Sejarah Wahaby/Saudi (3)

 Masih dari sumber: http://paramadina.wordpress.com

Sejarah Wahaby/Saudi III (1902-1932)

Pada tahun 1902, `Abdul Aziz, putra `Abd al-Rahman ibn Sa`ud yang mengungsi ke Kuwait, memulai usaha meraih kembali kejayaan dinasti Saudi yang hilang. Dengan bantuan Syeikh Kuwait yang selama ini melindunginya, Ibn Saud – nama populer `Abdul Aziz – berhasil meraih Riyad dan mengumumkan pemulihan kembali kekuasaan dinasti Sa`ud di sana. Klan al-Sabah di Kuwait mendorong Ibn Sa`ud menaklukkan Riyad karena mereka takut kekuasaan Rasyidi semakin kuat dan luas – terutama karena aliansi Rasyidi dengan Khilafah Usmani – sehingga mengancam Kuwait (al-Rasheed, 40).

Pertarungan di Najd terjadi antara Ibn Sa`ud yang dibantu Kuwait dan Inggris melawan Ibn Rasyid yang dibantu Khilafah Usmani. Inggris ikut campur karena kuatir dukungan Khilafah Usmani terhadap Ibn Rasyid akan mengancam kepentingan mereka di Kuwait. Pada tahun 1906, wilayah Qasim direbut sehingga kekuasaan Ibn Sa`ud semakin dekat ke jantung klan Rasyidi di Najd utara. Selain Qasim, Ibn Sa`ud juga menguasai kota-kota penting lain seperti `Unayzah dan Buraydah. Najd praktis terbelah dua: separuh dikuasai Ibn Sa`ud dan separuh lagi dikuasai Ibn Rasyid.

Ibn Sa`ud mengalihkan sasaran ke Hasa, tempat di kawasan timur Jazirah Arabia yang banyak didiami masyarakat Syiah. Setelah Hasa akhirnya takluk pada 1913, Ibn Sa`ud mengadakan perjanjian dengan ulama Syiah yang menetapkan bahwa Ibn Sa`ud akan memberikan mereka kebebasan menjalankan keyakinan mereka dengan syarat mereka patuh kepada Ibn Sa`ud. Pada saat yang sama, Syiah tetap dianggap sebagai kalangan Rafidlah, artinya yang menolak iman (al-Rasheed, 41).

Pada 26 Desember 1915, ketika Perang Dunia I berkecamuk, Ibn Sa`ud menyepakati traktat dengan Inggris. Berdasarkan traktat ini, pemerintah Inggris mengakui kekuasaan Ibn Sa`ud atas Najd, Hasa, Qatif, Jubail, dan wilayah-wilayah yang tergabung di dalam keempat wilayah utama ini. Apabila wilayah-wilayah ini diserang, Inggris akan membantu Ibn Sa`ud. Traktat ini juga mendatangkan keuntungan material bagi Ibn Sa`ud. Ia mendapatkan 1000 senapan dan uang £20.000 begitu traktat ditandatangani. Selain itu, Ibn Sa`ud menerima subsidi bulanan £5.000 dan bantuan senjata yang akan dikirim secara teratur sampai tahun 1924. Sebagai imbalannya, Ibn Sa`ud tidak akan mengadakan perundingan dan membuat traktat dengan negara asing lainnya. Ibn Sa`ud juga tidak akan menyerang ke, atau campur tangan di, Kuwait, Bahrain, Qatar, dan Oman – yang berada di bawah proteksi Inggris. Traktat ini mengawali keterlibatan langsung Inggris di dalam politik Ibn Sa`ud (Nakash, 2006: 33-34; Al-Rasheed, 2002: 42).

Sementara itu, saingan Ibn Sa`ud di Najd, Ibn Rasyid, tetap bersekutu dengan Khilafah Usmaniah. Ketika Kesultanan Usmani kalah dalam Perang Dunia I bersama-sama dengan Jerman, klan Rasyidi kehilangan sekutu utama. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya, Rasyidi dilanda persaingan internal di bidang suksesi. Perang antara Ibn Sa`ud dan Ibn Rasyid sendiri tetap berlangsung selama PD I dan sesudahnya. Akhirnya, pada 4 November 1921 dan setelah berbulan-bulan dikepung, Ha’il, ibukota Rasyidi, jatuh ke tangan Ibn Sa`ud yang dibantu Inggris melalui dana dan persenjataan. Penduduk oase subur di utara itu pun mengucapkan bay`ah ketundukan kepada Ibn Sa`ud.

Sesudah menaklukkan Ha’il, Ibn Sa`ud beralih ke Hijaz. Satu-demi-satu kota di Hijaz jatuh ke tangan Ibn Sa`ud. `Asir, wilayah di Hijaz selatan, jatuh pada 1922, disusul Taif, Makkah, dan Medinah di tahun 1924, dan Jeddah di awal tahun 1925. Pada tahun 1925 juga, di bulan Desember, Ibn Sa`ud menyatakan diri sebagai Raja Hijaz, dan pada awal Januari 1926 ia menjadi Raja Hijaz dan Sultan Najd dan daerah-daerah bawahannya. Untuk pertama kali sejak Negara Saudi II, empat wilayah penting di Jazirah Arabia, yaitu Najd, Hijaz, `Asir, dan Hasa, kembali berada di tangan kekuasaan klan Saudi. Pada tahun 1932, Ibn Saud telah berhasil menyatukan apa yang sekarang dikenal sebagai Kerajaan Saudi Arabia. Penemuan minyak di wilayah padang pasir itu memberikan Ibn Saud kekayaan berlimpah yang ia perlukan membangun negerinya. Pada tahun 1953 ia wafat dan digantikan oleh Raja Saud dan kemudian Raja Faisal.

