalil-dalil yang dipakai ulama-ulama panutan kami. Plus referensi2 ulama2 lain yang kuat/sahih. Berdasar pengalaman nyata yg kami alami. Jadilah hujah lengkap yang kami tulis.

    Artikel ini justru menampilkan dalil-dalil bolehnya ber-ushali atau nawaitu, untuk menangkis tuduhan-tuduhan bid’ah sesat yang dialamatkan kepada kami. Justru kami yang divonis sesat. Lhaa ini kok malah sekr dituduh menuduh sesat. Wahh jauh mas .. lidah/pena/keyboard kami tak sekejam itu.

    Tahukah anda.. para periwayat hadits yang sahih itu pun bermadzab di dalam fikihnya. Imam Bukhari (w 256 H), misalnya, adalah cucu murid imam Syafi’i (w 204H), dan tercatat di dalam sejarah sebagai ulama yg bermadzab Syafi’i. Demikian pula para ulama periwayat hadits yang lain, mereka lahir setelah madzab yang 4 itu ada. Dan para ulama itu pun bermadzab di dalam fikihnya.

    wallahu a’lam.
    maaf kl tak berkenan..

    • BUAT ADMIN
      anda bukan hanya berkata boleh tentang melafalkan niat tapi anda mengatakan sunnah ini yg kita bahas
      karna sunnah itu suatu perkara yg telah dilakukan oleh nabi di ucaopkan dan di diamkan oleh nabi
      itu sunnah
      kalo usholi nawaitu berak anda itu sesuai dengan katagori diatas baru bisa dikatakan sunnah
      dan kalo ulama’itu berbedah maka dalil kita bukan ulama’

  17. Ashhaabus-Sunan dari ‘Irbadl bin Sariyyah, dari Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam, bahwasannya beliau bersabda : “Sesungguhnya siapa saja di antara kalian yang hidup setelahku, maka kelak ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu hendaklah kalian berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah para khulafaur-rasyidin yang mendapatkan hidayah. Maka berpegang teguhlah kalian kepadanya dan gigitlah ia dengan gigi geraham. Jauhilah segala perkara yangbaru, karena setiap perkara yang baru itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”.

    ***
    Mas…Liat gak Hadits yang di bawakan oleh saudara kita diatas (Islam kaffah…) dan saudara kita yang lain,,mereka itu ngomong sesuai Alquran & As Sunnah Lo… ??????????

    Anda Pinter,sanggaaaaaat pinter…aku salut pada kepintaran anda …hebat….

    *****
    kita kembali ke Masalah ushali atau nawaitu…
    Mas…sangat lah jelas bahwa Nabi saw gak pernah mencontohkan perkara tersebut,,gak ada 1 pun Hadits yg menerangkan,bahkan dalam Ayat pun gak ada,,toh kenapa masih ada orang yang mau percaya pada P E N D A P A T,,skalipun dia Orang Sholeh tp dia bukan Nabi,jd mengapa mesti di Ikuti,,bukankah AGAMA ini udah sempurna….?????????

    Masih adakah yang belum disampaikan oleh NABI SAW,,yaitu shalli & nawaitu tersebut..??????????????????????????????????????

    **************

    nb :
    Alquran & As Sunnah :
    Maka berpegang teguhlah kalian kepadanya dan gigitlah ia dengan gigi geraham. Jauhilah segala perkara yang baru.

    ushalli & nawaitu gak ada di dalamnya…

    –> salam kenal mbak siti.

    • iya iya.. jangan terlalu ngotot gitu ah..
      pendapat ente monggo diamalkan, tapi kerjaan kami jangan disalah2kan dong, wong kami ada dalilnya kok..

      para pengaku Salafy ini suka “menghilangkan” tapi ga bisa “memunculkan”..
      banyak fatwa2 ulama yg dihilangkan..
      ga sedikit pula hadis Nabi yg dipelintir..
      banyak pula kitab2 agama karya ulama yg diedit/dipalsu..

      ushalli atau nawaitu shalat dianggap bidah dan harus dimusnahkan, tapi nawaitu haji dan umrah yg dicontohkan Nabi yg jelas2 sunnah sudahkah dikerjakan oleh Wahabbi ini?

      Wahabi ini lucu..
      orang maulidan yg jelas2 baca shalawat salah, terus shlawat yg seperti sunnah Nabi itu seperti apa sih?
      jangan2 baca shalawat di dalam pesawat juga salah?
      pekik “Allahu akbar” dipengadilan pun jangan2 salah juga?

      wacana memurnikan tauhidnyapun sdh lucu..
      gimana ga lucu, disatu sisi teriak2 memurnikan tauhid, tapi ko Allah diyakini berkaki dan bertangan seperti manusia..
      walah.. walah..

      mirip kaya partai politik, jual slogan..
      partai X mmbela kebenaran membasmi kejahatan, partai Z menjunjung keadilan.. coba bandingkan sama Wahabi terutama mahasiswa Wahabinya.. kita akan lebih banyak menemukan slogan2..
      aplikasinya? menghujat/mengkafirkan/membidahkan saudara muslim lain yg jelas2 SUDAH PUNYA DALIL YG MAPAN..

      itulah penyakit orang yg merasa benar tapi memaksakan pendapatnya ke orang lain..

    • kalau anda pemegang teguh hadits, dan tidak mau yang namanya qiyas, sekarang saya mau tanya.
      anda zakat fitrah pake apa?
      adakah hadits yang menjelaskan zakat fitrah pake beras?
      nggak ada. paling anda juga pake beras zakatnya.

  18. sudah jelas dan tegas bahwa tidak ada satu hadistpun yang mencontohkan bahwa niat sholat itu harus di lafadzkan…jadi buat apa kita perdebatkan lagi. jangan berpatokan pada 4 mahzab, berpatokanlah pada hadist nabi.

    • emang ada ya hadis yg ngelarang lafadz niat?
      adakah hadis yg menyebutkan hal2 yg dilarang dilakukan sebelum shalat?

      soalnya, ada yg sebelum shalat baca Qur’an dulu,
      ada yg sebelum shalat baca shalawat dulu,
      ada yg baca surat al Falaq dulu..

      wah wah, bakal tambah pusing lagi nih anda2 yg simpatisan wahabi, hehehe..
      kapok, makanya jangan terlalu dangkal memahami agama…

      selamat berpusing2 ria ya..

      makanya, klo mnyebarkan pemikiran itu liat2 dulu..
      menyebarkan pemikiran Wahabi kok di tempat orang2 bermazhab Syafii yg sudah mapan & mateng sejak ratusan tahun yang lalu pula..
      pake cara2 keras & licik pula.. memalsu2 kitab orang..
      walah.. walah..

      • untuk mas wawan……..
        mungkin kebiasaan anda sebelum sholat sholawat dulu dan mungkin kegiatan lain, mas.. yang diwajibkan itu sholatnya mas,….. mendingan lakukan sholat dulu pada awal waktu,… habis sholat silakan anda mau berdoa,.. mau sholawat,.. mau tahlil… silakan mas,.. utamakanlah sholat mas bukan sholawatnya…….

      • to mas Babah Cong,
        Anda mirip sprti temen2 simpatisan Wahabi (TSW) lain,ga bisa mjawab prtanyaan yg sama yg saya sampaikan..
        Mana hadis yg mnyebut aktivitas2 yg dilarang sbelum shalat?

        Kebiasaan lain TSW, suka ga baca/denger argumen orang yg diajaknya diskusi, anda mngkin trmasuk kriteria ini..
        Dalam komen saya ga ada menyebut2 “saya”lah pelaku shalawatan/dzkiran/Qur’anan (SDQ) sblum shalat, tapi anda malah mnyebut bahwa sayalah pelaku SDQ.. Salah mas!
        itulah yg sering dilakukan TSW, mngutip pendapat para Imam tapi salah kutip karena sumber kutipannya sdh salah kutip duluan..
        Imam A bilang makruh, di sumber kutipan TSW mnyebut haram..
        Ini sering trjadi mas,karena sumber kutipannya sudah diedit/dipalsu duluan..
        ditambah lagi kebiasaan TSW sperti anda yg suka salah kutip, KLOP, lengkaplah sudah kehancuran konsep2 keilmuan&keintelektualan..
        Selamat, anda termasuk salah satu penghancurnya,hehe..

        Kmudian..
        Mengenai komentar anda,telah di sanggah&dipatahkan oleh komen temen anda sndiri para TSW..
        Mereka bilang,tidak boleh ada aktivitas semisal ushalli,shalawat,dzikir atau Quran sbelum/ssudah shalat, bid’ah katanya..
        Jadi,anda adalah pendukung bid’ah sesat juga versi TSW,temen anda sndiri..
        Ga pduli sblum masuk waktu shalat atau ssudah,pokoknya bid’ah sesat katanya..

        kemudian..
        saya setuju kita harus mngutamakan shalat dulu,pertanyaan saya, bagaimana kalo SDQ itu dilakukan sbelum masuk waktu shalat??
        Begitu masuk waktu, semuanya STOP, fokus keshalat..
        Mohon dijawab..

        Hmm..
        saya punya prtanyaan lagi yg saya anggap relevan dengan pembahasan kita.
        Bagaimanakah SDQ yg dicontohkan Nabi?
        Ini penting karena awalnya SDQ itu sunnah, tapi begitu ada yg membacanya di kubur,dirumah kluarga mayit atau dirutinkan pada malam2 trtentu misalnya malam jumat/malam senin, malah berubah jadi haram mutlak versi TSW..
        Apakah mmbaca SDQ di atas psawat/kapal jg bidah sesat haram?
        apakah pekik Allahuakbar di ruang pengadilan ketika anggota klompok diadili jg bid’ah?

        Kapan&bagaimana para TSW melakukan SDQ?
        Mohon dijawab detail,maaf saya cuma pengen tau..

        –> mas … TSW itu apa? SDQ? pakailah singkatan-singkatan yang standar, biar tidak membingungkan orang.

      • maaf mas admin..
        TSW itu temen2 simpatisan wahabi, soalny kadang2 yg bener2 Wahabi tu agak beda sama yg simpatisan atau sekedar ikut2an..

        SDQ itu sholawat,dzikir,Qur’an..
        Sngaja saya singkat biar ga panjang..
        Tapi diawal komen uda saya kasih tau apa kpanjangannya..

      • tuk mas wawan
        saya tidak mengutip tulisan anda,.. itu adalah yg saya pahami ttg anda dari tulisan di atas dan tulisan2 anda sebelumnya…..
        yang saya maksudnkan sebelum sholat adalah begitu masuk waktu sholat sampai dengan kita lakukan sholat,… kebiasaan di tempat kami begitu adzan, ke masjid.. wudhu … sholat sunnat (bila ada)…. langsung sholat berjamaah,…….. mungkin beda dg kebiasaan anda,.. mungkin setelah adzan diisi sholawat dulu (menurut saya agak lama) baru sholat……….
        kami berusaha dalam melakukan ibadah(sholat, puasa, zakat, haji…)untu berpedoman pada qur’an dan hadits,.. sedangkan dalam kegiatan muamallah sehari hari selama itu tidak dilarang dalam agama itu kami boleh melakukan, apalagi yang dianjurka…
        saya tidak pernah mnenyebut anda dan org yang sealiran dengan anda ahli bid’ah….. itu perasaan anda saja…..
        mari kita terus belajar demi kemajuan ummat… yang menentukan kita benar atau salah itu hanyalah Allah,.. kita hanya berusaha…. makanya kami juga tidak berani menambahkan sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam melaksanakan ibadah.. karana kami tidak tahu apakah itu benar atau itu salah….

      • tapi dari kalimat anda :
        “mungkin kebiasaan anda sebelum sholat sholawat dulu dan mungkin kegiatan lain, mas..”
        sangat jelas menyebut saya melakukannya,

        padahal saya cuma menyebut :
        “soalnya, ada yg sebelum shalat baca Qur’an dulu,
        ada yg sebelum shalat baca shalawat dulu,
        ada yg baca surat al Falaq dulu..” lihatlah : saya menyebut “ada” bukan “saya”..
        tidak menyebutkan “saya” melakukannya..
        maka dengan ini saya mau mengoreksi statement anda, mudah2an diikuti dengan ralat dari anda..

        statement anda :
        “saya tidak pernah mnenyebut anda dan org yang sealiran dengan anda ahli bid’ah”
        komentar saya :
        apa anda lupa dengan statement anda pada artikel2 selain di artikel “melafalkan niat ini” ?
        sepertinya statemen anda yg dulu2 agak bertentangan dengan “tidak pernah mnenyebut anda dan org yang sealiran dengan anda ahli bid’ah”..
        coba dicek.. koreksi saya bila salah, saya siap meralat&minta maaf terbuka di forum ini

        statement anda :
        “kami berusaha dalam melakukan ibadah(sholat, puasa, zakat, haji…)untu berpedoman pada qur’an dan hadits”
        komentar saya :
        mudah2an ini bukan jawaban anda atas pertanyaan saya..
        dan menurut saya bukan hanya anda dan teman2 anda saja yg ingin berpedoman pada Quran &hadis, kamipun seperti itu juga,
        anda dengan penafsiran anda, kamipun menurut penafsiran, mazhab Syafii..
        marilah kita jaga sopan santun untuk tidak saling mencaci/membid’ahkan, karena ini cuma perbedaan pemahaman/penafsiran.. adapun yg kita tafsirkan ini sama aja, Quran&hadits yg sama yg itu2 juga..

        pernyataan anda :
        “makanya kami juga tidak berani menambahkan sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam melaksanakan ibadah.. karana kami tidak tahu apakah itu benar atau itu salah…”
        koment saya :
        mungkin seperti itu pemahaman anda/kelompok anda,silahkan adapun kami melalui artikel2 yg disusun/dibuat admin blog ini justru berusaha menunjukan dalil dan landasan kami, dengan dalil ini kami akhirnya berkesimpulan bahwa kegiatan kami masih didalam bingkai Quran dan Hadits..

        kemudian..
        mengenai pertanyaan2 saya, bisakah anda menjawabnya..
        belum dijawab tuh…

  19. berpatokan ya ke imam madzhab yang jelas pada hafal hadits nabi,,coba lihat tahun brapa hidupnya!! lebih dulu hidup dari pada perawi hadits seperti imam bukhori dan muslim,dll,jadi hadits2 tersebut ga akan keluar dari mereka imam mujtahid,,lah di bandingkan kita,,hafal brapa hadits?? itu juga ga tau asal usulnya,,ente pake bicara ga berpatokan segala,,emang kamu berpatokan ke siapa? kpd hadits shahih bukhori muslim,dkk?wong imam bukhori muslim juga berpatokan kpd imam mujtahid…

  20. Orang awam mau ngomong, sepakat gak kita kalo ane bilan niat itu rukunnya sholat. Nah yang namanya rukun itu dilakukan didalam sholat, sedangkan syarat dilakukan diluar sholat. Yang namanya Sholat adalah ibadah yang dilakukan yang dimulai dari takbir dan diakhir salam. JADIIIII…… Mau kita jungkir balik, mau kita ngobrol, mau kita nguap, atau kegiatan lainnya sebelum takbir ya ndak masalaah… gitu aja kok repot. Tapi kalo mewajibkan lafal niat itu baru bid’ah, lah yang mewajibkan aja nggak ada kookkkkk …..!

    Terus, kalo antum semua sholat tanpa niat alias langsung takbir, berarti antum ninggalin rukun pertama sholat yaitu niat, gak sah tauuu. …… beneran. Sebab dalam mahzab syafe;i niat itu bersamaan dengan takbir, dilakukan didalam takbir. sementara melafazkan cuma untuk menguatkan hati, gak dilafazkan juga gak apa, gitu aja kok repot….. ?. Yang GAJK SAH SHOLATNYA itu kalo langsung takbir tanpa mengerjakan rukun yang pertama yaitu niat bersamaan takbir …. beneran orang sombong….?

    Ana juga mau tanya, tentang perkataan Sayyidina Umar ra, pada hadits solat tarawih, “Ini adalah sebaik-baiknya bid’ah” berarti ada bid’ah hasanah dong, ya itu termasuk malafazkan niat mahzabnya syafe’i. Inget gak ketika Abu Bakar dan Umar ingin membukukan Al-qur’an, merka bilang BAGAIMA MUNGKIN AKU MELAKUKAN SESUATU YANG TIDAK PERNAH DILAKUKAN NABI SAW, Kemudian Sayyidina Umar menjelaskan, hingga alloh membukakan hati Abu Bakar, dan setelah proses yang cukup panjang maka dibukukan Firman Alloh Al-qur’an dalam Mushab yang kita baca sekarang ini, Bid’ah …. gak para sahabat tadi ….? orang sombong….?

    BAnyak sih yang lainnya, yang dilakukan sahabat dalam perkara ibadah, yang dilakukan ketika ada Nabi SAW masih hidup ataupun setelah Beliau wafat, padahal mereka lebih tau persis apa yang dikatakan bid’ah ….. gak seperti pemiira orang sombong …. yang cuma bisa ngedenger dan tklid buta…!

    Orang awam ngomong, emang goblok, tapi sumpah aja …. saya gak pernah nyesat-nyesatin orang, karena dihati Umat Muslim yang berbeda pendapat dan amalan sama saya ada kalimat LAAILAAHAILLALLOOH ….. yang harus saya jaga.

    Astagfirulloh … mudah2 han saya dijauhi dari orang orang yang bodoh dan sombong.

  21. DALIL MELAFAZKAN NIAT
    (Bacalah dengan hati yang jernih tanpa merasa paling benar sendiri)

    D. Hadits-Hadist dasar Dasar Talaffudz binniyah (melafadzkan niat puasa)
    1. Diriwayatkan dari aisyah ummul mukminin Rha. Beliau berkata :
    “Pada suatu hari Rasulullah Saw. Berkata kepadaku : “Wahai aisyah, apakah ada sesuatu yang dimakan? Aisyah Rha. Menjawab : “Wahai Rasulullah, tidak ada pada kami sesuatu pun”. Mendengar itu rasulullah Saw. Bersabda : “Kalau begitu hari ini aku puasa”. (HR. Muslim).
    Hadits ini mununjukan bahwa Rasulullah Saw. Mengucapkan niat atau talafudz bin niyyah di ketika Beliau hendak berpuasa sunnat.
    2. Diriwayatkan dari Abu bakar Al-Muzani dari Anas Ra. Beliau berkata :
    عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلّّمَ
    يَقُوْلُ لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّاً
    “Aku pernah mendengar rasulullah Saw. Melakukan talbiyah haji dan umrah bersama-sama sambil mengucapkan : “Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk melaksanakan haji dan umrah”.
    ”. (Hadith riwayat Muslim – Syarah Muslim Juz VIII, hal 216)).
    Hadits ini menunjukan bahwa Rasulullah Saw. Mengucapkan niat atau talafudz binniyah diwaktu beliau melakukan haji dan umrah.
    Imam Ibnu Hajar mengatakan dalam Tuhfah, bahawa Usolli ini diqiyaskan kepada haji. Qiyas adalah salah satu sumber hukum agama.
    3. Hadits Riwayat Bukhari dari Umar ra. Bahwa beliau mendengar Rasulullah bersabda ketika tengah berada di wadi aqiq :”Shalatlah engkau di lembah yang penuh berkah ini dan ucapkanlah “sengaja aku umrah didalam haji”. (Hadith Sahih riwayat Imam-Bukhari, Sahih BUkhari I hal. 189 – Fathul Bari Juz IV hal 135)
    Semua ini jelas menunjukan lafadz niat. Dan Hukum sebagaimana dia tetap dengan nash juga bias tetap dengan qiyas.
    4. Diriwayatkan dari Jabir, beliau berkata :
    “Aku pernah shalat idul adha bersama Rasulullah Saw., maka ketika beliau hendak pulang dibawakanlah beliau seekor kambing lalu beliau menyembelihnya sambil berkata : “Dengan nama Allah, Allah maha besar, Ya Allah, inilah kurban dariku dan dari orang-orang yang tidak sempat berkurban diantara ummatku” (HR Ahmad, Abu dawud dan turmudzi)
    Hadits ini menunjukan bahwa Rasulullah mengucapkan niat dengan lisan atau talafudz binniyah diketika beliau menyembelih qurban.
    E. Pendapat Imam-Imam ahlu sunnah (sunni) mengenai melafadzkan niat
    1. Didalam kitab Az-zarqani yang merupakan syarah dari Al-mawahib Al-laduniyyah karangan Imam Qatshalani jilid X/302 disebutkan sebagai berikut :
    “Terlebih lagi yang telah tetap dalam fatwa para shahabat (Ulama syafiiyyah) bahwa sunnat melafadzkan niat itu. Sebagian Ulama mengqiyaskan hal tersebut kepada hadits yang tersebut dalam shahihain yakni Bukhari – Muslim.
    Pertama : Diriwayatkan Muslim dari Anas Ra. Beliau berkata :
    عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلّّمَ
    يَقُوْلُ لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّاً
    “Aku pernah mendengar rasulullah Saw. Melakukan talbiyah haji dan umrah bersama-sama sambil mengucapkan : “Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk melaksanakan haji dan umrah”.
    Kedua, Hadits Riwayat Bukhari dari Umar ra. Bahwa beliau mendengar Rasulullah bersabda ketika tengah berada di wadi aqiq :”Shalatlah engkau di lembah yang penuh berkah ini dan ucapkanlah “sengaja aku umrah didalam haji”.
    Semua ini jelas menunjukan lafadz niat. Dan Hukum sebagaimana dia tetap dengan nash juga bias tetap dengan qiyas.”
    G. Kesimpulan
    Lihatlah bagaimana bahwa melafadzkan niat adalah dibolehkan. Apalagi bagi orang yang berpenyakit was-was. Serja Untuk taklim (mengajari orang yang belum tahu cara niat puasa) dan tanbih (mengingatkan kembali akan niat bagi orang mukmin), kadang sering terlupa niat puasa jika tidak diingatkan.
    Hati-hati dengan ucapan fitnah pemecah barisan sunni yakni golongan anti madzab wahhaby yang menebarkan isu khilafiah dan mereka mengambil fatwa bertentangan dengan pegangan majority ummat sunni agar ummat terjauh dari mengikuti ulama yang haq dan terjauh dari kitab imam –imam sunni.
    Rujukan :
    – Al –ustadz Haji Mujiburrahman, Argumentasi Ulama syafei’yah terhadap tuduhan bid’ah, mutiara ilmu Surabaya.
    – DR. Wahbah zuhaili, kitab Al-fiqhul islam, Jilid I/214
    – DR. Wahbah zuhaili, kitab Al-fiqhul islam, Jilid I/767
    – Imam ramli, KitabNihayatul Muhtaj, Jilid I/437
    – Ibnu hajar Al-haitsami dalam Tuhfatul Muhtaj II/12
    – Imam Qatshalani, Kitab Az-zarqani, jilid X/302
    – Imam bukhari, Kitab Shahih Bukhary, Jilid I/189
    – Imam Muslim, Kitab Shahih Muslim, Jilid VIII/216
    – Syarah Safinatunnaja

  22. hehe..
    niat yg usholli….itu di lafalkan sblm sholatkan..?
    hehe..ane malahan sebelum sholat itu sering ngerapihin peci sama sarung…kadang ya klo gatel garuk2 dulu sdikit,gak masalah en nggak di bilang bid,ah ya…lha wong semua di lakukan sebelum kita sholat…pie toh…
    hehe…

    • mas Prass, itu bid’ah… versinya Wahabi sih, tapi klo versi Syafii ya ga bid’ah..

      yang lucu itu kalo ngliat mazhab Syafii pake kacamata Mazhab Wahabi, kacamata minus dipake buat baca koran, ya jelas aja ngga ketokkk..
      kalo dipaksain, ya, namanya “maksa”..

      maksud saya itu,
      definisi bid’ah antara Wahabi dengan Syafii aja udah lain, maka sampe jelekpun ya ga bakal ketemu..

      kita bisa menghitung tebal aspal rencana menggunakan metode ASHTOO 1986, bisa juga menggunakan metode punyanya Bina marga PU, hasilnya ga jauh2 amat (ada standar deviasi yang masih bisa ditoleransi)
      tapi kalo menghitung tebal aspal menggunakan rumusnya orang pertanian IPB bogor, ya jelas ga nyambung..

      oleh karena itu, sadarlah wahai Wahabi, kacamata yg kita gunakan sudah jelas beda, anda ga bisa memaksakan pemahaman anda sampai anda jelek sekalipun..
      walaupun anda ngotot bilang Quran Hadits adalah pegangan anda, tapi anda tetap menggunakan metode penafsiran ulama2 anda, sama seperti kami..

      kredibilitas ulama2 anda sudah jelas,
      ada yg belajar cuma diperpustakaan tanpa sanad (keluar perpus, sudah jadi ulama hadis, dan berkoar2 kalo Bukhari Sesat, Imam Nawawi Bid’ah, dll).

      ada imam anda yg ngotot mataharilah yg mengelilingi bumi, barang siapa yg bilang sebaliknya maka dia kafir..
      (coba anda2 pikir baik2 kengototan orang ini, sampe bawa2 kafir segal)

      ada juga imam anda yg A bilang kalo imam anda yg B adalah sesat kafir (lihatlah, sesama wahabi sendiri saling menyebut kafir)

      saya ga perlu menyebut nama, toh orang2 sudah pada tau juga siapa yg dimaksud dengan imam2 Wahab itu..

      seperti itukah orang2 yg anda jadikan ikutan untuk “melihat” Nabi??
      apakah orang2 yg meyakini Allah duduk manis di Arsy, duduk dikursi, Allah naik turun langit bumi, yang akan anda jadikan pegangan??

      bukalah akal sehat anda! tolong!