Dua Ilustrasi Fatwa Wahabi

1. Fatwa yang menghalalkan permintaan bantuan kepada Gubernur Usmaniyah

Ketika terjadi perang saudara di dalam tubuh klan Saudi pada abad XIX, `Abdullah yang sedang diperangi saudara-saudara dan keponakannya memutuskan untuk meminta bantuan dari Gubernur atau Wali Khilafah Usmaniyah yang berkedudukan di Bagdad, bernama Midhat Pasya. Masalahnya, dilihat dari paham Wahabiyah, adalah: apakah boleh meminta bantuan dan pertolongan dari orang-orang kafir dan musyrik seperti gubernur Khilafah Usmaniyah? Jawabannya, dalam situasi normal, tentu saja tidak.

Akan tetapi, `Abdullah berhasil mendapatkan fatwa dari salah seorang ulama,yaitu Muhammad ibn Ibrahim ibn `Ajlan. Menurutnya, meminta bantuan kepada Khilafah Usmaniyah tidak slebih berdosa dari tindkan yang dilakukan Ibn Taymiyah ketika ia meminta bantuan dari orang-orang Mesir dan Suriah dalam perang melawan invasi pasukan Mongol di akhir abad ke-13 dan awal abad ke-14. Jadi, menurut `Ajlan, boleh meminta bantuan dari orang-orang kafir ketika ada darurah (yaitu situasi genting dan darurat sehingga yang tadinya dilarang menjadi diperbolehkan). Apalagi, panglima dan perwira tinggi pasukan dari Bagdad juga tampak soleh.

Fatwa di atas menyulut kontroversi di kalangan ulama Wahabi. Sebagian mengatakan fatwa itu tidak sah dan sebagian lagi, seperti Hamad ibn `Atiq, mengatakan bahwa Ibn `Ajlan sudah murtad. Ulama besar Wahabi saat itu, `Abd al-Latif ibn `Abd al-Rahman ibn Hasan Al al-Syaikh, menghantam argumen `Ajlan walaupun ia tidak memandangnya murtad. Ia bilang bahwa:

· Suriah dan Mesir masa Ibn Taimiyah bukanlah kafir tapi muslim. Ibn Taimiyah sendiri pernah mengatakan bahwa negeri-negeri tersebut adalah darul islam.

· Argumen mengenai kesalehan komandan dan perwira tidak dapat diterima karena banyak sekali orang-orang kafir yang nyata (kafir mu`ayyan) – seperti tokoh sufi semacam Ibn `Arabi dan Ibn al-Farid, adalah orang-orang yang terkenal kesalehannya.

· Ada sebagian ulama yang membolehkan meminta bantuan orang-orang kafir atau nonmuslim, akant tetapi itu hanya dalam perang antara umat Islam melawan non-Muslim. Dalam kasus fatwa `Ajlan, yang berperang adalah pasukan Sa`ud melawan `Abdullah yang sama-sama muslim walaupun yang satu – yaitu pasukan Sa`ud, masuk kategori pemberontak (bughah).

· Argumen dlarurah tidak dapat digunakan dalam kasus ini karena tidak terkait dengan agama dan iman dan hanya dalam rangka mempertahankan kekuasaan.

· Masalahnya bukanlah boleh-tidaknya meminta bantuan Khilafah Usmaniyah. Sebab, penguasa Usmaniyah sendiri ingin datang, bertahan, dan memerintah di wilayah yang dikuasai Saudi/Wahabi (Al-Fahad, 2004: 501-504).

2. Fatwa membolehkan meminta pertolongan Amerika dalam Perang Teluk 1990-1991.

Pada 1990, Alm Saddam Husein menginvasi Kuwait dan menimbulkan salah satu krisis dan kemudian perang penting setelah Perang Dingin. Dalam rangka menentang agresi dan invasi tersebut, Raja Saudi Arabia meminta bantuan terutama dari Amerika Serikat. Majelis ulama senior Arab Saudi mengeluarkan fatwa yang membolehkan tindakan tersebut dengan alasan dlarurah.

Beberapa peristiwa yang tidak ada fatwa yang melarang/membolehkannya

· Traktat Ibn Sa`ud – Inggris pada 26 Desember 1915

· `Abd al-Rahman, ayahanda Ibn Sa`ud, yang mengungsi ke Kuwait, dilindungi klan al-Sabah, dan mendapat insentif bulanan dari Khalifah Usmaniyah.

· Penempatan pangkalan udara penting milik AS di Dhahran, dari 1942 sampai 1962.

2 thoughts on “Sejarah Wahaby/Saudi (3)

  1. Hakikat Dakwah Syaikh Muhammad Abdul Wahhab terhadap Pemerintah Utsmani
    http://abusalma.blogspot.com/2005/10/hakikat-dakwah-syaikh-muhammad-bin.html

    SIAPA PENCETUS PERTAMA ISTILAH WAHHABI?
    http://belasalafy.wordpress.com/2009/11/07/siapa-pencetus-pertama-istilah-wahabi/

    Pembelaan terhadap Syaikh Imam Muhammad bin Abdul Wahhab
    Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dan pengikutnya adalah seorang agen mata-mata Inggris.
    http://abusalma.wordpress.com/2007/01/03/pembelaan-terhadap-syaikh-imam-muhammad-bin-abdul-wahhab/

Leave a comment