  23. amin..
    maaf mas Prass, saya mau ralat bahwa kata “anda” di komentar saya itu refers to – nya ke temen2 Wahabi, bukan ke mas Prass..
    saya lupa membedakan mana koment buat mas Prass, mana yg buat temen2 Wahabi..

  24. Hehehehehe dasar wahabi apa’ bid’ah tanpa menggali lebih dalam,jangan’ mushaf al-quran juga bid’ah lagi.,beravo as-syafi’iah memang indah dan sejuk di hati.

  25. Assalamu’alaikum wahai antum semua..
    Coba anda pikirkan?? mana yang lebih utama yang akan anda kerjakan:
    Anda melakukan sesuatu padahal tidak pernah diperintahkan untuk melakukannya………. atau…. hanya karena tidak ada larangannya?….
    Sebenarnya sudah diketahui bahwa: Urusan Ibadah (akhirat) itu hanya dilakukan jika ada perintah/contoh dari Rasulullahi salallahu’alaihi wassalam untuk melakukannya….sedangkan urusan Duniawi itu silahkan dilakukan sampai datangnya Fatwa HARAM dari para Ulama untuk dikerjakan.
    Wassalamu’alaikum

    –> wangalaikum salam wrwb. Ketika perbuatan itu mubah (tidak ada perintah atau tidak ada larangan) .. maka keduanya sama saja. Perbuatan mubah itu menjadi bernilai ibadah ketika diniatkan untuk mendekat ke pada sang Pencipta.

    Klasifikasi anda tak tepat benar. Urusan dunia, urusan akhirat. Coba anda pikirkan juga. Apakah ada urusan dunia yang bukan urusan akhirat? Apakah ada perbuatan dunia yang tidak diminta pertanggung jawaban di akhirat nanti? Apakah ada perbuatan mubah yang tidak bisa menjadi ibadah? Tidak ada kan ..

    • maaf numpang ngobrooool… masalah keyakinan itu adanya dalam hati, soal baca usholli atau tdk itu urusan masing2 org yg mau sholat, diterima apa tidak tergantung Alloh SWT,
      Yang ikut madzhab Syafi’i silahkan, hanafi silahkan, maliki juga silahkan,yg ikut madzhab lain pun silahkan.
      Kalau menurut saya yang pakai Usholli sholatnya sah, yg tak pakai usholli juga sah, yg tak sah yg tak sholat.
      jgn mudah mengharamkan,….. atau menghalalkan.
      ulama warotsatul’anbiya’…, tapi ‘ulama tak bisa membuat hukum, apalagi ‘ulama sekarang.. pandanya menjual hukum. kan ‘ulamanya udah dpt warisan,
      Apalagi kalian………… sok pandai…. sok tau….. sok paham Al qur’an…..sok ngerti hadits….
      udah jgn bantah lagi…. malu2 in aja.

  26. Penjelasannya kok pake kalimat “memang tempatnya niat ada di hati”, berarti anda sendiripun sebenarnya kurang yakin dgn artikel anda..(memang sih, memang benar dan memang lainnya) berarti sebenarnya memang seperti itu.

  27. assalamu alaikum .saudaraseagamaku jangnlah kt selalu mencari perbedaan tp crila persamaan..firman allah dlm al quran .jiaka kalian berselisi pendapt tentang sesuatu maka kembalikanla ia kepada al-qur an dn rusulnya jika kalian benar2 beriman kepada allah dn rasulnya.yg dmian itu lebih utama bagi kalian dn lebih baik akibatnya…….

  28. afwan, begini,ngasih masukan aja, kalau berlarut2 dalam pertentangan begini kasihan teman2 kita yg mencari kebenaran,malah bingung
    sekedar buka pendapat. Saya bisa dikatakan salafiyah, gatau mau disebut wahhabiyah, ya juga gapapa. Sy tidak berpatok pada aliran
    InsyaAllaah saya mengikuti ahlussunnah -aamiin-
    Yg jelas InsyaAllah saya menghargai pandangan imam 4 madzhab. Karena memang mereka lebih sangat banyak ilmunya dibanding saya.
    Izinkanlah saya ikut memberi masukkan
    Saya hanya menyebutkan beberapa point2 karena semuanya telah disebutkan diatas.
    1. Letaknya niat itu dihati,didorong keinginan yg besar untuk melaksanakannya. Semua sepakat akan ini. Kalau ada yg bilang wahabbiy tidak sepakat akan ini,berarti anda tidak mengetahui wahhabiy.
    2. Niat lisan digunakan ‘untuk menghilangkan was was’ disini saya beri tanda kutip. Disinilah perbedaannya. Coba, afwan, kita hargai semuanya. Saya meyakin imam syafi’i juga imam yg lain,imam syafi’i mengajarkan niat lisan ‘untuk menghilangkan was was’. Dan ini berbeda dengan yang terjadi sekarang. Kasihan sahabat kita yg awam sekali, belajar islam, ia membuka buku, yg ia dapatkan “bacaan niat sholat” hingga berpatokan niat sholat menjadi wajib dilisankan. Mereka tidak mendapat penjelasan.
    Coba, afwan, bertanya pada mereka, apa hukum niat sholat? ‘WAJIB’
    Maka ini menyalahi perkataan imam syafi’i kan yg mensunnahkan niat lisan.

    Berbalik lg ke masalah niat lisan sebenarnya perlu atau tidak? “PERLU” untuk menghilangkan rasa was was.
    Namun,mengapa ini menjadi selalu dibaca saat hendak sholat? Bukan kah ini yg hukum awalnya sunnah menjadi wajib? Karena dijalankan secara berkelanjutan.
    Ini yg menjadi salah pemahaman.

    Afwan,untuk menjawab komentar saudara kita yg mengatakan wahabbiy tidak boleh menzakatkan selain kurma,hendaknya mengkaji hadist lg. Afwan, tidak bermaksud menggurui. Karena berzakat selain kurma itu sudah terdapat hadist yg shahih atasnya

    Afwan jika dalam perkataan saya terselip hujatan yg tidak sy sengaja,saya mohon maaf

    Wallahu a’lam

    • Untuk Saudara Aan,

      Komentar Anda :

      Berbalik lg ke masalah niat lisan sebenarnya perlu atau tidak? “PERLU” untuk menghilangkan rasa was was.
      Namun,mengapa ini menjadi selalu dibaca saat hendak sholat? Bukan kah ini yg hukum awalnya sunnah menjadi wajib? Karena dijalankan secara berkelanjutan.
      Ini yg menjadi salah pemahaman.

      Tanggapan saya :

      Yang salah paham ya itu Saudara sendiri,kenapa ?

      Karena, pada saat Imam Syafi`i mensunahkan melafadzkan niat kemudian oleh pengikutnya dilanggengkan ko oleh Anda disalahkan, ini kan aneh…..

      Yang namanya sunah kalau dilanggengkan itu kan bagus karena akan tetap mendapatkan pahala kesunahannya.

      Yang salah adalah merubah hukum sunah menjadi wajib atau perbuatan yang disunahkan kemudian dilanggengkan kemudian dianggap salah oleh seseorang, ya ….seperti pendapat Anda itu.

  29. ikhtilaf dalam fiqih itu sudah terjadi dari dahulu kala, tapi kalau mengklaim bahwa satu paham seperti wahabi yang disebutkan diatas sebaiknya hal itu tidak terjadi. apalagi untuk pembahasan fiqih yang sebenarnya tidak ada hubungannya.
    Apalagi kalau memang ternyata wahabi itu adalah justru yang berpegang teguh pada sunnah. walhasil kita hanya dibuat menyalahkan yang sebenarnya adalah saudara kita sendiri, dan kembali hal ini adalah kemenangan buat mereka yang tidak suka dengan Islam.

    Perlu dicermati lagi lebih dalam, kita semua tidak luput dari kekurangan dan info yang kita dapat terkadang simpang siur apalagi di internet klaim atau pengakuan apapun bisa terjadi walaupun tanpa dasar.

    Wallahu ‘alam

  30. Berikut ini beberapa etika bila menemukan beda pendapat antar kelompok:
    Memulai dengan “husnuzzan” (prasangka baik) terhadap sesama muslim.
    Menghargai pendapat kelompok lain sejauh pendapat tersebut mempunyai dalil.
    Tidak memaksakan kehendak bahwa kelompoknyalah yang paling benar, karena pendapat lain juga mempunyai kemungkinan benar yang seimbang, sejauh dalam diskursus syariah.
    Mengakui adanya perbedaan dalam masalah furu’iyah (cabang-cabang ajaran) dan tidak membesar-besarkannya.
    Tidak mengkafirkan orang yang telah mengucapkan “Laailaaha illallah”.
    Mengkaji perbedaan secara ilmiyah dengan mengupas dalil-dalilnya.
    Tidak beranggapan bahwa kebenaran hanya satu dalam masalah-masalah furu’iyah (cabang-cabang ajaran), karena ragamnya dalil, di samping kemampuan akal yang berbeda-beda dalam menafsiri dalil-dalil tsb.
    Terbuka dalam menyikapi perbedaan, dengan melihat perbedaan sebagai hal yang positif dalam agama karena memperkaya khazanah dan fleksibillitas agama. Tidak cenderung menyalahkan dan menuduh sesat ajaran yang tidak kita kenal. Justru karena belum kenal, sebaiknya kita pelajari dulu latar belakang dan inti ajarannya.
    semoga bermanfaat agar persatuan islam tetap terjaga :)
    Wa’alaikum sallam wrb.

  31. Aduh…… pake otak donk jgn pake otot nya otak…_!!”

    Semuanya pada mempertahankan i’tiqad masing-masing..-!!”
    Yang ini merasa paling benar itu merasa paling benar-!!”
    Baca Qs An-Nisa’ : 59..- Kalo toh Masing” punya landasannya dlm Al-Qur’an ataupun Sunnah monggo mas…
    jgn hanya andalkan Aqal donk. nie agama ikut Rasul.. lagi pula Qiyas urutannya Ke-4.
    Perhatikan perkataan Al-Imam As Syafi’i berikut :

    “Apabila seseorang berniat haji dan ‘umrah sudah mencukupi meskipun tidak dilafazhkan, berbeda dengan shalat karena shalat tidak sah melainkan dengan ucapan.”

    Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan: “Telah berkata para sahabat kami (ulama dari madzhab Syafi’i) bahwa orang yang memahami bahwa ucapan itu (dengan mengucapkan ushalli…) adalah keliru, karena bukan demikian maksud Imam asy-Syafi’i. Akan tetapi yang dimaksud oleh beliau adalah ucapan mulai shalat, yaitu takbiratul ihram.”

    [Al-Majmuu’ Syarhul Muhadzdzab (III/277)].

    –> al majmu’ syarahl al muhadzdzab adalah karya imam an Nawawi. Dan Imam Nawawi yang bermadzab syafi’i pun ber-ushali.

    Sejak terungkap banyak karya kitab-kitab klasik (terutama yg bermadzab 4) digunting tambal oleh wahaby, saya pun meragukan ketika seorang yg tak bermadzab syafi’i mengungkap bantahan menggunakan kitab syafi’iyah. Hampir pasti itu telah di-edit.

    mohon maaf kl tak berkenan.

    • Untuk Saudara Musa,

      Tulisan Anda :

      Aduh…… pake otak donk jgn pake otot nya otak…_!!”

      Komentar saya :

      Menurut saya Andalah yang tidak pakai otak, tapi pakai nafsu dengan memalsukan ( talbis ) pendapat Imam Syafi`i dan Imam Nawawi, saya curiga Anda tidak mempunyai kitabnya tapi hanya klik sana dan klik sini dengan tidak melihat sumber kitab aslinya yang menjadi rujukan Anda itu. sehingga nyasar….

      Dalam Kitab Majmu` Sharhil Muhadzdzab dalam juz 3 hal 277 sesuai kitab yang saya punyai bukan menjelaskan tentang niat tapi menjelaskan tentang hadits2 shoheh berkaitan dengan doa istiftah, silakan Anda cek dalam nama kitab yang sama cetakan maktabah Al-Irsyad – Jedah KSA.

      Dalam cetakan itu juz 3 hal 241 berbunyi seperti tulisan Anda tetapi Anda telah memalsukan makna yang terkandung di dalamnya , demikian redaksinya :

      قَالَ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى ( ثُمَّ يَنْوِي وَالنِّيَّةُ فَرْضٌ مِنْ فُرُوضِ الصَّلَاةِ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { إنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى } وَلِأَنَّهَا قُرْبَةٌ مَحْضَةٌ فَلَمْ تَصِحَّ مِنْ غَيْرِ نِيَّةٍ كَالصَّوْمِ ، وَمَحَلُّ النِّيَّةِ الْقَلْبُ ، فَإِنْ نَوَى بِقَلْبِهِ دُونَ لِسَانِهِ أَجْزَأَهُ . وَمِنْ أَصْحَابِنَا مَنْ قَالَ : يَنْوِي بِالْقَلْبِ وَيَتَلَفَّظُ بِاللِّسَانِ ، وَلَيْسَ بِشَيْءٍ ; لِأَنَّ النِّيَّةَ هِيَ الْقَصْدُ بِالْقَلْبِ

      (Ini pendapat Imam Nawawi) :

      Artinya :

      Berkata pengarang kitab ( Imam Nawawi ) – semoga Alloh merahmati beliau : Kemudian niat, niat adalah fardu ( rukun sholat ) berdasarkan hadits ( Sesungguhnya segala amal tergantung niatnya…. ) karena ia ( sholat ) ibadah Mahdoh maka tidaklah sah tanpa melakukan niat seperti juga puasa.

      Tempatnya niat adalah hati, apabila niat dalam hati tidak disertai dengan lisannya maka hukumnya boleh. Sedangkan beberapa shahabat kami ( masdzhab Syafi`i) yang mengatakan bahwa niat dengan hati harus juga niat dengan lisan, tidak dianggap karena sejatinya niat yaitu menyengaja melakukan sesuatu dalam hati

      Kemudian pendapat Imam Syafi`i yang diselewengkan maknanya oleh Anda ( masih dalam kitab yang sama ) sbb :

      وَقَالَ صَاحِبُ الْحَاوِي : هُوَ قَوْلُ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ الزُّبَيْرِيِّ أَنَّهُ لَا يُجْزِئُهُ حَتَّى يُجْمِعَ بَيْنَ نِيَّةِ الْقَلْبِ وَتَلَفُّظِ اللِّسَانِ ; لِأَنَّ الشَّافِعِيَّ – رَحِمَهُ اللَّهُ – قَالَ فِي الْحَجِّ : إذَا نَوَى حَجًّا أَوْ عُمْرَةً أَجْزَأَهُ ، وَإِنْ لَمْ يَتَلَفَّظْ وَلَيْسَ كَالصَّلَاةِ لَا تَصِحُّ إلَّا بِالنُّطْقِ . قَالَ أَصْحَابُنَا : غَلِطَ هَذَا الْقَائِلُ ، وَلَيْسَ مُرَادُ الشَّافِعِيِّ بِالنُّطْقِ فِي الصَّلَاةِ هَذَا ، بَلْ مُرَادُهُ التَّكْبِيرُ وَلَوْ تَلَفَّظَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَنْوِ بِقَلْبِهِ لَمْ تَنْعَقِدْ صَلَاتُهُ بِالْإِجْمَاعِ فِيهِ . كَذَا نَقَلَ أَصْحَابُنَا بِالْإِجْمَاعِ فِيهِ . وَلَوْ نَوَى بِقَلْبِهِ صَلَاةَ الظُّهْرِ وَجَرَى عَلَى لِسَانِهِ صَلَاةُ الْعَصْرِ انْعَقَدَتْ صَلَاةُ الظُّهْرِ

      Artinya :

      Berkata Pengarang kitab Al-Hawi : Pendapat itu ( yang mewajibkan niat dengan hati dan lisan ) adalah pendapat Abu Abdillah Al-Zubairiyyi,ia mengatakan bahwa tidak boleh ( bagi seseorang niat sholat ) hingga mengumpulkan niat dengan hati dan juga melafadzkannya, karena berdasarkan pendapat Imam Syafi`ii bahwa beliau berkata dalam kitab Haji : Apabila seseorang niat haji atau umroh dengan tidak melafadzkannya adalah boleh, berbeda dengan sholat, ia tidak sah tanpa nathqi ( melafadzkan ).

      *( Nathqi menurut Abu Abdulloh Al- Zubairiy adalah melafadzkan niat ).

      Para sahabat kami ( Ulama Syafi`i ) menjawab ( menjelaskan ) : Pendapat seperti itu ( Pendapat Abu Abdulloh Al-Zubairiy ) adalah salah, bukanlah yang dimaksud Nathqi ( melafadzkan ) dalam sholat adalah seperti itu ( yakni seperti pendapat Abu Abdullaoh Al-Zubairiyyi ) tetapi yang dimaksud adalah membaca (melafadzkan) takbir. Jadi jika seseorang melafadzkan takbir sedangkan ia tidak berniat dalam hati maka tidak sah sholatnya menurut kesepakatan para ulama.

      Silakan dibandingkan artinya…Bersambung….

  32. OOhh.. ia satu lagi..

    coba lihat celananya tu orang-orang NU pada isbal semua contohnya orang NU yang ada di kota ane.._!!!”

    Tdk pantas di ikut.._

    yg mau Taqlid sama mereka monggo sampe ketemu di Padang Mahsyar.

    Saran ane tolong tu celana bwa di tukang jahit dong, biar nga isbal lagi.

    • Untuk Saudara Musa,

      Komentar Anda :

      coba lihat celananya tu orang-orang NU pada isbal semua contohnya orang NU yang ada di kota ane.._!!!”

      Tdk pantas di ikut.._

      Jawab Saya :

      Silakan lihat kitab Tuhfatul Ahwadzi dalam bab Maa Jaa`a fi karoohati jarril izaari , demikian redaksinya :

      قال الحافظ في الفتح : في هذه الأحاديث أن إسبال الإزار للخيلاء كبيرة ، وأما الإسبال لغير الخيلاء فظاهر الأحاديث تحريمه أيضا ، لكن استدل بالتقييد في هذه الأحاديث بالخيلاء على أن الإطلاق في الزجر الوارد في ذم الإسبال محمول على المقيد هنا فلا يحرم الجر والإسبال إذا سلم من الخيلاء . قال ابن عبد البر : مفهومه أن الجر لغير الخيلاء لا يلحقه الوعيد إلا أن جر القميص وغيره من الثياب مذموم على كل حال . وقال النووي : الإسبال تحت الكعبين للخيلاء حرام ، فإن كان لغيرها فهو مكروه ، وهكذا نص الشافعي على الفرق بين الجر للخيلاء ولغير الخيلاء ، قال : والمستحب أن يكون الإزار إلى نصف الساق والجائز بلا كراهة ما تحته إلى الكعبين وما نزل من الكعبين ممنوع منع تحريم إن كان للخيلاء وإلا فمنع تنزيه ؛ لأن الأحاديث الواردة في الزجر عن الإسبال مطلقة فيجب تقييدها بالإسبال للخيلاء انتهى

      Artinya :

      Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Al-Fathi : Dalam banyak hadits menjelaskan bahwa isbal ( menurunkan ) pakaian karena sombong adalah dosa besar. Sedangkan Isbal ( menurunkan pakaian ) yang bukan dengan rasa kesombongan maka makna dzohir haditsnya juga haram, TETAPI dapat ditarik kesimpulan dengan membatasi dengan hadits yang bermakna/berkaitan dengan sifat kesombongan dari keumuman hadits yang berisi pelarangan akan tercelanya isbal ( menurunkan pakaian ). Keumuman hadits itu harus dibawa maknanya kepada makna tertentu ( dibatasi maknanya ). Maka tidaklah haram menyeret/menurunkan pakaian apabila selamat dari rasa kesombongan.

      Berkata Ibnu Abdul Barr : Hadits itu dapat dipahami bahwa isbal/menyeret pakaian dengan tidak sombong maka tidak akan mendapat ancaman ( dari Alloh ), kecuali apabila menyeret (isbal ) gamis ( baju panjang ) dan selainnya berupa pakaian2 yang tercela dipandang dari berbagai sudut.

      Berkata Imam An-Nawawi : Isbal ( menurunkan pakaian ) sampai di bawah kedua mata kaki karena sombong adalah haram, tetapi apabila bukan karena sombong maka hukumnya makruh, hal ini seperti penjelasan Imam Syafi`i mengenai adanya perbedaan (hukum) antara isbal karena sombong dan bukan karena sombong.

      Berkata pula Imam An-Nawawi : Disukai ( Mustahabbah ) menurunkan pakaian hingga sampai ke separo betis dan boleh juga bukan makruh menurunkan pakaian dari separo betis sampai ke kedua mata kaki, sedangkan apabila pakaian turun di bawah kedua mata kaki maka hukumnya dilarang berupa larangan yang haram, JIKA karena kesombongan NAMUN JIKA TIDAK KARENA KESOMBONGAN maka hukumnya dilarang saja ( mamnu` tanzih ), karena HADITS2 YANG ADA YANG MENJELASKAN DILARANGNYA ISBAL ADALAH HADITS2 MUTHLAQ ( HADITS UMUM ) MAKA WAJIB HUKUMNYA MENTAQYIIDKANNYA / MEMBATASINYA DENGAN HADITS2 ISBAL KARENA SOMBONG…WAALLOHU `ALAM.

      • Isbal artinya melabuhkan pakaian hingga menutupi mata kaki, dan hal ini
        terlarang secara tegas baik karena sombong ataupun tidak. Larangan isbal bagi
        laki-laki telah dijelaskan dalm hadist-hadist Rasulullah SAW yang sangat banyak,
        maka selayaknya bagi seorang muslim yang telah ridho Islam sebagai agamanya
        untuk menjauhi hal ini. Naun ada sebagian kalangan yang dianggap berilmu menolak
        isbal dengan alasan yang rapuh seperti klaim kalau tidak sombong maka dibolehkan
        ?!. Untuk lebih jelasnya, berikut kami paparkan perkara yang sebenarnya tentang
        isbal aga menjadi pelita bagi orang yang mencari kebenaran. Amiin. Wallohu
        Musta’an

        A. DEFINISI ISBAL

        Isbal secara bahasa adalah masdar dari asbala, yusbilu, isbalan, yang bermakna
        irqaa’an yang artinya menurunkan, melabuhkan atau memanjangkan. Sedang menurut
        istilah sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ibnul A’roby RA dan selainnya adalah;
        memanjangkan, melabuhkan dan menyentuh tanah, baik karena sombong ataupun tidak.
        (Lihat Lisanul ’Arob Ibnul Manzhur II/321, Nihayah Fi Ghoribil Hadist Ibnul
        Atsir 2/339).

        B. BATAS PAKAIAN MUSLIM

        Salah satu kewajiban seorang muslim adlah meneladani Rasuullah SAW dalam segala
        perkara, termasuk dalam masalah pakaian. Rasulullah telah memberikan batas-batas
        syar’I terhadap pakaian seorang muslim, perhatikan hadist-hadist berikut:

        Rasulullah SAW bersabda:

        “Keadaan sarung seorang muslim hingga setengan betis, tidaklah berdosa bila
        memanjangkannya antara setengah betis hingga diatas mata kaki, dan apa yang
        turun dibawah mata kaki maka bagiannya di neraka. Barangsiapa yang menarik
        pakainnya karena sombong maka Alloh tidak akan melihatnya.” (HR. Abu Dawud 4093,
        Ibnu Majah 3573, Ahmad 3/5, Malik 12, dishohikan oleh Al-Albany dalam Al-Misykah
        4331).

        Berkata Syaroful Haq Azhim Abadi R.A.: “Hadist ini menunjukkan bahwa yang sunnah
        hendaklah sarung seorang muslim hingga setengan betis, dan dibolehkan turun dari
        itu hingga di atas mata kaki, apa saja yang di bawah mata kaki maka hal itu
        terlarang dan haram”. (’Aunul Ma’bud 11/103).

        Dari Hudzaifah R. A. beliau berkata:

        Rasulullah memegang otot betisku lalu bersabda: “Ini merupakan batas bawah kain
        sarung. Jika engkau enggan maka boleh lebih bawah lagi. Jika engkau masih enggan
        juga maka tidk ada hak bagi sarung pada mata kaki. (HR. Tirmidzi 1783, Ibnu
        Majah 3572, Ahmad 5/382, Ibnu Hibban 1447. Dishohihkan oleh Al-Albany dalam
        As-Shohihah 1765).

        Hadist-hadist di atas mengisyaratkan bahwa panjang pakaian seorang muslim
        tidaklah melebihi kedua mata kaki dan yang paling utama hingga setengah betis,
        sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam hadistnya yang banyak.

        Dari Abi Juhaifah R. A. berkata:

        “Aku melihat Nabi keluar dengan memakai Hullah Hamro[1] seakan-akan saya melihat
        kedua betisnya yang sangan putih.” (Tirmidzi dalam sunannya 197, dalam Syamail
        Muhammadiyah 52, Ahmad 4/308).

        ’Ubaid bin Kholid R. A. berkata: “Tatkala aku sedang berjalan di kota Madinah
        tiba-tiba ada seorang di belakangku sambil berkata: “Tinggikan sarungmu!
        Sesungguhnya hal itu lebih mendekatkan kepada ketaqwaan”, ternyata dia adalah
        Rasulullah, aku pun bertanya kepadanya: “Wahai Rasulullah ini Burdah Malhaa
        (pakaian yang mahal), Rasulullah menjawab: “Tidakkah ada pada diriku terdapat
        teladan?” Maka aku melihat sarungnya hingga setengah betis”. (HR. Tirmidzi dalam
        Syamail 97, Ahmad 5/364, Dishohikan oleh Al-Albani dalam Mukhtasor Syamail
        Muhammadiyyah hal. 69).

        Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah R. A. pernah ditanya tentang seseorang yang
        memanjangkan celananya hingga di atas melebihi mata kaki, beliau menjawab:
        “Panjangnya qomis, celana dan seluruh pakaian hendaklah tidak melebihi kedua
        mata kaki, sebagaimana telah tetap dari hadist-hadist Nabi SAW’. (Majmu Fatawa
        22/144).

        Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Walhasil ada dua keadaan bagi laki-laki;
        dianjurkan yaitu menurunkan sarung hingga setengan betis, boleh yaitu hingga di
        atas kedua mata kaki. Demikian pula bagi wanita ada dua keadaan; dianjurkan
        yaitu menurunkan di bawah mata kaki hingga sejengkal, dan dibolehkan higga
        sehasta”. (Fathul Bari 10/320).

        C. DALIL-DALIL HARAMNYA ISBAL

        Pertama :

        Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulullah bersabda: “Ada tiga golongan yang tidak akan
        diajak bicara oleh Alloh pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih;
        Rasululloh menyebutkan tiga golongan tersebut berulang-ulang sebanyak 3 kali,
        Abu Dzar brkata: “Merugilah mereka, siapakah mereka wahai Rasulloh?” Rasululloh
        menjawab: “Orang yang memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit
        pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu”. (HR.
        Muslim 106, Abu Dawud 4087, Nasa’I 4455, Dharimy 2608, Lihat Al-Irwa’ : 900).

        Kedua :

        Ari Abdullah bin Umar R. A. bahwasanya Rasululloh SAW bersabda:

        “Barngsiapa melabuhkan pakaiannya karena sombong maka Alloh tidak akan
        melihatnya pada hari kiamat”. (HR. Bukhori 5783, Muslim 2085).

        Syaikh Salim bin I’ed Al-Hilali berkata: “Isbal karena sombong adalah dosa
        besar, oleh karena itu pelakunya berhak tidak dilihat oleh Alloh pada hari
        kamat, tidak disucikanNya, dan baginya adzab yang pedih”. (Manahi Syari’ah
        3/206).

        Ketiga :

        Dari Abu Hurairoh bahwasanya Nabi bersabda: “Apa saja yang di bawah kedua mata
        kaki di dalam neraka”.(HR. Bukhari 5797, Ibnu Majah 3573, Ahmad 2/96).

        Keempat :

        Dari Mughiroh bin Su’bah R. A., adalah Rasulloh SAW bersabda: “wahai Sufyan bi
        Sahl! Janganlah kamu isbal, sesungguhnya Alloh tidak menyenangi orang-orang yang
        isbal.” (HR. Ibnu Majah 3574, Ahmad 4/246, Thobroni dalam Al-Kabir 7909,
        dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Shohihah 2862).

        Kelima :

        “Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan
        Alloh tidak menykai kesombongan”. (HR. Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65, dishohihkan
        oleh Al-Albani dalam As-Shohihah 770).

        Keenam :

        Dari Ibnu Umar R. A. berkata: “saya lewat di hadapan Rasulloh sedangkan sarungku
        terjurai, kemudian Rasululloh SAW menegurku seraya berkata: “Wahai Abdullah
        tinggikan sarungmu!” Aku pun meninggikannya, beliau bersada lagi: “Tinggikan
        lagi !” Aku pun meninggikannya lagi, maka semenjak itu aku senantiasa menjaga
        sarungku pada batas itu. Ada beberapa orang bertanya: “Seberapa tingginya?”
        “Sampai setengan betis”. (HR. Muslim 2086, Ahmad 2/33).

        Berkata Syaikh Al-Albani Rahimmallohu: “Hadist ini sangat jelas sekali bahwa
        kewajiban seorang muslim hendaklah ia meninggikannya hingga di atas mata kaki,
        walaupun dia tidak bertujuan sombong, dan didalam hadist ini terdapat bantahan
        kepada orang-orang yang isbal dengan sagkaan bahwa mereka tidak melakukannya
        karena sombong! Tidakkah mereka meninggalkan hal ini demi mencontoh perintah
        Rasululloh SAW terhadap Ibnu Umar??, ataukah mereka merasa hatinya lebih suci
        dari Ibnu Umar?”. (As-Shohihah: 4/95).

        Brkata Syaikh Bakr Abu Zaid: “Dan Hadist-hadist tentang pelarangan isbal
        mencapai derajat Mutawatir Makna, tercatum dalam kitab-kitab shohih, Sunan-sunan
        ataupun Musnad-musnad, diriwayatkan banyak sekali oleh sekelompok sahabat.
        Beliau lantas menyebutkan nama-nama sahabat tersebut hingga 21 (dua puluh satu)
        orang. Lanjutya, “Seluruh hadist tersebut menunjukkan larangan yang sangat
        tegas, larangan pengharaman, karena didalamnya terdapat ancaman yang sangat
        keras. Dan telah diketahui bersama bahwa sesuatu yang terdapat ancaman atau
        kemurkaan maka diharamkan, termasuk dosa besar, tidak bisa dihapus dan diangkat
        hukumnya termasuk hokum-hukum syar’I yang kekal pengharamanya”. (Hadd Tsaub Wal
        Uzroh Wa Tahrim Isbal Wa Libas Syuhroh hal. 19).

        D. DAMPAK NEGATIF ISBAL

        Isbal keharamannya telah jelas, bahkan di dalam isbal terdapat beberapa
        kemungkinan yang tidak bisa dianggap remeh, berikut sebagiannya:

        1. Menyelisihi sunnah

        Menyelisihi sunnah termasuk perkara yang tidak bisa dianggap enteng dan ringan,
        karena kewajiban setiap muslim untuk mengamalkan setiap sendi dien dalam segala
        perkara baik datangnya dari Al-Qur’an atau Sunnah.

        Alloh SAW berfirman:

        Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rosul, takut akan ditimpa
        cobaan (fitnah) atau di timpa adzab yang pedih. (QS. An-Nur 63)

        2. Mendapat ancaman neraka

        Berdasarkan hadist yang sangat banyak berisi ancaman neraka[2], bagi yang
        melabuhkan pakaiannya, baik karena sombong ataupun tidak.

        3. Termasuk kesombongan

        Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimmallohu : “Kesimpulannya isbal melazimkan
        menarik pakaian, dan menarik pakaian melazimkan kesombongan, walaupun pelakunya
        tidak bermaksud sombong”. (Fathul Bari 10/325). Rasululloh SAW bersabda:
        “Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan”.
        (HR. Abu Dawd 4048, Ahmad 4/65, dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Shohihah
        770).

        Berkata Ibnul ’Aroby Rahimallahu : “Tidak boleh bagi laki-laki untuk
        memanjangkan pakaiannya melebihi kedua mata kaki, meski dia mengatakan “Aku
        tidak menariknya karena sombong”, karena larangan hadist secara lafazh mencakup
        pula bagi yang tidak sombong, maka tidak boleh bagi yang telah tercakup dalam
        larangan kemudian berkata: “Aku tidak mau melaksanakannya karena ebab larangan
        tersebut itu tidak ada pada diriku”, ucapan semacam ini merupakan klaim yang
        tidak bisa diterima, bahkan memanjangkan pakaian itu sendiri termasuk
        kesombongan”. (Fathul Bari 10/325).

        4. Menyerupai wanita

        Isbal bagi wanita disyari’atkan bahkan wajib, dan mereka tidak diperkenankan
        untk menampakkan anggota tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Orang yang
        isbal berarti mereka telah menyerupai wanita dalam berpakaian, dan hal itu
        terlarang secara tegas, berdasarkan hadist:

        Dari Ibnu ’Abbas ia berkata: “Rasululloh melaknat laki-laki yang menyerupai
        wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki”. (HR. Bukhori 5885, Abu Dawud 4097,
        Tirmidzi 2785, Ibnu Majah 1904).

        Imam a-Thobari berkata: “Maknanya tidak boleh bagi laki-laki menyerupai wanita
        di dalam berpakaian dan perhiasan yang menjadi kekhususan mereka, demikian pula
        sebaliknya”. (Fathul Bari 11/521).

        Dari Khorsyah bin Hirr berkata: “Aku melihat Umar bin Khotob, kemudian ada
        seorang pemuda yang melabuhkan sarungnya lewat di hadapannya. Maka Umar
        menegurnya seraya berkata: “Apakah kamu orang yang haidh?” pemuda tersebut
        menjawab: “Wahai Amirul Mukmini apakah laki-laki itu mengalamai haidh?” Umar
        menjawab: “Lantas mengapa engkau melabuhkan sarungmu melewati mata kaki?”
        kemudian Umar minta diambilkan gunting lalu memotong bagian sarung yang melebihi
        kedua mata kakinya”. Khorsyah berkata: “Seakan-akan aku melihat benang-benang
        diujung sarung itu”. (HR. Ibnu Abi Syaibah 8/393 dengan sanad yang shohih, lihat
        Al-Isbal Lighoiril Khuyala’ hal. 18).

        Akan tetapi laa haula wala quwwata illa billah, zaman sekarang yang katanya
        modern, patokan berpakaian terbalik, yang laki-lai melabuhkan pakaiannya
        menyerupai wanita dan tidak terlihat kecuali wajah dan telapak tangan! Yang
        wanita membuka pakaiannya hingga terlihat dua betisnya bahkan lebih dari itu.
        Yang lebih tragis lagi cemoohan dan ejekan kepada laki-laki yang memendekkan
        pakaiannya karena mencontoh Nabi dan mengejek para wanita yang memajangkan
        jilbabnya karena taat kepada Alloh SWT dan Rasulnya, akhirnya kepada alloh kita
        mengadu. (Al-Isbal Lighoiril Khuyala’ 18)

        5. Berlebih-lebihan

        Tidak ragu lagi syari’at yang mulia ini telah memberkan batas-batas berpakaian,
        maka barangsiapa yang melebihi batasnya sungguh ia telah berlebih-lebihan. Alloh
        berfirman :

        Dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang
        yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A’rof 31)

        Al-Hafzh Ibnu Hajar berkata: “Apabila pakaian melebihi batas semestinya, maka
        larangannya dari segi isrof (berlebih-lebihan) yang berakhir pada keharaman”.
        (Fathul Bari 11/436).

        6. Terkena najis

        Orang yang isbal tidak aman dari najis, bahkan kemungkinan besar najis menempel
        dan mengenai sarungnya tanpa ia sadari. Rasululloh SAW bersabda:

        “Naikkan sarungmu karena hal itu lebih menunjukkan ketaqwaan-dalam lafazh yang
        lain lebih suci dan bersih-.” (HR. Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364,
        dishohihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashor Syamail Muhammadiyah hal. 69).

        F. SYUBHAT DAN JAWABANNYA

        Orang-orang yang membolehkan isbal mereka melontarkan syubhat yang cukup banyak,
        diantara yang sering muncul ke permukaan adalah klaim mereka bahwa isbal jika
        tidak sombong dibolehkan. Oeh karena itu penulis perlu menjawab dalil-dalil yang
        biasa mereka gunakan untuk membolehkan isbal jika tidak bermaksud sombong:

        Pertama hadist Ibnu Umar R. A.:

        Dari Abdullah bin Umar R. A. bahwasanya Rosululloh SAW bersabda: “Barangsiapa
        yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Alloh tidak akan melihatnya pada
        hari kiamat !”. Abu Bakar bertanya: “Ya Rosululloh sarungku sering melorot
        kecuali bila aku menjaganya!” Rosululloh menjawab: “Engkau bukan termasuk orang
        yang sombong”. (HR. Bukhori 5784).

        Mereka berdalil dengan sabda Rosululloh: “Engkau bukan termasuk orang yang
        melakukannya karena sombong” bahwasanya isbal bila tidak sombong dibolehkan !?

        Jawaban :

        Berkata Syaikh Al-Albani: “Dan termasuk perkara yang aneh, ada sebagian orang
        yang mempunyai pengetahuan tentang Islam mereka berdalil bolehnya memajangkan
        pakaian atas dasar perkataan Abu Bakar ini. Maka aku katakan bahwa hadist di
        atas sangat gamblang bahwa Abu Bakar sebelumnya tidak memanjangkan pakaiannya,
        sarungnya selalu melorot tanpa kehendak dirinya dengan tetap berusaha untuk
        selalu menjaganya. Maka apakah boleh berdalil dengan perkataan ini sementara
        perbedaannya sangat jelas bagaikan matahari di siang bolong dengan apa yang
        terjadi pada diri Abu Bakar dan orang yang selalu memanjangkan pakaiannya? Kita
        mohon kepada Alloh SWT keselamatan dari hawa nafsu”. (As-Shohihah 6/401).
        Kemudian Syaikh berkata dalam tempat yang lain: “Dalam hadist riwayat Muslim,
        Ibnu Umar pernah lewat di hadapan Rosululloh SAW sedangkan sarungnya melorot,
        Rosululloh menegur Ibnu Umar dan berkata: “Wahai Abdulloh naikkan sarungmu!”
        Apabila Ibnu Umar saja yang termasuk sahabat yang mulia dan utama, Nabi tidak
        tinggal diam terhadap sarungnya yang melorot bahkan memerintahkannya untuk
        mengangkat sarung tersebut bukankah hal ini menunjukkan bahwa isbal itu tidak
        berkaitan dengan sombong atau tidak sombong?” (Muktashor Syamail Muhammadiyyah
        hal. 11). Aloh SWT berfirman:

        Sesungguhnya pada yang demikian ini benar-benar terdapat peringatan bagi orang
        yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia
        menyaksiakannya. (QS. Qoof : 37).

        Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimallahu berkata : “Dan adapun orang yang berhujjah
        dengan hadist Abu Bakar maka kita jawab dari dua sisi; Pertama: Bahwa salah satu
        sisi sarung Abu Bakar kadang melorot tanpa disengaja, maka beliau tidak
        menurunkan sarungnya atas kehendak dirinya dan ia selalu berusaha untuk
        menjaganya. Sedangkan orang yang mengklaim bahwa dirinya isbal karena tidak
        sombong mereka menurunkan pakaiannya karena kehendak mereka sendiri. Oleh karena
        itu kita katakan kepada mereka: “Jika kalian menurunkan pakaian kalian di bawah
        mata kaki tanpa niat sombong maka kalian akan diadzab dengan apa yang turun di
        bawah mata kaki dengan neraka. Jika kalian menurunkan pakaian karena sombong
        maka kalian akan diadzab dengan siksa yang pedih yaitu Alloh SWT tidak akan
        berbicara kepada kalian, tidak dilihat olehNya, tidak disucikan oleh Nya dan
        bagi kalian adzab yang pedih.”

        Kedua: Mereka yang membolehkan isbal jika tidak sombong menyangka bahwa
        hadist-hadist larangan isbal yang bersifat mutlak (umum), harus di taqyid
        (kaitkan) ke dalil-dalil yang menyebutkan lafadz khuyala’ (sombong) sesuai
        kaidah ushul fiqh Halul Mutlak a’lal Muqoyyad wajib (membawa nash yang mutlak ke
        muqoyyad adalah wajib).

        Jawaban: Kita katakan kepada mereka:

        Itulah sejauh-jauhnya pengetahuan mereka. (QS. An-Najm: 30).

        Kemudian kaidah ushul Hamlul Muthlaq alal Muqoyyad adalah kaidah yang telah
        disepakati dengan syarat-syarat tertentu, untuk lebih jelasnya mari kita simak
        perkataan ahlu ’ilmi dalam masalah ini.

        Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimmallahu: “Isbal pakaian apabila karena sombong
        maka hukumannya Alloh SWT tidak akan melihatnya pada hari kiamat, tidak mengajak
        bicara dan tidak mensucikannya, serta baginya adzab yang pedih. Adapun disiksa
        dengan neraka apa yang turun melebihi mata kaki, berdasarkan hadist:

        Dari Abu Dzar R. A. bahwasanya Rasululloh SAW bersabda : “Ada tiga golongan yang
        tidak akan diajak bicara oleh Alloh pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang
        pedih: orang yang memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian
        dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu”. Juga sabdanya :
        “Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong maka Alloh tidak akan
        melihatnya pada hari kiamat”. Adapun yang isbal karena tidak sombong maka
        hukumannya sebagaimana dalam hadist: Apa saja yang di bawah kedua mata kaki di
        dalam neraka”. Dan Rasululloh SAW tidak mentaqyidnya dengan sombong atau tidak,
        maka tidak boleh mentaqyid hadist ini berdasarkan hadist yang lalu, juga Abu
        Sa’id Al-Khudri R. A. telah berkata bahwasanya Rasululloh SAW bersabda:
        “Keadaaan sarung serang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila
        memanjanggkannya antara setengah betis hingga di atas mata kaki, dan apa yang
        turun di bawah mata kaki maka bagiannya di neraka, barang siapa menarik
        pakaiannya karena sombong maka Alloh tidak akan melihatnya”.

        Didalam hadist ini Nabi SAW menyebutkan dua permisalan dalam satu hadist, dan ia
        menjelaskan perbedaan hukum keduanya karena perbedaan balasannya. Keduanya
        berbeda dalam perbuatan dan berbeda dalam hokum balasan. Maka selama hukum dan
        sebabnya berbeda tidaklah boleh membawa yang mutlak ke muqoyyad, karena kaidah
        membawa mutlak (umum) ke muqoyyad (khusus) di antara syaratnya adalah bersatunya
        dua nash dalam satu hukum, apabila hukumnya berbeda maka tidaklah ditaqyid salah
        satu keduanya dengan yang lain.

        Kesimpulannya; Kaidah : “Membawa nash yang mutlak ke muqoyyad wajib” adalah
        kaidah yang telah muttafaq alaihi (disepakati) pada keadaan bersatunya hukum dan
        sebab, maka tidaklah boleh membawa nash yang umum ke yang khusus apabila hokum
        dan sebabnya sama! (Lihat Ushul Fiqh Al-Islamy karya Dr. Wahhab Az-Zuhaili).3

        G. KESIMPULAN

        Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan:

        1. Isbal adalah memanjangkan pakaian hingga menutupi mata kaki baik karena
        sombong maupun tidak, dan hal ini haram dilakukan bagi laki-laki.
        2. Batas pakaian seorang laki-laki ialah setengah betis, dan dibolehkan hingga
        di atas mata kaki, tidak lebih.
        3. Hukum isbal tidak berlaku bagi wanita, bahkan mereka disyari’atkan menurunkan
        pakaiannya hingga sejengkal dibawah mata kaki.
        4. Isbal pakaian tidak hanya pada sarung, berlaku bagi setiap jenis pakaian
        berupa celana, gamis, jubah, sorban dan segala sesuatu yang menjulur ke bawah.
        5. Isbal karena sombong adalah dosa besar, oleh karena itu pelakunya berhak
        tidak dilihat oleh Alloh SWT pada hari kiamat, tidak disucikannya, dan baginya
        adzab yang pedih.
        6. Isbal jika tidak sombong maka baginya adzab neraka apa yang turun di bawah
        mata kaki.
        7. Isbal memiliki beberapa kemungkaran, sebagaimana yang telah berlalu
        penjelasannya.
        8. Klaim sebagian orang yang melakukan isbal dengan alasan tidak sombong
        merupakan klaim yang tidak bisa diterima. Maka bagi mereka kami sarankan untuk
        memperdalam ilmu dan merujuk kalam ’Ulama dalam masalah ini. (Peng-bukan dengan
        akalnya semata, lalu apa yang menjadi halangan para laki-laki untuk mengikuti
        sunnah Rosululloh SAW yang mulia ini, tidak tahu (nah sekarang sudah tahu khan)
        lalu apalagi halangannya, malu ??!)

        Demikian yang bisa kami sajikan tentang masalah isbal semoga tulisan ini ikhlas
        karena mengharap wajahNya dan bermanfaat bagi diri penulis serta kaum muslimin
        di manapun berada. Amiin. Wallohu ’Alam

        ————–
        Catatan kaki:

        [1] Hullah Hamro adalah kain bergaris yang berwarna merah dari Yaman

        [2] Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah: Nash-nash yang berisi ancaman neraka
        bersifat umum, maka tidaklah boleh kita memastikan seseorang secara mu’ayyan
        (tunjuk hidung) bahwa ia termasuk penghuni neraka, karena bisa jadi ada beberapa
        penghalang yang memalingkannya untuk tidak mendapatkan tuntunan tersebut
        (neraka) seperti bertaubat atau ia mengerjakan kebaikan yang menghapus dosa atau
        mendapat syafa’at dan lainnya”. (Majmu’ Fatawa 4/484)

      • buat imam

        lihat hadis
        isbal tanpa sombong itu di ancam neraka

        ke2
        hadist yang disertai kesombongan itu
        ALLAHtidak melihatnya,tidak menegurnya dan tidak mensucikanya

        mana dalil yang menunjukan bolehnya isbal kalo tanpa sombong
        tak satupun hadis mengatakan isbalah kamu kalo kamu ngak sombong

        lalu sudah menjadi kebiasaan kamu yang menarik2 dalil untuk mendukung pendapatmu yang ngawur
        imam nawawipun mengatakan dilarang yaitu haram/bukan mamnu’seperti pendapat anda
        mana ada hukum mamnu’ dalam fiqih
        ini karangan anda saja ALLAH yahdikuum

  33. Kalau saya seorang hamba yang awam tentang dinullah mengambil yang mudah sajalah.
    Jika perkara ibadah, yang saya lakukan adalah mencontoh tata cara Rasulullah,para sahabat,Tabi’in,Tabi’ut Tabi’in yg shahih….
    Sebenarnya agama Islam itu mudah,simple.Tapi para pengikutnya saja yang membuat ajaran Islam ribet dan sulit…!!
    Salam ukhuwah ……

    • Mas Giok, kami menganut salah satu dari empat madzhab, tahukah Anda empat imam madzhab itu ada pada era tabiin dan tabiinat tabiin, artinya kami mengikuti apa yang dicontohkan nabi ( diucapkan,dikerjakan dan taqrir oleh Nabi ).

      Para Imam bukanlah malah mempersulit agama tapi mereka berijtihad dengan ilmunya terhadap hukum yang tidak ada nash qot`i dalam Al-quran dan Hadits.

      Justru beliau2 itu malah lebih menjabarkan makna2 yang terkandung dalam Al-quran dan Hadits sehingga mempermudah bagi penganutnya untuk mengambil suatu hukum pada keduanya sehingga kita tidak menjadi salah tafsir dan nyasar serta tersesat.

      Saya lebih percaya kepada beliau2 itu dan para pengikutnya dari pada saya harus mengambil hukum kepada selain beliau2, karena pendapat beliau2 itu sudah teruji dari zaman ke zaman dan diakui serta diikuti oleh banyak ulama sedunia.

      Insya Alloh kalau kita mengikuti pendapat mayoritas ulama dunia dan tidak syad maka kita lebih dekat kepada kebenaran. Terimakasih.

  34. Maaf, sdr2ku sekalian saya bukannya mau membela salah satu dari kalian, tapi coba kalian pikirkan kembali niat kalian soal debat niat ini, apa sudah benar, saya kira klau niat kalian hanya mencari ridlo Allah, tentunya tidak seperti ini, saling membalas dan menjatuh satu dengan yg lain dan perlu juga kalian ketahui bahwa nantinya yg akan dimintai pertanggungjawabannya hanya mengenai diri kalian sendiri dan bukan mengenai diri orang lain, untuk itu tugas sdr2 hanya menyapaikan saja tidak lebih dari itu.

    –> bukan saling mas.. kami hanya memperlihatkan landasan dalil. Biar orang yg menilai.

  35. Lakum dinukum waliyadin.

    Silahkan beribadah sesuai dengan apa yang diajarkan guru kita masing2..
    Wahabi jangan menyalahkan NU, NU pun tak pernah menyalakan Wahabi.

    yang jelas semua punya dasar dan punya guru.

    Yang dilarang adalah belajar dengan akal kita sendiri. Krena Islam itu wahyu, Nur, bukan akal., yang diturunkan turun temurun. Allah –> Jibril –> Nabi Muhammad –> Ulama –> Tabiin –>dst.

    Man Ta’allama bila syaikhin fasyaikhuhu syaithonun.
    Orang belajar tanpa guru, maka gurunya adalah syaiton.

  36. Hadits tentang arba’in:

    “Barang siapa yang sholat selamat 40 hari (bukan 40 waktu—red) secara berjamaah di Mesjid (bukan di mesjidku / mesjid nabawi —red) secara berturut – turut dan “tidak ketinggalan takbiratul ihram”, maka ia terbebas dari api neraka.

    Jika imam sudah mengucapkan takbiratul ihram, maka segeralah ma’mum mengikutinya.
    Mereka yang mengucapkan ushali, jelas akan ketinggalan takbiratul ihram dan akan mengganggu makmum yang lain, itu yang saya dengar dari suatu ceramah.

    –> menurut pengalaman, mengucapkan ushali tidak ketinggalan takbiratul ihram, dan tidak pula megganggu makmum yang lain. Ini kenyataan, bukan sekedar ceramah.

    • Ralat..
      —–…… di Mesjid mana saja (Tidak hanya di Mesjidku / Nabawi……—

      Kasihan dong, Muslim yang tidak tinggal di Madinah, gak bisa Arbain…

  37. Ass….
    ngopi we yeuh,kering tah tnggorokan,man kana ya’minu billahi wal yaumil akhiri falyaqul khoiron auliasmut,falyukrim jarrohu,falyukrim do’ifahu
    coz,saya tetangga madzhab mu, and saya tamu kalian orng d forum ini,tadi’y saya males salam sama kalian, islam ko’ brselisih, katanya ikhwatun, ka annahum bunyanummarsus donx !!!
    santri’y kerahin dulu tuh pd biar subuh jama’ahan, subuh penuh islam utuh,nabi jga bkan yang nyabdain,
    sedu we deui ahhhh… kopi na , asyeeekkk……!!!
    sripitttttttt…..

  38. waduhh pada berantem.. piss men, damai damai. g ada ujungnya klo gn trus,, kesimpulan. yakini siapa pemimpin ato guru agama kalian yang kalian pahami masing2. yang jelas niat kita udah diketahui sama Allah SWT. sekarang siapa yang tau khn benar ato salah..? ya yang tau cuma sang pencipta. jika pun salah pemimpin kalian yang bakal bertanggungjawab. okee

  39. Assalamu’alaikum…
    Kalau menurut saya mah kan udah pada mengeluarkan pendapat masing2, jadikanlah itu sebagai tambahan pengetahuan bagi kita semua… yang pake “usholi” dan yang gak pake juga sama2 saudara seiman… mari kita mohon ampun kepada Allah swt. dan memohon petunjuk yang benar dari-Nya… amiin.

  40. aslmkm wr wb……
    mohon saudaraku “ulilamri” untuk tidak menjelek2kan wahabi,apalagi mengatakan beliau khawarij,betulkan info yang anda dengar itu benar.beranikah anda mempertanggungjawabkan perkataan anda jika anda salah (mohon dijawab ya jika info yg anda sampaikan itu 100 persen benar)
    oke saya sekedar masukkan…sering sekali saya melihat buku2 umum tentang sholat, puasa dll di indonesia dari buku untuk anak2 dini hingga ke buku wajib disekolah sekolah,..khususnya masalah niat dan lafadz,menurut mahzab safi’i masalah ushalli itu sunah, tapi tdk diterangkan dibuku itu sunah,dan tidak diterangkan jika meninggalkannya sholatnya tetap sah,sehingga kerapkali anggapan orang awam kalau tdk pake ushali tidak sah ibadahnya, kemudian tidak ada keterangan pendapat imam lain.yang saya tau diseluruh negeri ini hampir disemua tempat ibadah adalah mahzab imam syafi’e,dan kebanyakan orang awam tidak tau masalah ushali ini adalah perkara sunah,keapada admin saya yakin anda sendiri sebagai orang yang berilmu menyadarinya.

  41. .ass.wr.wb. Jaman sekarang bayak orang baru tahu sedikit sudah merasa lebih pandai merasa melebihi kemampuan para Mujtahid sekelas Imam Malik, Imam Syafi’i Imam Hanbali, Imam Hanafi Rahimahumulloh…..begitu mudahnya mengoreksi hasil ijtihad Para Mujtahid terdahulu, seolah-olah mereka lebih pandai lebih berilmu dari Para Imam Madhab yang nota bene penerus keilmuan para Shahabat R.Anhum , dengan jargon seindah kalimat KEMBALI KEPADA AL QUR’AN DAN ASSUNAH….ternyata hanya cassingnya saja faktanya.yaitu hanya satu neo arabisasi notabene wahabisasi yang …ruhnya tetap sama dari dulu sampai sekarang…..sekarang coba lihat ke belakang…sistem khilafah Islamiyah itu siapa yang menghancurkan…….baca sejarah berdirinya Kerajaan Saudi…sistem khilafah yang di awali dari khulafaur rosyidin hingga Turky Usmani…..siapa yang menghabisi.??? Pasukan Wahabi Bani Saud bukannya berpihak kepada saudara seagama membantu pasukan Turky Usmani yang sedang berjuang melawan Pasukan salib Inggris yang sedang menguasai Palestina, malah sebaliknya membantu Inggris menyerang pemerintahnya sendiri hingga hancurlah kekhalifahn Islam terakhir Turky Usmany………………dari sejarahnya saja spt itu…….masalah talafudz niyat jadi masalah ..wallohua’lam bishowab.

  42. kayaknya ada yg lebih pintar dari Rasul nih atau Rasulullah lupa mengajarkan ber Usalli ketika sholat sehingga sepeninggal beliau ada yg sok pintar mengada2 kan niat pakai usalli?

    –> maksudnya Imam Syafi’i?

    • admin ma’sudnya riyad yang ngeminter anda
      karna imam safi’i ngak pernah mengajarkan usholli
      coba’ buktikan dimna imam safi’i mengjarkan hal itu

      –> lihat artikel mas.. madzab syafi’i pencetusnya adalah imam syafi’i. madzab hambali pencetusnya adalah imam ahmad ibn hambal.

      • saya paham apa yg anda katakan tapi anda ngak paham apa yang kami katakan?
        dikitab apa imam safi’i mengajarkan usholi
        kayak apa bunyi tecknya
        jangan 2anda hanya mengarang lalu ini dari imam safi’i
        buktikan mana usholinya imam safi’i

        mana nawaitu berak
        nawaitu makan
        nawaitu kerja
        nawaitu tidur
        niat dalam hati diamalkan dengan perbuatan
        kecuali hajji dan umroh atau yg diajarkan nabi

        –> itu di artikel. Ada juga di tempat lain, http://kullubidatin.blogspot.com/2011/12/dalil-membaca-ushalli.html

        [Kitab Fikih Empat Madzhab oleh Abdurrohman Al-Jazairi juz 1 hal. 114]

        هل يستحب اللفظ بالنية ؟ على قولين : فقال طائفة من أصحاب أبي حنيفة ، والشافعي ، وأحمد : يستحب التلفظ بها لكونه أوكد، وقالت طائفة من أصحاب مالك ، وأحمد ، وغيرهما : لا يستحب التلفظ بها ؛ لأن ذلك بدعة لم ينقل عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ولا أصحابه ولا أمر النبي صلى الله عليه وسلم أحدا من أمته أن يلفظ بالنية
        الفتاوى الكبرى ص : 1 / 214 – 215 [

        Apakah disunnahkan melafazhkan niat? Maka dikatakan ada dua pendapat. Pendapat sebagian sahabat Imam Abu Hanifah [Hanafi], Syafi’i dan Ahmad [Hambali] mensunnahkan melafazhkannya unt menguatkan [niat] . Dan sebagian dari sahabat Imam Malik dan Imam Ahmad dan selain dari keduanya, tdk mensunnahkannya karena hal itu bid’ah yg tdk pernah diucapkan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam dan tdk oleh para sahabat. Dan Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam tdk pernah memerintahkan kpd seorang pun dari umatnya unt melafazhkan niat. [Al-Fatawa Al-Kubro juz 1 hal. 214-215]

        wallahu a’lam.

  43. ass. kepada saudara muslim semua. dari diskusi diatas dapat sy simpulkan bahwa tidak ada 1 dalil pun pernah menyebutkan rasullulah melapazkan, bagi muslim yg memakai ushali jg tidak ada yg salah karna dilakukan diluar sholat, tetapi tlg hukum melapaskan niat sholat jangan dibuat berdasarkan pemikiran sendiri saja yaitu sunat, alangkah baiknya karna ini diluar sholat dikatakan aja hukumnya mubah atau boleh, karna tidak ada dalil yg mendukung niat shalay dilapazkan. terimakasih mohon maaf atas salah dan hilafnya

    –> sunnah krn ada alasan. Lihat artikel mas..

    • sunnah krn ada alasan
      ma’sudnya walaupun ngak ada dalil?
      sama dengan pelcur juga begitu
      mereka juga punya alasan darurat mas. hahaha

      2 ketika ulama’ berselisi pendapat maka dalil kita bukan ulama’ tapi alqur’an dan hadist
      maka yang kita pilih ulama’ yang bersumber hadist yang shoheh

      karna ulama’juga bisa salah ngak mungkin ada dua kebenaran
      kebenaran itu pasti satu

      –> saya copy ulang alasan yang mendasarinya,

      Dan disunnatkan melafazkan apa yang diniatkan sesaat menjelang takbir agar supaya lisan menolong hati dan karena pelafazan itu dapat menjauhkan dari was-was ….

      Ada di artikel.
      wallahu a’lam.

      • buat admin
        anda ini pakai dalil anda sendiri
        yang dapat menghilang waswas itubukan melafadzkan niat,
        tapi ta’awudz yaitu kalimat a’udubilahi minasyaithon

        dan anda bilang niat itu diluar sholat atau diluar setiap amalan
        pernyataan anda ini sulit dipahami
        anda bilang sebelum sholat itu kan boleh melakukan apapun

        pertanyaan saya kenapa anda kok tidak berniat ketika dirumah mau berangkat kemesjid kok harus sesaat sebelum sholat lalu mana dalil yang mendukung pernyataan anda ini
        dan menurut anda sendiri dalil itu alqur’an dan hadis

        yang kedua kalo niat itu sendiri di luar sholat
        bagaimana kalo saya sudah yakin dan tidak was was setelah membaca niat itu lalu saya kebelet kencing
        dan setelah itu kami kembali untuk sholat dan saya ngak perlu berniat lagi to tadi kami sudah berniat dan sudah baca usholi apa syah sholat kami?

        dengan hanya punya alasan itu lalu kamu mengatakan hal itu sunnah
        walaupun tanpa dalil yang mendukung

        padahal sunnah itu adalah perbuatan perkataan dan pendiaman nabi
        itu yang disebut sunnah

        –> itu bukan kata2 saya mas… anda gak baca artikel.

  44. Pokokna mah kieu hey saudara saudara,Jikalau Rasulullah tidak mencontohkan apalagi melakukan seuatu dalam ibadah, ya………… jangan kita lakukan,,simple aja bos,jangan sok pinter apalagi menjelekan salahsatu dari kita,di indonesia mah memang banyak ritual yang tidak dicontohkan nabi,tapi tetep dilakukan,sudah lah kembali aja ke Qur’an dan sunnah apabila kita berselisih,kalau dalam Qur’an dan sunnah tidak pernah ada perintah niat dilapazkan yo wiss jangan,wew ah…………gitu aja kok repot.

    • buat urang cianjur

      tapi persoalanya bukan sesederhana itu mereka tidak mau mengambil dalil kalo hanya contoh nabi
      karna mereka bilang masih ada ibadah yang tidak harus diconthkan oleh nabi
      apa lagi golongan ini AKALPUN jadi dalil LIHAT perkataan saudara imam

  45. astagfirullah al-adzim beginikah yg dinamakan orng muslim sungguh sedih melihat yg mengaku muslim tapi saling menjatuhkan.
    bukankan perbedaan itu merupakan suatu rohmatan lil ‘alamin, tetapi ini malah buat saling menjatuhkan satu sama lainnya.

    Gimana panji panji islam akan semakin maju dan besar kalau hal ini terus berlanjut, coba lihat dari 4 mazhab yg berkembang dari dulu pasti ada perbedaan namun tidak saling menjatuhkan namun saling menghargai. Tapi kok yg saya lihat ini malah madzhab yg di luar madhab yg 4 ntah mazhab apa itu langsung memveto aja bahwa itu bid’ah atau sesat.

    Bo hati hati kalau mengeluarkan ucapan bid’ah tuh, ingat salamtul insan bihifdil lisan. di khawatir anda berkata ke yg lain bid’ah malah anda sendiri yg bid’ahnya jadi jangan meveto deh. Toh kalau anda sebagai muslim or mukmin yg bijak kalau anda merasa perbuatan itu bid’ah buat anda ya udh jangan di pake tapi jangan mengluarkan kata kata bid’ah bagi yg melaksanakannya karena dia punya dalil tersendiri.

    Saya sering cape kalau baca artikel or lihat diskusi banyak sekali orng itu dengan enetengnya mengeluarkan kata kata bid’ah sedikit sedikit bid’ah-sedikit sedikit bid’ah.

    Banyak juga contoh-contoh ibadah yg ga di contohkan oleh Nabi tapi dilakukan oleh para sahabat tapi bukan bid’ah / sesat seperti mushaf Qur’an ini kan atas inisiatip para sahabat, terus solat tarawih yg di lakukan sahabat umar itu dia berkata inilah sebaik baiknya bid’ah.

  46. hadits dan matsalah mursalih ternyata msh ada yg krg paham…btp akhirnya sebagian yg komen di sini sangat fanatik thd mahzab.. pdhal fanatik kita tentu hanya kpd Nabi (Qur’an & Hadits)..Imam Syafi’i kita akui btp tinggi tkt keilmuannya.. apa pernah salah, sbg manusia biasa yg bkn nabi tentu pernah ..beliau juga punya pendapat awal dan pendapat akhir (qaul qadim dan qaul jadid). ini juga perlu diperhatikan jgn keukeuh dg pendapat ..tahu2 pendapat awal beliau yg sdh dikoreksi.. .. misal..soal batal saat nyentuh isteri, pendapat Imam Syafi’i ternyata tdk sama dg hadits bahwa Nabi pernah menyentuh isterinya saat hendak sholat dan tdk wudhu lagi..dan ada pendapat Imam syafii “bila kalian mendapati hadits shahih yg bertentangan dg pendapatku maka ambil hadits tsb dan tingalkan pendapatku” serta Imam Malik ” siapapun pendapatnya bisa diterima bisa ditolak kecuali Nabi”.. ini sebetulnya pesan bagi pengikutnya agar tdk mengkhultuskan dan fanatik berlebihan kpd beliau2 para Iman ini…

    –> jangan khawatir mas.. kita juga ngikut/fanatik Nabi kok.

    • Hukum dalam madzhab syafi’i tentang bersentuhan laki-laki dan perempuan
      Imam nawawi rahimallah,sebagai juru bicara dlm madzhab syafi’i berkata dlm kitab Minhajut Thalibin begini
      yg ketiga yg membatalkan wudhu’ ialah bertemu kulit pria dan kulit wanita,kecuali mahram menurut fatwa yg lebih zahir,org yg disentuh sama hukumnya dgn org yg menyentuh dgn perkataan lain bertemu kulit laki-laki dan permpuan yg bukan mahram dapat meruntuhkan wudhu’ jadi tolong anda lebih teliti lagi tentang hadist
      krn dalih fatwa ini sebagai mana firman Allah dlm Surah annisa’ ayt 43 yg bunyinya(hai org mu’min jngan kamu sembahyang pada ketika kamu sedang mabuk,sampai kamu mengerti apa yg kamu ucapkan,dan jgn pula dlm keadaan junub(habis bersetubuh dgn istri ) kecuali lalusaja di Mesjid diboleh kan,hingga kamu mandi lebih dahulu Dan jika kamu sakit atau dalm perjalanan atau dtang dri wc atau menyentuh kamu akan perempuan,kmudian kamu tdk mendapat air untk wudhu’ maka tayamum lah kamu dgn tanah yg bersih.
      maka dlm ayat ini dapat dikeluarkn HUKUM janganlah kamu melakukanm shalat apabila bersentuhan laki-laki dan perempuan yg bukan mahram artinya bertuhan dgn istri itu dapat meruntuhkan wudhu’

  47. Hukum Melafazkan Niat

    Subhanallah..subhanallah..subhanallah..
    Inilah tulisan mendalam Ust. Muhammad Mu’afa yang kami tunggu2 ^_^ tentang HUKUM MELAFADZKAN NIAT…insyaAllah mencerahkan..

    Di dalamnya dijelaskan 11 argumentasi terpenting yang menunjukkan MUBAHNYA pelafalan niat…12 tanggapan beliau thd. sebagian kaum muslimin yang berpendapat bahwa melafalkan niat dalam ibadah adalah haram, bahkan bid’ah…tanggapan thd. pendapat yang mensunnahkan dan mewajibkan…DAFTAR NAMA PARA ULAMA YANG TIDAK MELARANG PELAFALAN NIAT..dan terakhir adalah pesan beliau ttg. penyikapan dalam adab/tata krama terhadap ikhtilaf ulama…

  48. Hukum Melafazkan Niat

    Berikut petikannya…

    “Melafalkan niat untuk melakukan ibadah hukumnya mubah bukan haram, wajib atau sunnah/mandub/mustahabb. Kemubahan ini tidak membedakan apakah ibadah tersebut ibadah Mahdhoh seperti shalat, puasa Wudhu, Mandi Junub, Tayamum, Zakat, Haji, Umroh, berkurban, Kaffaroh,I’tikaf dll ataukah Ghoiru Mahdhoh seperti berbakti kepada orangtua, shilaturrahim, membezuk orang sakit dll, juga tidak membedakan apakah ibadah tersebut manfaatnya juga dirasakan hamba yang lain seperti menghajikan orang lain ataukah tidak, juga tidak membedakan apakah ibadah tersebut dilakukan langsung setelah pelafalan ataukah ada jarak waktu. Semuanya mubah selama lafadz niatnya tidak bertentangan dengan syara’, baik untuk kepentingan mengajari, menguatkan niat, menghilangkan was-was, menegaskan maksud, dan semua kepentingan yang syar’i. Namun kemubahan ini adalah mubah dari segi pelafalan itu sendiri, bukan menjadi syarat sah, sifat wajib, apalagi rukun niat. Jika niat dilafalkan, hendaknya tidak dilakukan terus menerus, dan mengucapkannya juga harus pelan jika dimungkinkan mengganggu ibadah orang lain. Jika pelafalan niat itu untuk selain ibadah seperti jual beli, ijaroh, wakalah, syirkah, nikah, talak, rujuk, sumpah, nadzar dan yang semisal, maka lebih jelas lagi kemubahannya.”

  49. Ass. Wr. Wb.
    Adanya perbedaan dalam Islam, sebenarnya tidak perlu dipertajam. Sebab dengan memperuncing perbedaan itu tak ubahnya seseorang yang suka menembak burung di dalam sangkar. Padahal terhadap Al-Qur’an sendiri memang terjadi ketidak samaan pendapat. Oleh sebab itu, apabila setiap perbedaan itu selalu dipertentangkan, yang diuntungkan tentu pihak ketiga. Atau mereka sengaja mengipasi ? Bukankah menjadi semboyan mereka, akan merayakan perbedaan ? Hanya semoga saja jika pengomporan dari dalam, hal itu bukan kesengajaan.
    Jika perbedaan itu memang kesukaan Anda, salurkan saja ke pedalaman kepulauan nusantara. Disana masih banyak burung liar beterbangan. Jangan mereka yang telah memeluk Islam dicekoki khilafiyah furu’iyah. Bahkan kalau mungkin, mereka yang telah beragama tetapi di luar umat Muslimin, diyakinkan bahwa Islam adalah agama yang benar.
    Ingat, dari 87 % Islam di Indonesia, 37 % nya Islam KTP, 50 % penganut Islam sungguhan. Dari 50 % itu, 20 % tidak shalat, 20 % kadang-kadang shalat dan hanya 10 % pelaksana shalat. Apabila dari yang hanya 10 % yang shalat itu dihojat Anda dengan perbedaan, sehingga menyebabkan ragu-ragu dalam beragama yang mengakibatkan 9 % meninggalkan shalat, berarti ummat Islam Indonesia hanya tinggal 1 %.
    Terhadap angka itu Anda ikut berperan, dan harus dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT. Astaghfirullah.
    Wass. Wr. Wb.
    hmjn wan@gmail.com

  50. Asslmkm. Sy termasuk yg biasa melapadkan niat sblm takbirotulihrom , di situs ini ada yg membid’ahkan masalah talapud billisan disebutkan dlm madhab manapun tbk ada keterangan melpalkan niat, tp dlm akun ini jelas ada dg berbagai alasan dan dalil, sebaiknya apa yg harus sy lakukan ?

  51. Buat yang pada sok ngikutin nabi, kapan anda2 ketemu dengan nabi mas?? agama itu kepercayaan kepada yang kita percaya yaitu guru atau ulama, wahabi percaya dengan ulama wahabi yaa silahkan, asal jangan sok asli dari nabi,, ulama dan mazhab banyak kita ikuti yang kita percayai mas, daaan yakinlah semua juga mengikuti quran dan sunnah berdasar kitab dan data2 yang ada, yang membedakan cara pemahaman dan penjabaran serta tafsirnya, tidak salah anda menganggap keyakinan anda benar, tapi toleran lah dengan orang yang berbeda, mereka juga punya hujjah yang dipercayai benar.

  52. Assalamu’alaikum …. Saya Maulana …. Saya Selalu was was dalam Mengucapkan Basmalah , Sebelum berwudhu Dan sebelum makan , juga Melafazkan niat , dan iqamah ataupun adzan Sebelu shalat . Saya Sering Mengulang ulang untuk dilafazkan Sehingga waktu habis , pertanyaan saya Apakah Saya Harus mendengar Atau mengikuti rasa was was tersebut …. Tolong juga Solusinya .. Wassalam

  53. mau niat dalam hati/dilisankan terserah.. lakukan yg kita yakini.. kita muslim semua bersaudara.. klu saya dilisankan agar lebih afdol n terarah..

  54. saya ralat.. sekarang saya baca niat di dalam hati.. setelah saya baca di buku.. astagfirullah, semoga sholat saya yg kemarin² diterimaNya..

Leave a comment